Jangan Mempertanyakan Perkataan Wali

Taman Surga

Lebih baik tidak mempertanyakan perkataan seorang wali. Sebab dengan bertanya, kamu akan memprovokasi dan memaksanya menciptakan kebohongan. Karena jika ia ditanya oleh seorang materialis, maka ia wajib untuk menjawabnya. Tetapi bagaimana sang sufi bisa sepenuhnya jujur kepada orang yang tidak mampu memahami jawaban yang diberikannya? Mulut dan kedua bibir orang materialis tidak mampu menerima suapan jawaban sang wali. Jadi, sang wali berkewajiban untuk menjawab pertanyaan orang-orang sesuai dengan kemampuan si penanya, yakni dengan menciptakan sebuah kebohongan agar bisa segera terlepas darinya. Meski semua yang dikatakan wali adalah benar dan tidak tidak bisa disebut sebagai kebohongan, secara subyektif, si penanya akan merasa bahwa jawaban itu adalah benar, dan bahkan lebih dari sekedar benar.

Seorang darwis memiliki seorang murid yang selalu mengemis kepadanya. Suatu hari, ia membawa sepotong roti hasil dari jerih payahnya mengemis kepada darwis tersebut. Darwis pun menyantap roti itu, dan pada malam harinya ia mimpi basah. Lalu ia bertanya kepada murid itu,

“Dari mana kamu dapatkan roti itu?”

Ia menjawab,

“Seorang perempuan cantik memberikannya kepadaku secara cuma-cuma.”

Darwis menjawab:

“Demi Allah, aku tidak pernah mengalami mimpi basah selama dua puluh tahun. Ini pasti karena aku memakan roti pemberian perempuan cantik itu.”

Oleh karena itu, seorang darwis harusnya berhati-hati dan tidak menyantap sisa roti dari orang lain. Karena darwis begitu lembut, hal kecil pun akan memberikan pengaruh kepada dirinya dan tampak di hadapannya, seperti seberkas noda hitam yang tampak jelas pada pakaian yang putih bersih. Berbeda dengan baju yang menjadi hitam karena kotor bertahun-tahun dan bahkan warna putihnya pun menjadi hilang, meski seribu macam kotoran dan bintik noda melekat pada baju itu, maka tidak akan terlihat di hadapan orang lain.

Karenanya, seorang darwis tidak seharusnya menyantap sisa makanan orang-orang zalim, makananan yang tidak diketahui asal-usulnya, dan makanan mereka yang tenggelam dalam dunia raga. Karena sisa makanan orang-orang seperti itu akan memberikan pengaruh kepada darwis itu, dan pikiran yang buruk akan muncul dari sisa makanan asing itu. Sebagaimana ia mimpi basah karena memakan sisa makananan seorang perempuan cantik.

Wallahu a’lam .

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum