Dilema Saudi Arabia-Indonesia Di Balik Abraham Accord

South Lawn, Gedung Putih, Washington D.C, menjadi saksi penandatanganan salah satu dokumen perjanjian paling bersejarah dalam geopolitik di Timur Tengah. Masing-masing perwakilan dari Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Israel dan Amerika Serikat (AS) secara resmi mengukuhkan proses normalisasi hubungan diplomatik yang dikenal dengan sebutan Abraham Accord.

Penggunaan nama Abraham atau Ibrahim dalam perjanjian tersebut seolah ingin memberi penekanan terhadap pola relasi antara umat Yahudi dan Islam. Selain itu, penggunaan nama tersebut juga dapat merujuk pada aspek historis bahwa orang-orang Arab dan Yahudi memang memiliki garis keturunan yang sama-sama berawal dari sosok Ibrahim.

Di sisi lain, tak sedikit pula yang justru skeptis terhadap perjanjian ini. Sebagian pihak bahkan menuding manuver ini hanyalah ‘gimmick’ untuk mendompleng popularitas Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu yang sedang marak dikritik terkait penanganan pandemi Covid-19, ataupun Trump yang akan kembali maju pada Pemilu AS November tahun ini.

Lalu bagaimana dengan posisi Indonesia dalam dinamika teranyar geopolitik di Timur Tengah ini?
Posisi Saudi tersebut sebenarnya sudah cukup menggambarkan posisi Indonesia dalam persoalan ini. Sama seperti Saudi, meski Indonesia secara resmi tak memiliki hubungan diplomatik, namun tak bisa dinafikkan bahwa pemerintah memang menjalin kerja sama dengan Israel sejak bertahun-tahun lalu.

Kerja sama ‘senyap’ Indonesia degan Israel dimulai di era Presiden Soeharto. Kala itu, Indonesia disebut-sebut membeli lebih dari 30 pesawat tempur Skyhawk dari Israel yang dilakukan secara rahasia melalui operasi Alpha. Para pilot Indonesia juga dilatih di negara itu oleh instruktur Israel.

Setelah Soeharto lengser, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahkan berencana membawa hubungan Indonesia-Israel selangkah lebih maju. Meski tidak secara langsung mewacanakan pembukaan hubungan diplomatik, namun Gus Dur saat itu berkeinginan untuk membuka beberapa kanal perdagangan dengan Israel. Namun, gelombang penolakan atas rencana tersebut segera membesar.

Setelah itu, kerja sama Indonesia-Israel nyatanya masih terus belanjut. Dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi), hubungan ini terus dipertahankan dalam ruang gelap.

Terlepas dari faktor sejarah, hubungan Indonesia-Israel sebenarnya berpotensi menjadi hubungan yang produktif jika kedua negara sepakat membuka hubungan diplomatik, terutama dalam sektor pertahanan dan keamanan. Apalagi Israel merupakan salah satu negara yang memiliki teknologi pertahanan terkuat di dunia.

Akan tetapi, tampaknya konflik Israel-Palestina tentunya masih memiliki pengaruh yang besar terhadap hubungan Israel dan Indonesia. Tak jauh berbeda dengan Saudi, predikat Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar juga menjadi tembok yang menghalangi terjalinnya hubungan antara Jakarta dan Tel Aviv.

Dalam konteks geopolitik teranyar, singkatnya posisi Indonesia dan Arab Saudi-pun tak terlalu berbeda, sama-sama berada dalam dilema. Hal ini tampaknya menjadi alasan hubungan Indonesia dan Israel tak akan mengalami banyak kemajuan dalam waktu dekat.

Pada akhirnya, tak dapat dipungkiri, perjanjian Abraham Accord tentu akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap geopolitik di Timur Tengah. Apalagi Presiden AS Donald Trump mengklaim masih ada lima negara lagi yang akan mengikuti jejak UEA-Bahrain. Apakah hal itu benar-benar akan terjadi? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya.

Keduanya sama-sama dilema bukan? Atau bagaimana? Tanggapi ya Youdics!

kepentingan nasional lah yang menjadi aspek utama bagi Indonesia untuk mempertimbangkan perlu atau tidaknya membuka hubungan diplomatik dgn israel.
hubungan diplomatik bersama israel juga dapat menjadi penekan bagi israel untuk lebih menghormati kedaulatan palestina di kawasan tsb.

Terima Kasih atas artikelnya kak, ternyata hubungan diplomatiknya memiliki dampak yang baik ya, cuman hubungan kita dengan palestina dan saudi arabia bisa membuat kita jadi merenggang dengan israel. terima kasih ya kak, saya hadi dalt ilmu baru