Ilmu Perenungan Dan Ilmu Argumentasi

Taman Surga

Kita seperti sebuah mangkuk di atas permukaan air. Ketika mangkuk itu bergerak, maka pergerakannya itu bukan dikendalikan oleh mangkuk, melainkan oleh airnya.

Seseorang berkata:

“Ini pernyataan umum. Tapi hanya sebagian manusia saja yang tahu bahwa mereka berada di atas permukaan air, sementara sebagian yang lainnya lagi tidak mengetahuinya.”

Maulana Rumi berkata:

Jika itu adalah pernyataan umum, maka pernyataan spesifik yang berbunyi: “Hati orang yang beriman berada di antara dua jari Yang Maha Pengasih,” tidaklah benar.

Allah berfirman:

“(Tuhan) Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan al-Qur’an. [QS. ar-Rahman: 1-2]

Tidak bisa kita mengatakan : “Hukum ini berlaku umum.” Allah telah mengajarkan semua ilmu pengetahuan, jadi kenapa harus mengkhususkan pada pengajaran al-Qur’an saja? Allah yang telah menciptakan langit dan bumi

Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. [QS. al-An’am: 1],

lantas kenapa harus mengkhususkan hanya pada langit dan bumi, bukankah Allah yang telah menciptakan semua yang ada di dunia ini? Tak perlu diragukan lagi bahwa semua mangkuk berjalan di atas permukaan air adalah karena kuasa dan kehendak Allah, tapi pantaskah menisbahkan sesuatu yang rendah pada Yang Maha Tinggi? Ini seperti mengatakan: “Wahai pencipta kotoran, kentut dan angin kecil.” Justru yang pantas adalah: “Wahai pencipta langit dan pencipta kecerdasan.” Dengan demikian, pengkhususan ini memiliki faedah. Meskipun keterangannya umum, tapi pengkhususan terhadap sesuatu menjadi bukti atas pemilihan sesuatu tersebut. Kesimpulannya adalah: mangkuk berjalan di atas permukaan air, dan air membawa mangkuk tersebut ke tempat di mana mangku-mangkuk yang lain akan melihatnya. Air juga membawa mangkuk lain ke tempat di mana mangkuk-mangkuk yang lainnya lagi akan menjauh darinya dan malu padanya. Air akan memberikan ilham dan kemampuan pada mangkuk-mangkuk itu untuk lari darinya, mereka berdoa: “Ya Allah, jauhkanlah kami darinya,” tapi untuk mangkuk yang pertama mereka berdoa: “Ya Allah, dekatkanlah kami padanya.”

Orang yang menganggap bahwa semua ini adalah pernyataan umum berkata: “Dilihat dari kacamata ketundukan, kedua mangkuk itu dikendalikan oleh air.” Untuk menjawabnya bisa saja dikatakan: “Jika kamu bisa melihat kelembutan, kemegahan dan keindahan yang mengapungkan mangkuk di atas air itu, maka tidak mungkin kamu punya keinginan untuk menyebutnya sebagai pernyataan umum.” Seperti sosok orang yang dirindukan menyatu dengan bermacam kotoran dalam eksistensinya, namun seorang kekasih tidak mungkin untuk berkata:

“Aku dan kekasihku adalah pasangan dalam kerja dan kotoran yang dihasilkan dari dua orang yang berbagi tempat yang sama dengan tubuh-tubuh yang membusuk.”

Tapi berbagai istilah ini tidak bisa disematkan untuk orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan setiap orang yang menyebutnya sebagai pernyataan umum, akan dimusuhi oleh si perindu dan akan menganggapnya sebagai setan.

Tetapi karena kamu lebih memerhatikan sifat-sifat umum dan mengabaikan keindahannya yang khusus, tidak baik bila aku berdiskusi denganmu, karena kata-kata kita berkelindan dengan keindahan. Sementara menampakkan keindahan kepada selain ahlinya adalah perbuatan zalim. Maka tidak baik bagiku untuk menampakkannya kepada selain ahlinya.

“Jangan berikan hikmah selain kepada ahlinya agar kamu tidak berlaku zalim padanya (ahli hikmah) dan jangan pula kamu mencegah hikmah dari selain ahlinya agar kamu tidak berlaku zalim pada mereka.”

Ini adalah ilmu perenungan, dan bukan ilmu argumentasi. Mawar-mawar dan bunga-bunga lainnya tidak akan mekar di musim gugur karena hal itu jelas melanggar dan bertentangan dengan karakter musim gugur. Padahal bunga mawar tidak memiliki karakter untuk melawan musim gugur. Jika sang surya sudah melakukan tugasnya, maka sang mawar akan bermekaran di cuaca yang stabil dan cerah. Jika tidak, maka dia akan menyembunyikan kepalanya dan kembali ke akarnya. Musim gugur akan berkata pada mawar:

“Kalau kamu memang jantan dan bukanlah ranting yang kering, menghadaplah padaku.”

