Belakangan ini dunia perpolitikan Indonesia, di warnai dengan munculnya sejumlah para artis yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau sebagai wakil rakyat (DPR). Tujuan para artis ini masuk dalam dunia politik, entah di tunjang kapasitas yang dimiliki atau hanya mengandalkan popularitas semata. Populasi artis ini kebanyakan mengisi di panggung legislatif, bahkan sekarang merambah menjadi seorang kepala daerah.
Istilah celebrity politics atau yang lebih dikenal selebritis politik, telah menjadi bagian dalam dunia perpolitikan di dunia, khususnya Indonesia tersendiri sebagai negara demokrasi. Dari tahun ke tahun panggung perpolitikan atau pemilihan umum diramaikan oleh wajah-wajah artis populer, baik dari segi artis lawas atau artis pendatang baru yang usia nya lebih muda. Bagi para artis masuk dalam dunia politik, merupakan hal yang paling mudah dalam segi sosialisasi nya. Dengan modal popularitas yang dimiliki, sosialisasi dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan untuk wakil rakyat sangatlah mudah dilakukan dan tidak usah bekerja keras lagi untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat.
Latar belakang artis yang ikut andil dalam dunia politik dari kepala daerah hingga calon lesgislatif dari berbagai macam figure, mulai dari artis sinetron, presenter, penyanyi, musisi, bintang iklan, hingga pelawak. Hal ini menjadi sangat fenomena karena kesuksesan menjadi kepala daerah atau anggota DPR sangat menggiurkan.
Artis yang selama menjalani karirnya hanya sibuk dengan dunia akting, pemotretan akan mengerti dengan aspirasi masyarakat? Akankah mereka punya kepekaan terhadap kondisi ekonomi, social, hukum dan sebagainya yang sering terjadi di masyarakat? Masyarakat kontra terhadap terjunnya para artis kedunia politik pasti akan berfikir seperti ini. Beda lagi dengan masyarakat yang pro, yang akan berfikir siapa saja boleh masuk kedalam dunia politik, karena setiap warga negara mempunyai hak kemerdekaan dalam berserikat dan berkumpul. Hal tersebut menjadi hak bagi setiap individu yang terjun langsung dalam ranah perpolitikan.
Sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28, yang menyebutkan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, kemudian diperkuat lagi dalam pasal 28 C (1)Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia menjunjung tinggi hak asasi setiap warga negaranya dalam berpolitik.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem demokrasi atau pemilihan langsung oleh rakyat, dalam pemilihan umum tersebut sangat menuntut para calon untuk mensosialisasikan dan mempromosikan dirinya untuk dapat dipilih oleh rakyat. Ketenaran dan popularitas sangat mempengaruhi besar kecilnya suatu suara yang diperoleh, daripada mempertimbangkan latar belakang dan kapasitas mereka dalam dunia politik, karena kebanyakan dari para artis tersebut merupakan pendatang baru yang sama sekali tidak memiliki kapasitas dalam dunia politik, yang bahkan bisa membawa persoalan di kemudian hari akan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
Fenomena yang terjadi pada saat ini banyak artis yang direkrut menjadi kader sebuah partai politik, hanya untuk menjaga eksistensi dari partai politik itu sendiri, tanpa memikirkan kepentingan dan masa depan negara kedepannya. Mensosialisasikan partai politik menggunakan artis atau public figure dinilai sangat efektif, karena masyarakat Indonesia saat ini menganut budaya pop atau lebih dikenal budaya yang sangat disukai secara massal. Dengan kata lain, apa yang saat ini disukai oleh masyarakat pasti akan dipilih tanpa memandang latar belakang apapun.
Budaya pop yang dianut oleh masyarakat Indonesia, mengalahkan kekalahan tokoh yang telah lama berkecimpung di dunia politik, dengan popularitas yang dimiliki oleh segelintir artis yang baru saja mengikuti bursa politik. Pada hakikatnya menjadi wakil rakyat itu harus memperjuangkan apa yang diharapkan dan di cita-citakan oleh rakyat untuk bangsa ini kedepannya, bukan mencari keuntungan individu atau sekelompok saja.
Peran serta pemahaman masyarakat terhadap dunia politik saat ini, sangat kurang. Contohnya saja, pada setiap pemilihan umum kepala daerah pada tahun 2019 kemarin, kebanyakan dari setiap masyarakat tidak tahu siapa calon pemimpinnya atau hanya tahu karena popularitas yang dimiliki calon tersebut. Kemampuan dan pengalaman dalam segi pembangunan pada masyarakat atau bahkan visi misi yang di usung, saat ini tidak lagi jadi pertimbangan bagi sejumlah masyarakat untuk memilih calon pemimpin mereka.
Fenomena caleg artis ini perlu diperhatikan oleh semua lapisan masyarakat, apalagi artis yang belum memiliki pengalaman dalam dunia politik, yang ada nanti pada masa kepemimpinannya disetir oleh kepentingan partai politik yang mengusungnya. Bahkan kebanyakan janji yang dibuat pada masa kampanye akan dilupakan, ketika sudah terpilih dan duduk di bangku politik. Pada dasarnya menjadi seorang pemimpin atau wakil rakyat itu tidak semudah seperti berakting dalam layar kaca.
Pengharapan yang sangat besar, para artis yang terjun kedalam dunia politik sadar akan fungsinya untuk menjunjung tinggi kepentingan rakyat, tidak hanya mendengar saja aspirasi rakyat, tapi mampu membuat suatu perubahan dan lebih amanah atas memegang kepercayaan rakyat. Pada hakikatnya segala keputusan ada ditangan mereka sebagai pemangku kebijakan publik, untuk menentukan negara ini kedepannya seperti apa dan nasib rakyat di masa depan seperti apa juga.
Sumber : https://m.ayobandung.com/read/2018/10/05/38911/fenomena-artis-nyaleg-di-indonesia