Kata-Kata Hanyalah Bayangan Realitas

Bayangan Semu

Seseorang berkata :

Guru kita tidak menyampaikan apa pun.

Demikianlah, jawabku, Orang ini telah muncul di hadapanku karena ciri mental yang ada di dalam diriku. Citra mental milikku itu tidak menanyainya, Apa kabar? ataa Bagaimana kabarmu? Citra mental diriku menarik hatinya tanpa menggunakan kata-kata. Jika dalam kenyataannya, citra mental milikku dapat menarik hatinya tanpa kata-kata hingga dapat membawanya ke tempat lain. Lalu apa yag aneh dari hal itu? Kata-kata tidak lain hanyalah Bayangan dari kenyataan. Kata-kata merupakan cabang dari kenyataan. Apabila bayangan saja dapat menawan hati, betapa mempesona kekuatan kenyataan yang ada di balik
bayangan?!

Kata-kata hanyalah pra-teks. Aspek simpatilah yang dapat menarik hati satu orang pada orang lain, bukan kata-kata. Walau pun manusia dapat melihat ribuan mukjizat yang dimiliki seorang Nabi atau seorang suci, hal itu tidak akan mebawa keuntungan baginya sama sekali apabila dia tidak memiliki simpati keapda Nabi atau pun orang suci itu. Unsur simpatilah yang dapat mengguncangkan dan menggelisahkan seseorang. Apabila tidak terdapat unsur simpati, warna gading pada batang padi itu tidak akan pernah dipersoalkan warna gading. Meski pun begitu, simpati yang memiliki kekuatan dahsyat itu tidak dapat dindra oleh seseorang.

Gambaran mental dari segala sesuatu yang hinggap di kepala manusia akan membawanya kepada hal itu. Gambaran tentang taman akan membawa manusia menuju ke sebuah taman. Gambaran tentang toko akan membawa manusia menuju sebuah toko. Tetapi terdapat sesuatu muslihat tersembunyi di dalam gambaran mental tersebut. Seringkali kita mengalami ketika kita pergi ke suatu tempat . Tiba-tiba saja kita mendapati bahwa tempat yang kita tuju tersebut tidak seperti yang ada di dalam gambaran kita, dalam citraan mental kita. Ketika mendapati kenyataan itu, kita akan merasa kecewa dan berkata : Aku pikir, tempat ini sebagus yang kubayangkan. Tapi ternyata tidak seindah gambarannya.

Citraan-citraan atau gambaran-gambaran mental itu seperti kain kafan. Seseorang dapat bersembunyi di balik kain kafan. Ketika citra dihilangkan, dan kenyataan muncul tanpa diiringi citraan mental, maka terjadilah proses penyadaran kembali. Kita seakan kembali terbangun dari tidur kita. Ketika suatu peristiwa telah terjadi, maka tidak akan ada kesempatan lagi untuk merasa kecewa. Kenyataan yang dapat mempersoalkanmu tidak lain adalah kenyataan itu sendiri.

Hari ketika segala pikiran dan perbuatan yang tersembunyi akan diuji (QS.86:9).

Apakah sesungguhnya yang sedangkan kita perbincangkan?

Di dalam hakikatnya, yang mempersoalkan (yang menjadi pangkal persoalan) adalah satu, tetapi tampak terlihat bermacam-macam. Tidakkah engkau lihat betapa seorang manusia kerap memiliki ratusan keinginan berbeda? Aku ingin mie, akku ingin kue basah. Aku ingin buah-buahan. Aku ingin kurma. Begitu banyak keinginan berbeda yang diungkapkan dengan jelas oleh setiap orang. Meski demikian, asal mula segala hal itu adalah satu, dan itu adalah rasa lapar. Tidakkah engkau lihat ketika orang yang sama ini telah memakan jatahnya? Dia akan berkata : Maka nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada sepuluh atau seratus keinginan, yang ada hanya satu.

Kami telah mengungkapkan jumlah mereka hanya untuk menyebabkan perselisihan di antara mereka (QS.74:31).

Bagi manusia, bilangan itu adalah fitnah (cobaan). Ada yang berkata:

“Orang itu hanya satu, dan mereka ada seratus,”

atau dengan kata lain mereka berkata:

“Wali hanya ada satu sementara manusia biasa ada banyak, seratus ribu.”

Ini adalah fitnah yang besar. Pandangan dan pemikiran yang membuat mereka menganggap manusia itu ada banyak dan wali hanya ada satu itulah fitnah yang besar.

Kami telah mengungkapkan jumlah mereka banyak untuk menyebabkan perselisihan (QS. Al-Muddatstsir 74:31).

Masing-masing dari mereka akan berkata, Mana yang ribuan, lima puluhan? atau, Mana yang enam puluh? Orang-orang menjadi kehilangan kontrol dan tidak terkendali tanpa nalar, tanpa pikiran. Seperti jimat, mereka menguap bagaikan merkuri dan air raksa, Akankah engkau katakan kepada mereka limapuluhan? Seratus? seribu? Dan kemudian masih menyebut yang ini satu?

