Dunia Fana dan Keserakahan Manusia

Bagai bintang yang terkurung dalam gelap, hanya ditemani sedikit kilauan yang kemerlap. Kini aku hanya bisa berdiam diri di rumah ditemani rasa kehausan akan letihnya jiwa yang ingin segera ku singkap. Yah… meskipun, setidaknya aku masih bisa menengok dunia melalui teknologi yang ku genggam. Alih-alih mencari hiburan, nyatanya itu malah membuat perasaanku menjadi muram, dengan banyaknya berita yang memborbardir pikiran.

Sejenak terlintas dalam benakku akan bumi yang semakin menua. Dan seperti yang kita tahu, bahwa keabadian hanyalah milik Sang Pencipta. Tak selamanya bumi mampu menahan tubrukan asteroid di angkasa. Tak selamanya bumi mampu menopang beratnya beban dunia, tak selamanya dapat kuhirup segarnya udara atau wanginya bunga dan tak selamanya manusia mampu menatap pesona langit biru dan jingga pada sepasang mata.

Namun lihat apa yang sudah manusia lakukan pada semesta?

Bumi seenaknya diperkosa oleh keserakahannya. Laut di bom besar-besaran dan dirusak terumbu karangnya. Tanah dikeruk dalam sampai menunggu tiba waktu longsornya. Hutan dieksploitasi sampai punah habitatnya, dan pohon-pohon ditebang sampai kering krontang lahannya.

Manusia yang tak pernah merasa puas, melangkah dengan angkuh menganggap dirinya adalah sang penguasa. Mereka yang hanya sibuk mencari keuntungan semata, berlenggang bebas dengan seenaknya lalu berfoya-foya tanpa memikirkan bagaimana dampak kedepannya. Padahal pada ujungnya semua jiwa pun akan menemui titik ajalnya juga.

Kini semesta tertawa, menyaksikan manusia yang panik kesana kemari, karena daratannya sedang diselimuti oleh pandemi. Mereka lari berebut bahan konsumsi sampai seluruh stok di toko habis. Dan, lihatlah si lintah darat ini pun muncul, tak mau kalah aksi katanya. Mereka saling bersaing meninggikan harga berkali-kali lipat dari biasanya. Dan tanpa ragu, mereka mulai menyekik saudaranya sendiri, dan membuatnya semakin kesulitan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Bahkan dengan teganya sebagian dari mereka menolak penguburan saudaranya hanya karena sudah terinfeksi pandemi. Mereka berteriak “Jangan kuburkan disini, Pergi!” sambil melemparkan batu untuk mengusir kedatangan orang-orang pengantar jenazah yang kini mayatnya telah terbujur kaku. Permohonan dan isak tangis keluarganya tak lagi digubris. Entah apa yang dipikirkan oleh mereka? Tak ada lagi perasaan empati dalam sanubari, karena akalnya telah ditutupi oleh egonya sendiri.

Pandemi ini tentunya membawa nestapa bagi sebagian besar insan di dunia, ia berhasil menjatuhkan jutaan korban dalam hitungan bulan. Ia berhasil memisahkan jarak antar setiap insan. Terlebih lagi, ia juga berhasil menjauhkan kita dari ke-bhinekaan itu sendiri. Iya… Kita yang berseru bahwa kita satu dan NKRI harga mati? Hahaha… Bahkan kenyataannya sebagian dari kita, memilih untuk bersikap apatis dan tak mau peduli dengan keadaan sesama

Meskipun tak indah setidaknya melalui fenomena ini kita mendapatkan hikmah.

Bahwa semesta hanya menginginkan kita menjadi sederhana,dengan cara mensyukuri apa yang telah kita miliki dan saling mengasihi antar sesama umat manusia. Fenomena ini membangunkan kita yang selama ini sering bertindak gegabah dan menjadi serakah. Padahal, kita hanyalah setitik kecil di bandingkan dengan megahnya bimasakti. Jadi, tetaplah membumi karna sejatinya kita akan kembali bersatu dengan tanah kembali.

Meskipun fenomena ini merupakan musibah, setidaknya ini membuat hati kita pun tergugah.

Bahwa setiap tatap pertemuan memiliki nilai yang jauh lebih berharga dibandingkan sebuah ketikan atau suara lewat telepon. Terlalu banyak waktu yang terburas untuk menata masa depan agar sempurna, sampai lupa bahwa ada keluarga serta orang-orang terkasih yang selalu merindukan kehadiran kita juga.

#LombaCeritaMini #2.0 #dictiocommunity #EgoismediSekitarKita #CeritaDiRumahAja #DirumahAja #Pandemi #Covid-19 #Keserakahan #Alam

3 Likes

Ceritanya bagus. Sesuai realita yang terjadi saat ini.
Semoga manusia dapat mengambil hikmah di balik kejadian covid ini dan kelak mau menjaga keseimbangan alam. Dan alam ataupun penciptanya tidak lagi “menyentil” manusia akibat ulahnya.

Setuju banget setiap pertemuan itu pasti memiliki makna yang dalam, daripada hanya sekedar saling melempar suara via telepon. Suka banget sama tulisan kamuu, sangat relate dengan keadaan saat inii

1 Like

Kereeennn…
Sesuai dengan keadaan kita saat ini
Semoga dunia membaik seperti sediakala
Dan kita bisa beraktivitas kembali