Hukum jual beli barang antik

Apakah ada hukum atau undang-undang yang mengatur hukum jual beli barang antik?

Tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai barang antik. Akan tetapi, terkait jual beli barang antik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Pedagang barang antik termasuk sebagai Pihak Pelapor yang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU 8/2010”) dan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-12/1.02.1/PPATK/09/11 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lainnya.

Untuk itu pedagang barang antik juga tunduk pada pengaturan dalam UU 8/2010. Salah satunya adalah Pihak Pelapor wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”).[1]

Pedagang barang antik sebagai Pihak Pelapor wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa (pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor[2] – dalam hal ini pembeli barang antik) yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur.[3] Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dilakukan pada saat:[4]

a. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;

b. terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

c. terdapat Transaksi keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau

d. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa.

Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat:[5]

a. identifikasi Pengguna Jasa;

b. verifikasi Pengguna Jasa; dan

c. pemantauan.

  1. Jika barang antik tersebut diimpor oleh penjual, maka penjual harus memiliki Angka Pengenal Impor Umum (API-U) yaitu tanda pengenal sebagai importir yang diberikan hanya kepada perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan.[6] Barang antik masuk ke dalam kelompok pos tarif/HS 97.01 s.d 98.03.

  2. Selain itu harus dilihat juga ketentuan mengenai pajak. Misalnya jika barang antik tersebut berupa porselen, tanah lempung Cina atau keramik, maka barang tersebut termasuk Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen).[7]

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2004 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dlkenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

  3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 59/M-DAG/PER/9/2012 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).

Sumber : www.hukumonline.com