Sementara tentang wali itu, kamu berkata bahwa dia hanya ada satu. Sejatinya, jumlah mereka yang banyak itulah yang satu, dan wali itulah yang berjumlah seribu, seratus ribu, dan ratusan ribu.

Sedikit jika dihitung, dan banyak ketika diikat.

Kalimat ini adalah potongan dari bait puisi yang digubah oleh Abu at-Tayyib al-Mutanabbi, dengan versi yang lengkap sebagai berikut:

Aku akan mencari hakikat diriku dengan jalan dan bantuan para masayikh
Seolah-olah mereka tak berjenggot, karena saking lamanya mencium

Berat untuk kehilangan mereka, tapi ringan untuk memanggil mereka
Begitu banyak ketika diikat, tetapi sedikit saat dihitung

Seorang raja suatu hari memberi ransum bagi satu orang prajurit yang cukup untuk seratus orang. Angkatan bersenjata merasa keberatan. Tetapi sang raja berkata : Harinya akan tiba ketika aku akan menunjukkan kepadamu kenapa aku melakukan ini. Dan ketika telah datang hari pertempuran, seluruh pasukan melarikan diri kecuali prajurit itu. Dia tetap kuat bertahan dan berjuang. Raja berkata: “Inilah tujuanku memberimu porsi makanan untuk seratus tentara.”

Seorang manusia harus membersihkan sifat tamyiznya dari berbagai macam kepentingan, dan hendaknya mencari teman di jalan Allah, sebab agama seseorang bisa diketahui lewat teman yang dikenalnya. Selain itu jika seseorang menghabiskan usianya untuk bersahabat dengan mereka yang sifat tamyiznya kurang, maka sifat tamyiz yang dimilikinya juga akan melemah, dan akhirnya sahabat sejatinya itu akan berlalu tanpa kita sadari. Kamu melayani tubuh yang tidak memiliki sifat tamyiz.

*Tamyiz, secara istilah merupakan kekuatan daya pikir yang dengannya anak mampu menemukan dan menetapkan beberapa makna (perkataan)" (lihat Al-Mufradat karya Ar-Raghib Al-Ashfahani halaman 495). *

Para ulama telah memberikan pendapat yang beragam tentang tanda-tanda tamyiz. Sebagian mereka ada yang berpendapat:

"Mumayyiz (seseorang yang telah tamyiz) adalah anak mampu memahami suatu pembicaraan dan mampu menjawab (pertanyaan) dari lawan bicaranya.

Tamyiz adalah sifat yang selalu tersembunyi dalam jiwa manusia. Tidakkah kamu melihat bahwa orang gila juga memiliki tangan dan kaki tetapi kekurangan sifat tamyiz? Tamyiz, sekali lagi, adalah esensi murni yang terdapat dalam dirimu, sementara kamu asyik memberi makan dan minuman pada tubuh yang tak ber-tamyiz siang dan malam. Bahkan kamu berpendapat bahwa tubuh berdiri di atas sifat ini, padahal justru tamyiz inilah yang berdiri di atas tubuh. Bagaimana bisa kamu mencurahkan seluruh kemampuanmu untuk menjaga tubuh ini sementara kamu sepenuhnya melalaikan esensi yang murni? Pada hakikatnya, tubuh ini bergantung pada esensi itu, tetapi esensi tidak bergantung pada tubuh. Cahaya yang terpancar dari jendela-jendela mata, telinga, dan lainnya. Seandainya jendela-jendela ini tidak ada, maka cahaya itu akan tetap terpancar melalui jendela-jendela yang lain.

Misalnya kamu meletakkan sebuah lentera di hadapan matahari sembari berkata: “Aku dapat melihat matahari dengan lentera ini.” Hal ini tentu tidak mungkin, bahkan jika misalnya kamu tidak meletakkan lentera itu di depannya, matahari tetap akan memancarkan sinarnya kepadamu. Lantas apa gunannya sebuah lentera?

Kita seharusnya tidak pernah berputus asa kepada Allah, karena harapan adalah permulaan bagi jalan keselamatan.

Jika kamu tidak dapat melintas di jalan itu, maka usahakanlah paling tidak untuk berada di garis start jalan itu. Jangan pernah katakan “Jalanku sungguh berliku, aku telah melakukan banyak kesalahan.” Teguhlah di jalan istikamah! Maka tidak akan ada lagi kesalahan-kesalahan lainnya.

Istiqomah itu seperti tongkat Musa, dan godaannya seperti tipu daya para penyihir Fir’aun: ketika istiqomah muncul, ia akan menelan tipu daya para penyihir Fir’aun itu. Jika kamu teguh pada jalan lurus ini, maka sama saja kamu menyelamatkan dirimu sendiri, sebab dengan keteguhan itu kamu akan sampai kepada Allah.

Meskipun ada suara makhluk di meja makan azali,
Yang sedang menyantap makanan, niscaya tidak ada satu hidangan pun yang berkurang.
Seekor burung yang bertengger di gunung itu dan kemudian terbang dan pergi,
Adakah yang bertambah atau berkurang dari gunung itu?

