Inspiratif "menyongsong kematian"

4-cerita-orang-miskin-dilarang-sakit

Pak Permana meninggal dunia," kata teman saya di telepon. Saya terkesiap. Dua hari lalu saya sempat bertemu dengan Pak Permana.

Masih segar bugar. Kami ngobrol ngalor-ngidul, sambil bersenda gurau dan tertawa-tawa. Tidak ada tanda-tanda sedikit pun hidup Pak Permana akan
sesingkat itu. Rupanya, Pak Permana terkena serangan jantung.

Sehabis bermain tenis, ia mengeluh dadanya sakit. Lalu, tidak lama sesudah itu ia pingsan. Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia mengembuskan
napasnya yang terakhir.

Begitulah hidup. Sangat ringkih. Bisa dibilang, kita ini berada di bawah bayang-bayang kematian. Setiap saat kita bisa dijemput oleh kematian. Kapan saja dan di mana saja. Tidak saja ketika usia kita sudah uzur atau ketika tubuh sakit-sakitan. Namun juga saat kita “masih” di usia muda, berada di puncak karier, dan di saat tubuh kita sehat.

Kematian tidak pandang bulu; tidak pandang usia; tidak pandang situasi dan kondisi kita. Pemazmur bahkan mengibaratkan hidup kita ini seperti rumput; yang di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, akan tetapi di waktu petang ia sudah lisut dan layu.

Lalu bagaimana? Apakah kita pasrah dan pasif saja menjalani hari-hari, sekadar untuk menunggu kematian datang? Tidak. Kesadaran bahwa kita bisa kapan saja dijemput kematian seharusnya mendorong kita untuk hidup dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.

Soal kapan pun kematian itu datang menjemput, kalau kita sudah berusaha hidup bijak dan bajik di dalam Tuhan, kita akan menghadapinya dengan tenang. Untuk itu, kuncinya adalah berjaga-jaga senantiasa.

Apa pesan moral dari kisah tersebut?

SUMBER :

Setiap yang bernyawapasti akan menjemput ajalnya. Kita tidak pernah tahu kapan ajalitu tiba dan bagaimana ajal itu menghampiri kita. Selama tuhan masih memberikan kesempatan untuk tinggaldan hidup, lakukanlah hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain, tebarkanlah hal-hal positif kepada oranglain agar mereka selalu ingat bahwa pernah hidupmanusiayang bermanfaat bagi sesamanya.