Filsafat apa yang terkandung dalam Tari Klasik Gaya Yogyakarta ?

Tari klasik gaya Yogyakarta telah ada sejak berdirinya Kesultanan Yogyakarta. Tari klasik gaya Yogyakarta atau Joged Mataram tidak sekadar dipahami sebagai seni olah tubuh namun juga dimaknai sebagai falsafah hidup. Jiwa dari Joged Mataram diungkapkan ke dalam empat unsur, sawiji, greged, sengguh, dan ora mingkuh.

Lalu, apa pengertian lebih lanjut mengenai falsafah tersebut?

Tari klasik gaya Yogyakarta atau Joged Mataram tidak sekadar dipahami sebagai seni olah tubuh namun juga dimaknai sebagai falsafah hidup. Jiwa dari Joged Mataram diungkapkan ke dalam empat unsur, sawiji, greged, sengguh, dan ora mingkuh. Keempat unsur ini tidak hanya diajarkan dalam seni tari, namun juga dihidupkan sebagai karakter rakyat Yogyakarta.

Sawiji berarti fokus, konsentrasi penuh namun tanpa ketegangan. Greged dapat diartikan sebagai semangat yang terkendali, kesungguhan untuk mencapai tujuan. Sengguh berarti rasa percaya diri tanpa kesombongan. Ora mingkuh dapat diartikan sebagai ketangguhan, tetap bertanggung jawab dan tidak berkecil hati saat menghadapi kesukaran-kesukaran.

http://kratonjogja.id/kagungan-dalem/13/tari-klasik-di-keraton-yogyakarta

Filosofi tari Klasik Yogyakarta atau Jogèd Mataram terdiri dari 4 (empat) hal yaitu: sawiji, greged, sengguh, dan ora mingkuh.

Sawiji

Sawiji adalah suatu konsentrasi penuh atau total dari seorang penari di atas pentas, akan tetapi konsentrasi tersebut tidak sampai menimbulkan ketegangan jiwa. Konsentrasi adalah suatu kemampuan seseorang penari untuk mengerahkan semua kekuatan pikiran pada suatu sasaran yang jelas.

Penari harus dapat atau mampu mentransformasikan dirinya pada suatu peran yang harus dibawakan atau dijalani. Konsentrasi penari tidak terikat oleh perasaan- perasaan yang aktual. Penari bebas dari kesadaran objektif yang aktual atau praktik perbuatan sehari-hari. Penari tidak mengekspresikan dirinya, tetapi mengkomunikasikan bentuk-bentuk perasaan melalui penyajian simbolis.

Konsentrasi total bukan berarti penari menjadi tidak sadarkan diri, namun peleburan seorang penari dengan karakter tari yang harus dibawakan.

Sawiji dimengerti bahwa penari sudah tidak memikirkan tentang hafalan maupun yang lain. Pikiran dan perasaan sudah memahami apa yang harus dilakukan dan apa saja yang akan dilakukan penari di atas pentas. Mulai penari berjalan masuk arena pentas, maka bukan dirinya lagi tetapi peran apa yang dibawakan. Semuanya itu dari dalam jiwa mengalir, apalagi dengan adanya bunyi instrumen atau musik, maka kepekaan penari terhadap peran yang dibawakan akan semakin meningkat.

Greged

Greged adalah suatu semangat yang membara yang ada pada jiwa seorang penari di atas pentas. Semangat yang dikerahkan itu tidak boleh dilepaskan begitu saja, tetapi harus ditekan atau diarahkan pada suatu yang normal atau wajar. Semangat seorang penari harus dikendalikan, yang pada gilirannya tidak akan berkesan atau kelihatan kasar. Greged merupakan pembawaan dari seorang penari. Unsur ini tidak dapat diajarkan/dilatih oleh orang lain atau guru.

Guru yang baik harus dapat mengetahui bila murid memiliki greged atau tidak. Apabila seorang penari mempunyai greged, maka guru tinggal mengarahkan ke arah yang benar. Penari yang baik harus memiliki greged, apabila ia tidak memiliki greged akan mengalami kesulitan dalam menyalurkan dinamika dalam diri karakter tari yang dibawakan. Penari yang memiliki greged yang baik, walaupun dalam keadaan sikap diam telah menimbulkan kesan adanya gerak di dalam jiwa dan karakter yang dibawakan (Soeryobrongto, 1981).

Sengguh

Sengguh adalah percaya pada diri sendiri yang tidak mengarah pada kesombongan penari di atas pentas. Percaya diri sendiri sangat penting bagi seorang penari. Penari yang telah tampil di atas pentas, harus percaya dengan sepenuh hati bahwa apa yang ditampilkan atau ditarikan adalah baik, dan orang lain atau penonton dapat menikmati dengan baik juga. Jadi seorang penari harus menjadi satu kesatuan dengan tarinya.

Seorang penari tampil di atas pentas bukan sebagai dirinya sendiri, tetapi ia membawakan misi untuk menyampaikan sesuatu kepada penonton atau penikmatnya. Sikap semacam ini harus diyakini, sehingga ia memiliki kepercayaan pada diri penari. Kepercayaan ini dapat menimbulkan sikap yang meyakinkan, pasti, dan tidak ragu- ragu dalam bahasa Jawa mbedhedheg (perasaan yang meluap-luap tetapi terkendali) (Soeryobrongto, 1981).

Ora Mingkuh

Ora mingkuh adalah pantang mundur atau tidak takut menghadapi kesukaran-kesukaran. Penari harus memiliki keberanian dalam menghadapi apa saja waktu pentas. Penari harus menepati janji atau kesanggupan dengan penuh tanggung jawab. Suatu keteguhan hati dalam menarikan suatu tarian atau memainkan suatu peran.

Keteguhan hati dapat berarti kesetiaan dan keberanian untuk menghadapi situasi apa saja dengan suatu pengorbanan penuh. Suatu contoh apabila seorang penari telah menyanggupi untuk menari, maka walaupun ia dalam keadaan sakit apabila masih dapat menari, ia harus melakukan dengan penuh tanggung jawab.

Ora mingkuh diri seorang penari meskipun dalam perjalanan untuk menuju tujuan yang luhur banyak menghadapi rintangan-rintangan, akan tetapi seorang penari tidak akan mundur setapakpun.