Kenalkah dengan Pramoedya Ananta Toer?

pram
Apakah kalian sering mendengar nama Pramoedya Ananta Toer? Seorang tokoh sastra yang karyanya masih hidup sampai saat ini.

Seperti apakah sebenarnya perjalanan hidup seorang Pramoedya?

Pramoedya Ananta Toer, lahir di Blora, Jawa Timur pada 20 Februari 1925 dan meninggal pada 30 April 2006 di Jakarta, Indonesia. Dia novelis Jawa dan penulis cerpen, penulis prosa terkemuka Indonesia pasca-kemerdekaan. Dia mengambil sepuluh tahun untuk menyelesaikan kursus sekolah dasar 7 tahun. Pramoedya tetap didorong oleh ibunya untuk melanjutkan pendidikannya di Eropa dan negara-negara lain. Dia juga pergi ke Radio Vakschool, di mana dia dilatih untuk menjadi Operator Radio.

Ibu Pramoedya adalah tokoh terkemuka dalam hidupnya. Pramoedya mengatakan bahwa semua yang ada di buku-bukunya adalah apa yang dia dapatkan dari ibunya. Karakter wanita yang kuat terlihat dalam fiksi Pramoedya berdasarkan pada ibunya, yang berbunyi “seseorang yang memiliki nilai tak ternilai, nyala api yang menyala sangat terang sehingga tidak meninggalkan abu.” Ketika Toer menoleh ke masa lalu, ia melihat "revolusi Indonesia diwujudkan dalam bentuk seorang wanita- ibunya. Terlepas dari karakternya yang kuat, ibu Pramoedya melemah secara fisik oleh TBC dan meninggal ketika dia berusia 34 tahun, dan Pramoedya 17 tahun.

Setelah kematian ibunya, Pramoedya dan adik laki-lakinya yang berikutnya meninggalkan rumah keluarga dan menetap di Jakart. Pramoedya belajar hingga kelas 2 Taman Dewasa, serta bekerja di kantor berita Jepang Domei. Dia belajar mengetik dan kemudian bekerja sebagai stenografer, dan kemudian menjadi jurnalis.

Pramoedya

Pada akhir 1950-an Pramoedya menjadi simpatik terhadap Partai Komunis Indonesia dan setelah 1958 dia meninggalkan fiksi untuk esai dan kritik budaya yang mencerminkan sudut pandang sayap kiri. Pada 1960-an Suharto melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan Indonesia. Kudeta ini didukung oleh Amerika Serikat yang tidak menyukai aliansi Sukarno dengan Cina. Mengikuti contoh Amerika Serikat, Suharto memulai pembersihan komunis habis-habisan dan siapapun yang dituduh komunis. Suharto memerintahkan eksekusi massal, penindasan massif dan menciptakan rezim militer “Orde Baru”. Pada tahun 1961, tentara di bawah komando Jenderal A.H. Nasution menangkap dan mengirim Pramoedya ke penjara Pulau Buru karena gagasan politiknya.

Meskipun Pramoedya tidak pernah menjadi anggota Partai Komunis, dia dipenjara selama 15 tahun karena beberapa alasan, anatara lain:

  • Pertama karena dukungannya terhadap Sukarno
  • Kedua karena kritiknya terhadap Pra-Suharto, terutama dekrit tahun 1959 yang menyatakan bahwa tidak ada pedagang Cina diizinkan untuk melakukan bisnis di beberapa daerah pedesaan.
  • Ketiga karena artikelnya yang dikumpulkan dan menjadi buku dengan judul Hoa Kiau di Indonesia (Tionghoa Rantau di Indonesia). Dalam pamflet ini dia mengkritik cara tentara berurusan dengan “masalah Cina.” Pemerintah mencari “asimilasi” dengan menghapus budaya Cina. Sekolah-sekolah Cina ditutup, buku-buku Cina dilarang dan, sampai dua tahun yang lalu perayaan Tahun Baru Cina dilarang.

Saat dipenjara Pramoedya dan rekan-rekan tahanannya diberi tugas yang melelahkan. Surat-surat Pramoedya diambil darinya dan dihancurkan atau hilang. Ditolak pena dan kertas, Pramoedya membacakan cerita kepada teman-teman narapidana dimalam hari untuk meningkatkan moral mereka. Kemudian, ketika dia diberi pena dan kertas, para tahanan lainnya memikul tugas-tugasnya sehingga dia bisa meletakkan cerita-ceritanya di atas kertas. Dia menyelundupkan tulisannya yang kemudian menjadi Tetralogi Buru. Enam buku lainnya disita oleh pemerintah dan hilang selamanya.

Setelah dibebaskan dari Buru pada tahun 1969, dia dimasukkan ke dalam kelompok 40 di tepi Pulau Surabaya, sebuah penjara Indonesia yang terkenal kejam. Pemerintah berniat untuk menempatkan mereka ke pengasingan dan melupakan mereka. Untungnya, seorang teman dari gereja di Buru menyebarkan berita tentang pembebasan Pramoedya. Di bawah pengawasan internasional, pemerintah dengan enggan menyerahkan kepada mereka surat-surat pembebasan mereka. Karya-karya Pramoedya telah diterbitkan dalam setidaknya 28 bahasa dan telah memenangkan banyak penghargaan. Meskipun sangat populer di luar Indonesia, karyanya dilarang di Indonesia.

Selama beberapa tahun setelahnya, Pramoedya ditempatkan dalam tahanan rumah dan harus melapor setiap minggu ke militer. Pemerintah telah mengambil tahun-tahun terbaik dalam hidupnya, pendengarannya, surat-suratnya, rumahnya, dan tulisan-tulisannya. Novel-novel sejarah Pramoedya berisi kekurangan buku-buku sejarah Indonesia: kebenaran. Di bawah Orde Baru, sejarah dihaluskan menjadi perjuangan yang dimuliakan untuk kebebasan dan melawan komunisme. Penuh dengan pandangan subjektif, buku-buku sejarah membenarkan pembantaian Soeharto atas lebih dari satu juta Komunis, Cina, dan lawan politik. Jumlahnya diperkecil, dan para korban digambarkan sebagai musuh rakyat. Amnesia resmi pemerintah berusaha menghapus ingatan akan sejarahnya yang tidak menyenangkan.

Pada 1997, mahasiswa menggulingkan Orde Baru. Seruan mereka untuk reformasi bergema di seluruh negeri. Pramoedya mengatakan bahwa negara itu berada di ambang revolusi sosial tanpa seorang pemimpin. Dia telah menolak, seperti Nelson Mandela, untuk memaafkan pemerintah yang mengambil begitu banyak hal darinya. Dia takut jika dia mudah memaafkan, sejarah akan segera dilupakan. Dia menekankan pentingnya mengetahui sejarah seseorang sehingga seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama tahun demi tahun.

Ketika etnis, agama, dan kelas memecah belah bangsa, Pramoedya melanjutkan perjuangannya. Dia memperjuangkan tidak hanya hak untuk menulis secara bebas, tetapi juga untuk hak membaca secara bebas. Setelah kehilangan sebagian besar kekuatannya karena usia tuanya dan kesehatannya yang buruk, dia tidak berniat untuk menulis novel lagi, tetapi menulis esai. Sekarang bukunya tidak lagi dilarang, sudah mudah ditemukan di setiap toko buku dan perpustakaan di Indonesia.

Referensi

Autobiography | Definition, History, Types, Examples, & Facts | Britannica
Pramoedya Ananta Toer | MY HERO