Jelaskan apa yang dimaksud dengan Puasa?

Puasa bagi orang islam (Shaum) adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim.

Apa yang dimaksud dengan puasa ?

Dalam Bahasa Arab dan al-Qur‟an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri. Al-Qur‟an menyebut kata shaum sebanyak satu kali, yakni dalam surat Maryam/19: 26,

“Sesungguhnya aku bernadzar shaum karena Allah.”

Maksudnya, Maryam bernadzar menahan diri dari berbicara, sesuai dengan apa yang disyari‟atkan dalam agama Bani Israil saat itu. Sedangkan kata shiyaam disebut oleh Al-Qur‟an beberapa kali, salah satunya dalam surat al- Baqarah/2: 183.

Secara terminologi, pengertian puasa banyak dikemukakan oleh para ulama, di antaranya:

  1. Abi Abdillah Muhammad bin Qasim as-Syafi’i

    Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya seperti keinginan untuk bersetubuh, dan keinginan perut untuk makan semata-mata karena taat (patuh) kepada Tuhan dengan niat yang telah ditentukan seperti niat puasa Ramadhan, puasa kifarat atau puasa nadzar pada waktu siang hari mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari sehingga puasanya dapat diterima kecuali pada hari raya, hari-hari tasyrik dan hari syak, dan dilakukan oleh seorang muslim yang berakal (tamyiz), suci dari haid, nifas, suci dari wiladah (melahirkan) serta tidak ayan dan mabuk pada siang hari.

  2. Abi Yahya Zakaria al-Anshari

    Puasa menurut istilah syara’ (terminologi) yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.

  3. Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al- Husaini

    Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari sesuatu yang telah ditentukan bagi seseorang yang telah ditentukan pula pada waktu tertentu dengan beberapa syarat.

  4. Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani

    Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri dari padanya sepanjang hari menurut cara yang telah disyaratkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia (membuat), perkataan yang merangsang (porno), perkataan-perkataan lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu yang telah disyariatkan, disertai pula memohon diri dari perkataan-perkataan lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu yang telah ditetapkan dan menurut syarat yang telah ditentukan.

  5. Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari

    Puasa menurut bahasa, kata ini mempunyai arti “menahan”, sedang menurut syara‟ adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dengan syarat-syarat.

  6. Abu Bakar Jabir Al-Juzairi

    Puasa adalah tidak makan, tidak minum, tidak menggauli istri dan menjauhi diri dari segala rupa yang boleh dimakan semenjak fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam istilah syariat Islam, puasa atau shaum berarti suatu bentuk ibadah berupa menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai waktu maghrib dengan niat mencari ridha Allah. Dalam penggunaan istilah puasa selanjutnya tidak boleh diartikan secara harfiah yaitu menahan diri. Sama seperti shalat yang arti harfiahnya adalah doa, tidak lagi diartikan doa tapi suatu ibadah yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan taslim (salam).

Dasar Hukum Puasa

Legalitas syara‟ puasa berlandaskan pada Al-Qur‟an, Sunnah dan Ijma‟.

Dalil dari Al-Qur‟an

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 183-184)

Ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman walau seberat apa pun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan mesra, Wahai orang-orang yang beriman.

Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa menunjuk siapa yang mewajibkannya, Diwajibkan atas kamu. Redaksi ini tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Agaknya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang bahkan kelompok sehingga, seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Yang diwajibkan adalah ash-shiyam, yakni menahan diri.

Adapun yang kondisi badannya menjadikan ia mengalami kesulitan berat bila berpuasa, baik karena usia lanjut atau penyakit yang diduga tidak akan sembuh lagi atau pekerjaan berat yang mesti dan harus dilakukannya sehingga bila ia tinggalkan menyulitkan diri atau keluarga yang ditanggungnya, wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya itu, jika mereka tidak berpuasa, membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Setelah menjelaskan izin tersebut, Allah mengingatkan bahwa Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.

Dalil dari Sunnah

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab ra., ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Islam dibangun di atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah, melaksanakan salat, menunaikan zakat, haji, dan puasa pada Ramadhan.

Dalil dari ijma‟

Para ulama mujtahid telah sepakat bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu kewajiban dalam agama Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim laki-laki dan perempuan jika telah memenuhi syarat dan tidak terdapat halangan.

Waktu Puasa

Waktu berpuasa adalah sejak dari terbitnya fajar shadiq sampai dengan terbenamnya (ghurub) matahari. Dasar hukumnya adalah firman Allah:

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam… (Q.S. al-Baqarah/2: 187)

Untuk lebih berhati-hati, sebaiknya waktu imsak dimulai 10 menit sebelum fajar (waktu subuh). Para Imam menarik kesimpulan berdasarkan ayat ini bahwa puasa orang yang masih dalam keadaan junub itu sah. Sebab, bersetubuh itu dibolehkan sampai batas fajar, dan orang yang berpuasa tak mungkin melakukan mandi junub kecuali setelah fajar. Kemudian, orang yang sedang makan dan minum, lalu terbitlah fajar, dan orang itu berhenti makan dan minum, puasanya juga sah. Dan seandainya ia tidak menyadari fajar telah terbit, dan seseorang masih makan dan minum, maka puasanya juga sah.

Macam-macam puasa

Dilihat dari waktu pelaksanaannya puasa dibagi menjadi dua, yaitu puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan dan puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan, seperti puasa qadla dan puasa enam hari pada bulan Syawal.
Sedangkan dilihat dari segi pelaksanaannya, hukum puasa dibedakan atas:

  1. Puasa yang hukumnya wajib, yaitu puasa dalam bulan Ramadhan, puasa kifarat (kaffarah) yaitu puasa yang diwajibkan karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan agama, atau dapat dikatakan puasa denda, puasa nadzar, yaitu puasa yang dijanjikan oleh seseorang jika yang diinginkannya tercapai (terkabul), maka ia wajib berpuasa sesuai dengan yang dijanjikan (nazar), dan puasa qadla, yaitu puasa yang wajib ditunaikan dengan sebab berbuka dalam bulan Ramadan, karena ada uzur syar‟i seperti sakit, safar, atau disebabkan datang haid, nifas, dan lainnya.

  2. Puasa sunnah atau puasa tathawu’, misalnya puasa enam hari bulan Syawal, puasa hari senin kamis, puasa arafah (9 Dzulhijjah) kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak disunnahkan, puasa hari A‟syura (10 Muharram), puasa bulan Sya‟ban, puasa tengah bulan (tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah), dan puasa sehari berbuka sehari puasa ini dinamakan puasa Nabi Daud A.S. dan ia adalah puasa yang paling disukai Allah SWT).

  3. Puasa makruh, misalnya puasa yang dilakukan terus- menerus sepanjang masa kecuali pada bulan Haram, disamping itu makruh puasa setiap hari sabtu saja atau tiap jum‟at saja, sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadan, dan puasa pada separuh terakhir bulan Sya‟ban, yang tidak berhubungan dengan hari-hari sebelumnya dan tidak ada sebab yang mengharuskannya puasa seperti puasa nazar, atau mengqada puasa.

  4. Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu- waktu tertentu, misalnya pada hari raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah), hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).Dan puasa sunah bagi perempuan tanpa izin suaminya, bila suami ada di rumah dan tidak uzur, atau tidak mempunyai halangan untuk melakukan hubungan kelamin.

Puasa berarti menahan diri dari hawa nafsu makan/minum, seks dan segala maksiat badan, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan didahului niat. Pengertian ini disepakati oleh Imam asy-Syafi‟i dan Imam al- Maliki. Imam al-Hanafi dan Imam al-Hanbali menambahkan frasa “dengan syarat-syarat sah puasa” pada akhir kalimat itu, karena menurut mereka niat tidak perlu masuk dalam pengertian puasa. Namun, niat adalah syarat yang harus disertakan.

Rukun dan Syarat Puasa

Rukun merupakan segala sesuatu yang harus dilakukan berkaitan dengan ibadah puasa. Jika rukun tidak dilakukan maka ibadah itu dianggap sia-sia, tidak sah. Adapun rukun puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat; yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Hal demikian sesuai dengan firman Allah SWT:

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. (Q.S. al-Baqarah/2: 187)

Dalam hal ini, mazhab Maliki dan Syafi‟i menambahkan satu rukun yang lain yaitu, berniat yang dilakukan pada malam hari. Niat secara sederhana artinya, “menyengaja untuk melakukan sesuatu.” Niat merupakan rukun setiap ibadah.

Sah atau tidaknya ibadah tergantung pada niat. Karena itu, bisa jadi ada dua amal yang serupa tetapi memiliki dampak yang berbeda semata-mata karena niatnya. Secara umum, ada kesamaan antara ibadah puasa dan diet medis yang dianjurkan para dokter. Namun, keduanya memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. Perbedaan tujuan itu ditentukan oleh niat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. (Q.S. al-Bayyinah/98: 5)

Rasulullah SAW dalam sebuah hadits juga menegaskan tentang pentingnya niat sebelum melakukan ibadah,

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan memperoleh balasan sesuai dengan apa yang telah diniatkannya.” (H.R. Bukhari)

Berdasarkan Al-Qur‟an dan al-Hadits diatas, para ulama bersepakat bahwa niat itu hukumnya wajib pada segala amal perbuatan, termasuk puasa. Para ulama memberikan penjelasan:

  • Pertama, jika puasa wajib, Ramadhan misalnya, maka niat puasa harus dilakukan mulai malam hari sampai sebelum terbit fajar. Niat puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, dan puasa nadzar, maka niatnya harus dilakukan sebelum terbit fajar sebagai tanda dimulainya waktu puasa. Jika dilakukan setelah terbit fajar maka puasa wajib itu tidak sah.

  • Kedua, jika puasa itu sunah maka waktu niat boleh dilakukan pada malam hari atau boleh juga setelah terbit fajar asalkan belum makan, minum, serta tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Syarat-syarat puasa

Syarat dalam puasa adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan puasa. Jika syaratnya terpenuhi maka ia boleh melakukan puasa dan sah ibadah puasanya, tetapi jika syaratnya tidak terpenuhi maka ia tidak diperkenankan melakukan puasa. Selanjutnya jika ia terpaksa melakukan puasa padahal syarat-syaratnya belum terpenuhi maka ibadah puasanya dianggap tidak sah.

1) Menurut mazhab Hanafi, syarat puasa ada tiga, yaitu:

Syarat wajib puasa ada empat:

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Balig
  4. Mengetahui kewajiban puasa bagi orang yang masuk Islam di medan pertempuran atau bagi orang yang berada di negeri Islam.

Syarat wajib pelaksanaan puasa ada dua:

  1. Selamat dari penyakit, haid, dan nifas
  2. Bermukim (iqamah)

Syarat sah puasa ada tiga:

  1. Niat
  2. Tidak ada halangan puasa, seperti haid dan nifas
  3. Tidak ada hal yang membatalkan puasa

2) Menurut mazhab Maliki, syarat puasa ada tiga, yaitu:

Syarat wajib puasa ada tiga:

  1. Balig
  2. Sehat
  3. Bermukim (iqamah)

Syarat sah puasa ada dua:

  1. Islam
  2. Waktu yang layak untuk berpuasa

Syarat wajib dan syarat sah puasa secara bersamaan ada tiga:

  1. Suci dari darah haid dan nifas
  2. Berakal
  3. Niat

3) Menurut mazhab Syafi‟i, syarat puasa ada dua, yaitu:

Syarat wajib puasa ada empat:

  1. Islam
  2. Balig
  3. Berakal
  4. Mampu

Syarat sah puasa juga ada empat:

  1. Islam ketika berpuasa
  2. Mumayiz atau berakal sepanjang siang
  3. Suci dari haid dan nifas sepanjang siang
  4. Waktu yang layak untuk berpuasa

4) Menurut mazhab Hanbali, syarat puasa ada dua, yaitu:

Syarat wajib puasa ada empat:

  1. Islam
  2. Balig
  3. Berakal
  4. Mampu berpuasa

Syarat sah puasa ada empat:

  1. Niat
  2. Suci dari haid dan nifas
  3. Islam
  4. Berakal

Puasa “ saumu ” menurut bahasa arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan bicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah yaitu “menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, muli dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Shiyaam berasaldari kata ‘shaama’ yang artinya ‘amsaka’ (menahan). Puasa (shiyaam) secara istilah adalah menahan diri dari sesuatu yang khusus (misalnya, menahan diri dari makanan, minuman, dan berhubungan badan) dan dilakukan dengan niat puasa. Jika seorang menahan diri dari berbicara, maka dia dikatakan ‘orang yang berpuasa’ (shaim). Karena, puasa secara bahasa adalah menahan diri. Alloh berfirman dalam Surat Maryam :

Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia punpada hari ini.” (QS. Maryam:26).23

Orang yang di sebut shaaim, artinya ia sedang menahan diri dari perkataan. Dalam istilah syariat islam, puasa atau shaum berarti suatu bentuk ibadah berupa menahan diri dari makan, minum, hubngan seks, dan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai waktu maghrib dengan iat mencari Ridha Alloh.

Puasa yang diperintahkan dan dianjurkan dan diperintahkan dalam Al- Qur’an dan sunnah adalah aktivitas meninggalkan, membatasi, menjauhi. Dalam pengertian lain,puasa ialah aktivitas menahan dan menjauhi dari dorongan perut dan kemaluan dengan niat mendekatkan diri kepada alloh SWT.

Puasa merupakan pendidikan dan pelurusan jiwa dan penyembuh bagi berbagai penyakit jiwa dalam tubuh. Hal ini dikarenakan pencegahan dari makan dan minum, sejak sebelum fajar hingga terbenamnya matahari pada semua hari bulan ramadhan, merupakan latihan bagi manusia dalam melawan dan menundukkan hawa nafsunya. Dengan ini, dapat tertanam semangat ketakwaan pada dirinya. Alloh berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 183 :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Al-baqarah: 183).

Dengan kata lain, puasa dapat menghindarkan diri dari berbagai maksiat. Sebab puasa bisa menundukkan hawa nafsu yang mendorong tindakan maksiat. puasa juga merupakan latihan bagi manusia untuk bersabar dalam menahan lapar, haus, dan mencegah hawa nafsu. Selanjutnyya, kesabaran yang dipelajari dari puasa akan diterapkan diseluruh aspek kehidupannya. Kesabaran merupakan tindakan terpuji yang diperintahkan Alloh kepada manusia untuk menjadikannya sebagai perhiasan.

Syarat Wajib dan Syarat Sah Puasa


Adapun syarat wajib dan sahnya puasa adalah sebagai berikut :

  1. Syarat-syarat wajib berpuasa itu ada 3 perkara, menurut sebagian keterangan 4 perkara, yaitu :

    • Islam
    • Sudah dewasa (Baligh)
    • Berakal sehat
    • Kuasa (mampu) mengerjakan puasa.
  2. Syarat Syahnya Puasa adalah :

    • Islam

    • Tamyiz, artinya orang-orang/ anak-anak yang dapat membedakan antara baik buruk, tegasnya bukan anak yang terlalu kecil dan bukan orang gila

    • Suci dari haid dan nifas, wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka berpuasa, tapi wajib qada’ pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia tinggalkan

    • Tidak di dalam hari-hari yang di haramkan berpuasa.

  3. Rukun Puasa

    Rukun puasa adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang sedang melakukan puasa, apabila rukun tersebut tidak di tunaikan maka puasanya tidak sah. Diantara rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut :

    • Niat
    • Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.