Rubaiyat - Maulana Rumi

Ketika kamu sudah menapaki jalan yang lurus, maka semua jalan yang berliku akan hilang. Waspadalah, jangan pernah kehilangan pengharapan!

Kerugian bersahabat dengan raja bukan karena kamu akan kehilangan nyawamu, sebab pada akhirnya semua manusia pasti akan meregang nyawa, entah hari ini atau esok. Kerugian bersahabat dengannya timbul ketika raja menampakkan dirinya, dengan pengaruhnya yang kuat, ia menjadi seperti naga yang superior, maka seorang yang menemani dan mengaku bersahabat dengannya, yang menerima hadiah darinya, mau tidak mau harus berkata-kata sesuai dengan keinginannya, ia harus menerima ide-ide busuk sang raja, ia juga tidak akan mampu menentang perkataan-perkataan raja tersebut. Dari poin inilah tampak bahayanya bersahabat denga raja, karena hal semacam itu dapat melukai agama. Ketika kamu memupuk hubungan yang baik dengan sang raja, maka sisi lain yang merupakan esensi dari hidup ini akan menjadi asing bagimu. Saat kamu semakin dekat dengan raja, maka pada sisi yang lain, tempat di mana Sang Terkasih berada akan semakin jauh darimu. Ketika hubungan kamu semakin erat dengan budak-budak dunia dan kamu senantiasa memiliki satu arah dengan mereka, maka Sang Terkasih akan marah kepadamu.

“Barangsiapa yang membantu orang yang zalim, Allah SWT akan memberikan kekuatan kepadanya.”

Kepergianmu ke arah Allah juga akan membuatmu tunduk kepada-Nya. Kapan pun kamu berjalan ke arah-Nya, maka sebagai balasannya, Ia akan senantiasa memberikan kekuatan kepadamu.

Alangkah sayangnya jika seseorang yang telah meraih pantai samudera, hanya merasa puas dengan seteguk atau satu kendi air. Sementara ia melalaikan berbagai macam mutiara berkilauan dan ratusan ribu benda-benda indah yang sebenarnya bisa ia dapatkan di dalam samudera itu. Lantas apa gunanya ia mengambil air dari samudera itu? Apa bangganya melakukan hal tersebut bagi mereka yang berakal? Apa yang telah mereka wujudkan?

Pada hakikatnya, dunia ini tak ubahnya seperti buih di lautan, dan airnya adalah ilmu-ilmu para wali; lalu di mana mutiara itu berada? Dunia ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah buih yang dipenuhi jerami. Akan tetapi karena gulungan ombak dan harmoni irama samudera yang setia menemani sang gelombang, buih itu mewujud menjadi sebentuk keindahan.

“Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Kata-kata “dijadikan indah” dalam firman Allah di atas mengindikasikan bahwa semua hal itu sebenarnya tidaklah indah, sebab segala bentuk keindahan yang tersimpan di dalam semua hal itu berasal dari tempat yang lain. Laksana uang palsu yang disepuh dengan emas; dunia yang merupakan gelembung buih ini adalah uang palsu yang tak berharga dan tak bernilai, sementara kitalah yang menyepuh uang palsu itu dengan emas, dan kemudian kita jadikan sebagai perhiasan yang tampak indah di mata manusia.

Antrolab merupakan alat perbintangan kuno yang (salah satunya) digunakan untuk mengukur naiknya matahari dan bintang-bintang.

Manusia adalah astrolab Allah, namun dibutuhkan seorang astronom untuk mengetahui astrolab. Jika seorang penjual sayuran atau makanan memiliki astrolab, apa yang akan mereka dapatkan darinya? Dengan alat perbintangan kuno ini, apa yang bisa diketahui oleh pedagang sayur dan makanan itu tentang tingkah laku, perputaran, dan tanda-tanda, lintasan, dan pengaruh bintang di langit? Sebaliknya, astrolab akan sangat bermanfaat jika berada di tangan para astronom. Itulah mengapa kemudian muncul kata-kata:

“Siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.”

Seperti halnya astrolab dari tembaga yang merupakan cerminan bintang-bintang di langit, maka wujud manusia—sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam [QS. Al-Isra’: 70].”

—juga merupakan astrolab Allah. Ketika Allah SWT telah menjadikan manusia bisa mengetahui dan mengenal diri-Nya, maka hamba ini akan mampu melihat ke dalam wujud astrolab itu; dirinya telah melebur dengan Tuhan dan keindahan-Nya yang mutlak, detik demi detik, sekilas demi sekilas. Keindahan itu sama sekali tidak pernah hilang dari cermin ini. Allah memiliki hamba-hamba yang menutup diri mereka dengan hikmah, makrifat (mengenal Allah), dan karomah (hal luar biasa yang dimiliki orang-orang tertentu). Meski mereka tidak dianugerahi pandangan khusus yang dimiliki orang-orang spesial, akan tetapi semangat yang kuat memotivasi mereka untuk menutup diri, seperti yang dikatakan oleh al-Mutanabbi:

Perempuan-perempuan itu mengenakan sutra yang dibordir
bukan untuk mempercantik diri,
Melainkan untuk menjaga kecantikan mereka
dari mata-mata yang penuh gairah.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum