Janji Hanyalah Sebuah Janji

Tak pernah lepas dan hilang dari ingatanku tentang momen waktu itu. Betapa bodohnya aku saat itu ketika mengingatnya lagi. Kenalkan, aku Ibang mahasiswa semester akhir yang sedang menempuh skripsi. Skripsi yang aku buat memang menurutku cukup susah untuk di jalani, mulai dari tema penelitian yang aneh, lalu pengolahan data yang rumit dan ditambah dengan dosen pembimbing yang minta ini itu banyak sekali sampai aku bingung harus mengerjakan yang mana terlebih dahulu.

Siang itu, setelah aku mengajukan revisi kesekian kalinya pada dosenku yang tercinta, udara di jogja cukup panas sekali dan rasanya minum es buah adalah pilihan terbaik saat itu. Sesampainya disana, aku berpikir ngga enak juga ya minum es buah tapi cuma diam-diam aja. Akhirnya, aku menelepon kawanku untuk menemaniku minum. Namanya Iyan.

Tak lama menunggu, Iyan datang juga dengan perawakan tinggi kurus menggunakan jaket denim dan sepatu converse andalannya.

“Tumben bangetkoh, koe ngajak nyong mangan. Ana apasih, bang? Bar jadian maning apa ?” kata Iyan.

“Mas, tambah es buahnya satu ya. Hess ngawur kan, lambene lah. Biar ngga sepi aja. Ngga enak kan minum sendiri.” kataku.

“Eh yan, skripsimu apa kabar? katanya mau nikah cepet sama Nike tapi kok ngga sidang- sidang ?” (sambil menyenggol bahu Iyan)

“Cangkemmu tak sumpel baen kene !! Yo sabar bang, lagi usaha ini loh. Ngerjain sambil mengumpulkan niat. Emang nggone koe wis rampung apa ?” balas Iyan.

“Belum lah, kalau udah ngga bakal kita kumpul kaya begini bego. Yan, lagi-lagi aku revisi tentang olah data. Engga bosen ya Pak Syamsul mengoreksi skripsiku. Lima kali revisi yan, Bayangkan !! 5 kali bolak-balik print. Abis duit aku.” kataku sambil sedikit emosi.

“Sabar to bang, semua ada waktu dan prosesnya. Kurangin mengeluhnya, yuk kerjain skripsi bareng sama aku. Biar, kita bisa sidang dan lulus bareng-bareng Bang.”

“Serius, Yan? Aku juga bakal bantu skripsimu. Saling bantu ya, Yan. Makasih banget udah dibantu skripsiku.” kataku senang.

Saat itu aku merasa senang sekali karena aku pikir tidak begitu susah juga jadinya kalau dikerjakan secara bersama-sama. Setiap masalah setidaknya bisa dipikir dengan dua kepala dan bukan satu kepala saja. Semua berjalan secara lancar awalnya. Aku bantu Iyan dan sebaliknya begitu. Tapi, akhir-akhir ini rencana yang sudah disepakati di awal oleh kita berdua mulai sedikit buyar dan berantakan. Mulai dari Iyan menjadi malas-malasan untuk membantu aku lalu uang yang semakin menipis akibat revisi yang tidak kunjung usai. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertemu dengan Iyan dan membahas tentang masalah ini.

Aku coba mengirim pesan untuk bertemu tapi ternyata masih centang satu alias pesanku terkirim tetapi tidak dibaca olehnya. Tak habis akal, aku mencoba menelepon Iyan berulang kali mulai dari Telepon WhatsApp dan nomor, namun hasilnya masih nihil.

“Kemana perginya Iyan, sih ? dihubungi susah banget. Di chat ngga dibalas, ditelpon juga ngga diangkat!” Emosiku sudah tak bisa kutahan lagi.

Tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk dan ternyata Iyan. Seketika langsung ku balas dan meminta untuk bertemu denganku di tempat seperti biasa.

Aku dan Iyan tiba di tempat biasa secara bersamaan. Setelah masing-masing kami memesan diliputi dengan suasana yang tidak nyaman. Aku membuka percakapan itu.

“ Yan, kamu maunya gimana ?” tanyaku masih menahan emosi.

“Maaf bang, aku minta maaf bang.” Kata Iyan.

“Maaf gimana ? Kan kita udah pernah janji dulu, kamu bantuin aku terus aku bantuin kamu. Masa kamu lupa sama omongan itu, Yan ?” Tanyaku.

“Maaf bang, aku ngga lupa sama janji itu. Aku udah bantu kamu bang, aku bantu kamu ambil data, olah data semuanya aku bantuin kan. Tetapi, giliran aku yang minta tolong kamu ada saja alasannya, yang katanya lagi ada urusan, ada janji sama orang terus kamu ngga pernah tepat waktu kalau ketemu. Itu namanya bantuin aku, Bang ? Egois kamu, Bang. Kamu sendiri yang lupa sama janji itu. Makasih ya Bang, tanpa kamu aku juga bisa menyelesaikan skripsiku sendiri dan akhirnya aku bisa sidang besok. Sekarang terserah sama skripsimu aku udah bodo amat dan capek sama kamu, Bang.” Iyan emosi dan meninggalkanku disana.

Aku masih diam tertegun disana atas apa yang baru terjadi barusan. Aku tak habis pikir ternyata memang akulah sendiri yang egois. Aku minta maaf Iyan. Sekarang semuanya sudah usai dan janji hanya menjadi omongan belaka saja.

#LombaCeritaMini #2.0 #dictiocommunity #EgoismediSekitarKita #CeritaDiRumahAja #DiRumahAja