Ryff (1989) mengemukakan adanya enam dimensi dalam psychological wellbeing, yaitu penerimaan diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain positif (relation with other people), menjadi pribadi yang mandiri (autonomi), mampu mengendalikan lingkungan (environment mastery), memiliki tujuan hidup (purpose in live), dan terus bertumbuh secara personal (personal growth).
1. Penerimaan diri atau self acceptance
Penerimaan diri atau self acceptance dijelaskan oleh Ryff (1989, hal.1071) sebagai kriteria dalam well being yang paling sering diulang-ulang pada perspektif sebelumnya. Ryff (1995) menyatakan penerimaan diri pada seseorang tidak hanya mencakup penerimaan dan kepemilikan atas dirinya sendiri seperti yang ditekankan oleh Maslow, Rogers, Allport, dan Jahoda, tetapi juga penerimaan terhadap baik buruknya kualitas diri, dan penerimaan terhadap masa lalunya. Penerimaan diri ini dijelaskan sebagai fitur utama dari kesehatan mental serta karakteristik dari aktualisasi diri, berfungsi secara optimal, dan matang. Seseorang dikatakan memiliki penerimaan diri yang tinggi jika ia memiliki perilaku positif terhadap diri sendiri, pengetahuan, dan menerima beberapa aspek dari diri, termasuk didalamnya kualitas baik atau buruk diri, dan merasa positif terhadap masa lalu. Seseorang dengan penerimaan diri yang rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa dengan apa yang terjadi pada masa lalunya, bermasalah terhadap kualitas diri tertentu, dan berharap menjadi orang yang berbeda (Ryff, 1989, hal.1072). Bertahan pada perilaku positif terhadap diri sendiri muncul sebagai karakteristik utama dari fungsi positif psikologi (Ryff, 1989, hal.1071).
2. Positif relation with others atau hubungan positif dengan orang lain
Pada dimensi positif relation with others atau hubungan positif dengan orang lain, menekankan pada pentingnya kehangatan dan mempercayai hubungan interpersonal. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen utama dari kesehatan mental. Aktualisasi diri dijelaskan memiliki empati yang kuat, dan afeksi untuk semua manusia, yang mampu menjalani cinta yang lebih besar dengan orang lain, pertemanan yang mendalam, dan identifikasi yang lebih lengkap dengan orang lain (Ryff, 1989, hal.1071).
Kehangatan berhubungan erat dengan kriteria dari kematangan seseorang. Seseorang tergolong memiliki hubungan positif dengan orang lain jika ia memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain, perduli terhadap kesejahteraan orang lain, mampu menjalani cinta yang lebih besar kepada orang lain, memiliki intimacy, mengerti hubungan saling memberi dan menerima dengan orang lain.
Seseorang akan dikatakan memiliki nilai rendah dalam hubungan positif dengan orang lain jika ia memiliki sedikit hubungan dekat dan mempercayai orang lain, mengalami kesusahan untuk hangat, terbuka, dan perduli dengan orang lain. Selain itu individu terisolasi dan frustrasi dalam hubungan interpersonal. Dikatakan individu tidak memiliki hubungan positif dengan orang lain jika ia tidak siap membangun komitmen atau kerja sama untuk melanjutkan ikatan yang penting dengan orang lain (Ryff, 1995).
3. Autonomy
Terdapat pertimbangan yang menekankan pada literatur sebelumnya seperti kualitas untuk menentukan diri sendiri, kemandirian, dan regulasi diri. Ryff (1989, hal.1071) menyatakan pada dimensi autonomy, individu yang otonom adalah mereka yang memiliki internal locus of evaluation, yang dijelaskan sebagai orang yang berfungsi secara penuh, yang tidak membutuhkan persetujuan dari orang lain, mengevaluasi dirinya sendiri sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri.
Seseorang dikatakan memiliki nilai otonomi tinggi jika ia memiliki determinasi diri, dan mandiri. Ia juga mampu untuk menghadapi dan mengatasi tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku tertentu. Selain itu individu juga dapat meregulasi tingkah laku dengan caranya sendiri, dan mengevaluasi dirinya sendiri sesuai dengan standar personalnya. Di sisi lain, seseorang dikatakan memiliki otonomi yang rendah jika ia memikirkan pengharapan dan evaluasi dari orang lain, menjadikan pendapat orang lain sebagai dasar dalam pengambilan keputusan penting, patuh terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku tertentu (Ryff, 1989, hal.1072).
4. Environmental mastery
Kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang nyaman dan sesuai untuk keadaan psikologis merupakan salah satu dari karakteristik kesehatan mental. Dalam tahap perkembangannya, manusia juga membutuhkan kemampuan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks (Ryff, 1989, hal.1071). Dimensi environmental mastery ini menekankan pada kemampuan seseorang untuk maju dan mengembangkan dunianya, dan mengubah dunianya secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Adanya partisipasi aktif dan kemampuan menguasi lingkungan merupakan faktor penting dalam fungsi positif psikologi.
Seseorang dikatakan menguasai lingkungannya jika ia memiliki kemampuan untuk menguasai dan mengatur lingkungannya, mengontrol kegiatan eksternal yang ditampilkan, menggunakan secara afektif kesempatan yang ada disekitarnya. Selain itu individu mampu untuk memilih dan membuat situasi yang nyaman dan sesuai dengan kebutuhan personal dan nilai-nilai yang dianut.
Dilain sisi, seseorang dikatakan memiliki penguasaan lingkungan yang rendah jika ia mengalami kesulitan dalam mengatur hubungannya setiap hari, merasa tidak dapat untuk mengubah dan mengontrol lingkungan sekitarnya. Individu yang tidak menggunakan kesempatan yang ada disekitarnya dan kurang memiliki kemampuan dalam mengontrol dunianya juga dikatakan memiliki environmental mastery yang rendah (Ryff 1989, hal.1072).
5. Purpose in life
Dalam dimensi purpose in life, kesehatan mental didefinisikan termasuk dalam kepercayaan yang memberikan tujuan dan makna dalam hidup. Dalam defiisinya, kematangan juga ditekankan pada pengertian yang jelas dalam tujuan hidup, kemampuan yang terarah dan intensif. Dalam tahap perkembangannya, berbagai macam perubahan fungsi dan tujuan hidup seperti menjadi produktif dan kreatif atau pencapaian integritas emosional dikehidupan selanjutnya (Ryff, 1989, hal.1071).
Ryff (1989) mengatakan individu memiliki tujuan hidup yang tinggi jika ia memiliki tujuan dalam hidup dan kemampuan yang terarah, merasakan adanya makna dalam kehidupan baik yang sekarang maupun kehidupan lampau, memegang keyakinan pada apa yang menjadi tujuan hidup, objektif dan bertujuan dalam hidup. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki tujuan hidup yang rendah, jika individu kurang memahami makna dalam hidup, memiliki sedikit tujuan hidup, kurang terarah, tidak melihat tujuan dari kehidupan di masa lampau, dan tidak memiliki keyakinan terhadap tujuan hidupnya (Ryff, 1989, hal.1072).
6. Personal growth
Dimensi yang juga berpengaruh pada kesejahteraan manusia adalah personal growth. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri dan menyadari adanya potensi diri merupakan perspektif utama dalam dimensi ini. Keterbukaan individu pada pengalaman merupakan salah satu karakteristik dari fully functioning. Ryff (1989) menyatakan tahap perkembangan individu berlangsung secara terus-menerus, tidak hanya berada pada satu tahap dimana semua masalah telah terselesaikan, individu akan mendapatkan tantangan atau tanggung jawab baru pada waktu yang berbeda.
Memiliki keinginan untuk selalu berkembang, melihat diri sebagai pribadi yang terus berkembang, terbuka pada pengalaman baru, menyadari potensi yang dimilikinya, melihat kemajuan dalam diri dan tingkah laku, dan berubah dalam merefleksikan kemampuan dan efektivitas diri merupakan karakteristik dari pribadi dengan personal growth yang tinggi. Akan tetapi Ryff (1989, hal.1072) juga menyatakan bahwa seseorang memiliki personal growth yang rendah jika ia merasa bosan dan tidak tertarik pada kehidupannya, tidak ingin berkembang, dan tidak mampu untuk mengembangkan perilaku baru.