KEEGOISAN DISEKITAR KITA: JANGAN BIARKAN KEEGOISAN MERENGGUT KEMANUSIAAN!

29 Maret 2020; saya melanggar anjuran pemerintah untuk tetap #dirumahaja. Bergegas menuju bandara menjemput ibu. Mengenakan masker dan kaos tangan sebagai bentuk proteksi diri. Tidak lupa hand sanitizer didalam tas. Saya mengerti bandara merupakan zona rentan penyebaran covid19. Namun keadaan tidak memberi pilihan lain. Nenek sedang sakitdan mama adalah anaknya satu-satunya.

Selama perjalanan mulai tampak orang-orang bersepeda mengelilingi kota. Tatapan saya kosong melihat pemandangan tak indah itu. Ok, bersepeda memang baik untuk kesehatan. Tapi apakah masih baik jika dilakukan disituasi genting seperti sekarang? Jangan karena bosan di rumah keegoisan mengalahkan kemanusiaan. Sepeda mahal menunjukkan status sosial mereka. Urusan perut tentu tidak menjadi masalah. Berbeda dengan pekerja harian yang terpaksa keluar rumah karena tuntutan perut. Satu hal yang terlintas dipikiran saya; saat tenaga medis bersusah payah memadamkan api covid19 mengapa orang-orang justru sibuk menyalakan apinya.

Belum tuntas tanya itu dipikiran saya, patung Sultan Hasanuddin sudah didepan mata. Sudah tiba rupanya. Segera saya parkirkan kendaraan lalu menghubungi ibu.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.

Berarti ibu belum tiba. Pikiran saya kembali liar perihal orang-orang bersepeda tadi. Kenapa kenapa dan kenapa? Lagu heal the world membuyarkan lamunan. Nama dan foto ibu tampak dari layar handphone .

“Ibu sudah tiba di zona kedatangan nak.” sahutnya.

“Oke bu, otw kesitu” balasku.

Tidak lama saling mencari, kami segera meninggalkan bandara. Ibu bergegas melepas APD sederhananya ( read : masker dan kaos tangan) lalu mencuci tangan dengan handsanitizer . Celengan rindu terpecahkan saat itu.

Ibu mengambil handphone untuk mengabari ayah. Setelah itu terdegar notifikasi dari grup keluarga yang langsung ibu baca. Ekspresi ibu berubah, terlihat sangat takut. Saya tanya kenapa. Jawabannya sesuai dugaan, informasi tentang kasus positif corona. Katanya ada pasien positif di alamat dekat tempat tinggal kami . Inilah sorotan lain ditengah pandemi covid19; maraknya info hoaks di sosial media. Mungkin maksudnya untuk waspada. Tapi tiap orang punya kondisi mental berbeda, ibu misalnya. Informasi yang beredar di grup perlahan memengaruhi psikisnya. Ibu menjadi takut dan cemas berlebih. Saya coba tenangkan dengan memberi pertanyaan.

“Ada tertera sumber informasinya?”

“Tidak ada.” jawab ibu.

“Berarti belum valid itu informasinya, cek di web covid19.sulselprov.go.id bu”.

Beberapa menit kemudian.

“Oh iya benar. Informasi hoaks ini.”

Perlahan ibu mulai paham dan memutuskan rehat sejenak dari media sosial. Agar lebih tenang katanya.

Setiba di rumah ibu segera membersihkan diri dan memisahkan pakaian yang ia kenakan. Takut ada virus nempel katanya. Mulai hilang sikap parno ibu terhadap virus corona. Sikap parno lain justru muncul dari orang terdekat ( sebut saja dia si tetangga ). Dia terlihat sangat takut mengetahui kedatangan ibu di rumah. Menegaskan sikap untuk menjauhi. Saya ulangi, menjauhi ! Status odp ibu karena dari bandara menjadi alasan utamanya.

“Bandara rentan penyebaran virus karena banyak orang. Bisa saja tanpa sadar ibu berinteraksi dengan orang positif covid-19. Saya takut tertular, bahaya!” katanya.

Kondisi ini kembali menyerang psikis ibu. Coba saya tenangkan dengan menunjukkan video bagaimana virus corona masuk ke tubuh manusia. Covid-19 tidak menular melalui udara melainkan droplet.

“Ibu kemarin mengenakan masker dan kaos tangan kan?”

“Iya.”

“Jaga jarak tiap interaksi dengan orang lain kan?”

“Iya.”

“Kapasitas manusia berusaha dan berdoa. Ibu sudah berusaha dengan jaga diri, sekarang serahkan ke Sang Pencipta.”

Syukurlah ibu sedikit tenang.

Agak kesal dengan sikap parno orang lain yang tidak memikirkan orang lain. Mengutip cuitan dr. Tirta di akun twitternya; mari jauhi virusnya, bukan orangnya. Odp, pdp, positif, dan tenaga medis itu orang mas mbak. Manusia. Menungso. Mereka juga ga pengen begini, tapi nasib mengharuskan begini. Mari edukasi sekitarmu. Ok kawan?

Manusia kadang lupa kalau bukan cuma virus yang bisa menular. Omongan juga. Dengan atau tanpa sengaja bisa saja berdampak buruk bagi orang lain. Sekali lagi, jangan biarkan keegoisan merenggut kemanusiaan!