Kekuatan Pembuktian Risalah Rapat


seberapa kuatkah sebuah risalah rapat menjadi bukti material dari sebuah kasus perdata?

Dalam hukum acara perdata, alat bukti diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (‘KUHPerdata”) dan Pasal 164 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui, yaitu:

  1. Bukti Surat
  2. Bukti Saksi
  3. Persangkaan
  4. Pengakuan
  5. Sumpah

Jika risalah rapat tersebut dibuat oleh Notaris, di mana Notaris mendengarkan semua yang terjadi dalam rapat tersebut dan menuangkan apa yang ia lihat, saksikan, dan alami, yang dilakukan oleh para pihak dalam rapat, maka risalah tersebut adalah akta otentik. Akta Notaris itu sendiri ada 2, yaitu akta relaas dan akta para pihak.

Akta tersebut adalah akta otentik karena telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

  1. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
    • Bentuk akta notaris diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”).
  2. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu.
    • Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya (Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris).
  3. Akta tersebut dibuat oleh pegawai-pegawai umum tersebut di tempat di mana ia memiliki kewenangan atau kuasa untuk membuatnya (dibuat oleh pejabat yang berwenang).
    • Notaris berwenang di dalam wilayah jabatannya dan dilarang menjalankan jabatannya di luar wilayah jabatannya (Pasal 18 ayat [2] jo. Pasal 17 huruf a UU Jabatan Notaris).

Akan tetapi jika risalah rapat tersebut tidak dibuat oleh Notaris, maka risalah rapat tersebut termasuk tulisan-tulisan di bawah tangan atau akta di bawah tangan. Berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata, sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga, dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.

Jadi, pada dasarnya kekuatan pembuktian risalah rapat tersebut bergantung dari apakah ia dibuat oleh pejabat yang berwenang (Notaris) atau tidak. Hal ini yang pada akhirnya menentukan apakah risalah rapat tersebut adalah akta otentik atau akta di bawah tangan.

sumber: hukumonline