Sang mawar menjawab:

“Di hadapanmu aku hanyalah sebatang kayu kering dan bukanlah pejantan. Katakan apa pun yang kamu mau.”

Wahai penguasa kebenaran, bagaimana bisa Engkau menganggapku munafik?

Aku hidup bersama orang-orang yang hidup, dan aku mati bersama mereka yang mati!

Wahai kamu yang menjadi sinaran agama, seandainya ada seorang nenek renta yang sudah tidak punya gigi dan wajahnya keriput seperti punggung sekor kadal datang dan berkata padamu: “Jika kamu pemuda yang jantan, lihatlah, aku sudah berada di depanmu, lihatlah kuda dan gadis-gadis cantik itu, lihatlah medan itu, tunjukkan kejantananmu kalau kamu seorang laki-laki.” Pasti kau akan berkata: “Aku berlindung kepada Allah, demi Allah aku bukan laki-laki. Apa yang mereka katakan kepadamu tentang aku adalah omong kosong. Kalau kamu sekutu kehidupan, maka ketidakjantanan adalah lebih baik bagiku.”

Seekor kalajengking datang dan mengangkat penyengatnya di depan salah satu anggota tubuhmu, seraya berkata: “Aku dengar kamu adalah lelaki yang banyak tertawa dan selalu bahagia. Sekarang tertawalah agar aku bisa mendengar tawamu.” Dalam keadaan seperti ini, manusia akan berkata: “Sekarang, setelah kamu datang, aku tidak bisa tertawa lagi dan aku tidak punya humor yang menggembirakan. Apa yang mereka katakan padamu tentang aku hanya sebuah kebohongan. Seluruh hasrat tawa yang kumiliki sedang disibukkan untuk mendorongku agar menjauhkanmu dariku.”

Seseorang berkata pada Rumi:

“Engkau merintih sampai nuranimu hilang. Janganlah engkau merintih agar nuranimu tidak hilang.”

Maulana Rumi menjawab:

“Terkadang nurani akan hilang meskipun kamu tidak merintih, karena ia mengikuti perbedaan keadaan. Kalau tidak demikian, Allah tidak akan berfirman:

“Sesungguhnya Ibrahim adalah orang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. al-Taubah: 114)

Jika memang merintih bisa menghilangkan nurani, maka menampakkan kepatuhan pada Allah bukanlah suatu kewajiban, sebab tidak ada penampakan selain dari hati.

Apa yang kamu ucapkan ini sejatinya adalah untuk menghasilkan nurani. Jadi, jika ada seseorang sedang mengasah nuraninya, maka kamu harus membesarkan hatinya agar ia mampu mencapai nuraninya itu. Ini seperti memanggil orang yang sedang tidur: “Bangun, siang sudah tiba, dan kafilah sudah berlalu.” Yang lain berkata: “Jangan berteriak, dia sedang bersambung dengan nuraninya. Gangguanmu hanya akan membuat nuraninya hilang.” Si lelaki menjawab: “Nuraninya sudah musnah, sementara nurani yang ini bebas dari kerusakan.” Mereka berkata: “Jangan mengacau, karena teriakan hanya akan menghalangi pikirannya.” Si lelaki menimpali: “Teriakanku akan menggerakkan orang yang tidur ini untuk berpikir. Dalam keadaan tidur memang itu tidak bisa dia lakukan, tapi setelah bangun ia akan mulai berpikir.”

Jeritan itu ada dua macam: Jika pengetahuan si penjerit lebih besar dari orang yang sedang tidur, maka jeritannya akan membuat daya pikir orang itu meningkat. Sebab selagi yang mengingatkan adalah pemilik ilmu dan kesadaran—maka jika dia membangunkan seseorang dari tidur kelalaiannya—maka ia akan memberitahukan pada orang tersebut akan alam itu dan berusaha menariknya ke sana, sehingga pikirannya akan terus meningkat, karena dia telah dipanggil dari tempat yang tinggi. Sebaliknya, jika pengetahuan si penjerit lebih rendah dari orang yang sedang tidur, maka ketika ia membangunkan orang itu, pandangannya akan menjadi rendah. Sebab ketika si pemberi peringatan memiliki martabat yang rendah, pandangannya pun rendah dan pikirannya akan tersungkur ke alam kenistaan.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum