Faktor-faktor apa saja yang membuat manusia berbuat thagut?

Faktor-faktor apa saja yang membuat manusia berbuat thagut ?

Thaghut mempunyai arti melampaui batas, berbuat sewenang-wenang, kejam atau menindas, melebihi ketentuan yang ada, meninggi dan melampaui batas dalam hal pengingkaran.

Faktor-faktor apa saja yang membuat manusia berbuat thagut ?

Faktor utama yang menyebabkan manusia berbuat thaghut atau thughyan, dapat dilihat dari segi ibadah serta merasa memiliki banyak harta atau merasa memiliki kekuasaan yang dipatuhi. Keempat faktor thughyan di bawah ini, bila tidak ditanggulangi sesuai dengan Sunnatullah Ta’ala, dapat dengan mudah menghancurkan dan membinasakan seluruh umat manusia, di antaranya adalah :

1. Timbulnya penyembahan terhadap thaghut .

Di antara faktor yang terpenting dalam sejarah jahiliyah dahulu adalah adanya para thaghut dari kalangan manusia dan mengendalikan manusia untuk memenuhi syahwat mereka. Mereka menolak untuk kembali dengan segera apa yang Allah telah turunkan.

Mereka menetapkan aturan atau syari’at yang tidak ditetapkan oleh Allah sehingga mereka menghalalkan dan mengharamkan sesuatu dengan kemauannya sendiri, karena mengikuti hawa nafsunya, dan mereka memaksakan aturan atau syari’at mereka yang palsu kepada manusia dengan kekuasaan yang dimilikinya. Mereka para thughyan itu secara nyata menetapkan dirinya sebagai tuhan ketika mereka memberikan pada dirinya hak penetapan syari’at selain Allah, karena hanya Allah- lah yang memiliki hak membuat syari’at.

Dia adalah Sang Pencipta dan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui.

“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam *di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah- Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-A’raf/7: 54)*

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah/2: 216)

Allah dengan hak uluhiyah dan rububiyah -Nya kepada seluruh makhluk, dan dengan kesempurnaan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Dia-lah yang lebih berhak untuk mengatakan ini haram dan itu halal, ini baik dan itu jelek, ini boleh dan tidak boleh.

Maka apabila datang seseorang, siapa pun dia, dan mengaku dirinya memiliki hak penghalalan dan pengharaman akan sesuatu hal, melarang atau memperbolehkan, maka sungguh ia telah menjadikan dirinya sebagai Ilah selain Allah. Barang siapa mengikutinya dalam masalah ini maka ia telah menyekutukan Allah dalam beribadah. Para thaghut semacam inilah yang pertama kali mendustakan para rasul yang diutus Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia.

2. Thughyan Mal (harta).

Yakni thughyan yang disebabkan oleh harta, al-mal (harta) merupakan segala sesuatu yang hati kita condong kepadanya, jiwa menjadi nyaman dan dapat dijadikan sebagai perantara untuk mencapai segala keinginan hawa nafsu (baca, hasrat duniawi) berupa berbagai kenikmatan.

Bentuk zahir pengaruh thughyan mal ini adalah seseorang menjadi orang yang mutraf (bermewah-mewah dengan kehidupan dunia dan segala syahwatnya sehingga dengan nikmat itu menjadikannya lalim). Kebiasaan ini dipengaruhi oleh gaya hidup mereka yang penuh kesenangan melimpah dan menjadikannya sombong serta tenggelam dalam kenikmatan dan syahwat, menjadikan mereka lebih cepat daripada yang lain dalam mendustakan para rasul Allah dan menolak kebenaran yang dibawanya dengan dalil yang bathil, karena mereka bangga dengan apa yang mereka miliki berupa harta dan anak, merasa punya kedudukan dan kekuasaan yang tertinggi, banyak pengikut serta terpandangnya status sosial mereka di masyarakat.

Sunnatullah telah berlaku bagi orang- orang yang thughyan mal , dengan kenikmatan tersebut telah menjadikannya takabur sehingga mendustakan para rasul Allah dan menolak dakwahnya. Mereka pasti akan dibinasakan dan akan merasakan azab dari Allah. Sebagaimana firman Allah:

“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya.” (QS. al-Anbiya’/21: 11-13)

Dalam tafsiran ayat ini, sesungguhnya kaum yang zalim yang hidup dalam kemewahan, dimana kenikmatannya itu menjadikannya takabur dan lalim serta menolak kebenaran yang dibawa oleh para rasul, sungguh mereka telah menzalimi diri mereka sendiri dan menzalimi orang lain dengan kelakuannya tersebut, maka mereka berhak mendapatkan azab.

3. Thughyan Sulthan (kekuasaan).

Maksudnya di sini adalah manusia melampaui batas dan ukurannya disebabkan oleh kekuasaan yang dimilikinya, sebagai alat untuk memerintah atau melarang kepada orang lain yang harus dipatuhi, meskipun dengan cara paksa. Thughyan semacam ini banyak menjangkiti para hakim dan penguasa, karena kekuasaan dan thughyan mereka berinteraksi dengan manusia, yang mana mereka dicoba oleh buruknya thughyan sendiri.

Untuk gambaran contoh dari thughyan sulthan , sebagaimana telah dikisahkan dalam al-Qur’an. Seperti fenomena yang terjadi pada Fir’aun, maupun kaum-kaum yang telah diutus nabi untuk menyebarkan ajarannya. Sifat-sifat ( thughyan ) yang seperti ini kadang-kadang digambarkan oleh al- Qur’an sebagai sifat individu dan kadang-kadang sebagai sifat kaum/ kelompok.

Di antara thughyan sulthan adalah menzhalimi para manusia, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an :

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat kepada kaum ‘Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka azab, sesungguhnya tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS. al-Fajr/89: 6-14)

Ibn Katsir menafsirkan mengenai firman Allah (11) (12) maksudnya, mereka membangkang, congkak dan takabur di muka bumi dengan berbuat kerusakan dan menyakiti manusia. Dalam tafsir al- Qurthubi dijelaskan,(10) yakni tentara, pasukan perang, dan kelompok yang menyokong kekuasaannya. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn ‘Abbas,(11) yakni, kaum ‘Ad, Tsamud dan Fir’aun. Thaghaw , yakni mereka yang membangkang, congkak dan melampaui batas dalam kezhaliman dan permusuhan. (12) yakni lalim dan menyiksa.

Adapun balasan dari thughyan sulthan ini, dalam ayat di atas telah penulis sebutkan dari surat al-Fajr, setelah menceritakan thughyan Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya dinyatakan, “yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” Dalam tafsiran ayatnya disebutkan, yakni diturunkan kepada mereka siksaan dari langit dan ditimpakan kepada mereka balasan yang tidak bisa ditolak oleh orang-orang yang berbuat dosa.

Ayat di atas sebagai ancaman mutlak bagi orang-orang yang berlaku maksiat. Menurut sebagian ulama, sebagai ancaman bagi kekufuran. Sementara menurut sebagian ulama lainnya, sebagai ancaman bagi orang-orang yang berlaku berbuat maksiat dan bagi yang lainnya.

4. Zhalim

Kata zhalim , seperti yang sering kita lihat, biasanya senantiasa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai makna “wrong doer” atau “evil doer” , demikian pula dengan bentuk nominalnya zhulm senantiasa pula diterjemahkan dengan berbagai cara dan makna seperti “wrong” , “evil” , “injustice” dan “tiranny” . Akar kata zhulm tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam al-Qur’an. Ia merupakan salah satu makna yang bernilai paling negatif, dalam al-Qur’an kita menjumpainya dalam berbagai bentuk.

Adapun makna dari zhulm , menurut kebanyakan para ahli lughah, bermakna “berada pada kedudukan yang keliru”. Dalam bidang etika nampaknya berarti “bertingkah laku dengan cara tertentu hingga melampaui batas dan melanggar hak-hak dari orang lain.” Secara singkat, pengertian yang diterima secara umum dari kata zhulm adalah berbuat ketidak adilan secara melampaui batas dan melakukan sesuatu yang bukan haknya. Zhulm ini maknanya gelap, idenya ialah bahwa perbuatan jahat itu membuat hati seseorang menjadi gelap.

Kata zhulm , sebagaimana telah dikemukakan pada permulaan di atas, bermakna beberapa bentuk perilaku manusia yang melampaui batas yang telah disepakati secara umum dan melanggar hak orang lain. Namun yang kita harapkan bersama, justru sudah menjadi kewajiban bagi suatu negara haruslah mencegah tindakan kezhaliman dan melindungi orang-orang yang senantiasa dizhalimi, di samping menghukum orang yang berbuat zhalim .

Bentuk kezhaliman yang paling sadis adalah melindungi orang yang senantiasa berlaku kelaliman dan melampaui batas dalam hal berkuasa. Bentuk kezhaliman seperti ini dan yang lainnya, jika “diciptakan” oleh suatu negara, dilindungi atau disokong, maka akan memberikan efek psikis negatif dalam jiwa rakyatnya berupa putus harapan pada negara dan menimbulkan krisis kepercayaan. Jika keadaan ini semakin parah, maka sudah dipastikan rakyat akan bersikap masa bodoh terhadap negara, lemah loyalitasnya dan hilang jiwa patriotnya untuk mempertahankan dan melindunginya dari serangan pihak luar.

Keadaan ini akan semakin buruk berupa “senangnya” rakyat terhadap kehancuran dan musnahnya negara, meskipun negara lain menguasainya (dari pihak musuh), ucapan mereka menggambarkan kesenangan akan kehancuran negaranya dengan mengatakan, “sesungguhnya negara ini bukan rumah idaman kami yang di dalamnya terdapat keamanan, perlindungan, ketenangan terhadap hak- hak kami, dan tidak ada pembalasan bagi orang-orang yang berlaku zhalim .

Jika kezhaliman terus-menerus dilakukan dan tersebar luas yang diciptakan oleh negara, atau sengaja dilindungi dan tidak ada tindakan pencegahan serta pura-pura menutup mata, maka persoalannya akan berbalik arah, yakni akan membantu pihak musuh untuk bersama-sama menghancurkan negara yang mereka anggap sebagai musuh.

Maka, wajib bagi setiap manusia untuk menjelaskan kepada individu yang lainnya bahwa roda kehidupan berjalan atas aturan sunnatullah , di antaranya dalam pertarungan antara yang hak dan bathil. Oleh karenanya, perlu diketahui bagi setiap manusia bahwa untuk menumpas para thaghut dan penguasa yang zhalim , diperlukan suatu persatuan antara sesama manusia untuk konsisten dan menghimpun kekuatan satu sama lainnya untuk menumpas kezhaliman dan senantiasa selalu menegakkan amar ma’ruf serta mencegah nahyi mungkar.

Referensi

Laila Sari Masyhur, Thaghut dalam Al-Qur’an, JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 2, Juli 2012