Ibu Kerang : Anakku, Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tanganpun, sehingga ibu tak bisa menolongmu.
Ibu terdiam sejenak…
Ibu Kerang : Sakit sekali, aku tahu anakku, tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu, hanya itu yang bisa kau perbuat.
Anak kerang pun melakukan nasihat ibunya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang, Kadang di tengah kesakitannyam ia meragukan nasihat ibunya, Dengan air mata ia bertahan bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebuti mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang, dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Sekian tahun lamanya, sebuti mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Dirinya kini sebagai hasil derita bertahun-tahun lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebu di pinggir jalan.
Source : http://dongeng.org/anak-kerang/