Gambar 1. Gambaran Kemiskinan Pendekatan Lingkungan (Sumber:
unsplash.com/JordanOpel)
Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan.
Berbicara kemiskinan bukan hanya sekedar memperbincangkan satu atau dua pilar yang menjadi tumpuan penyebab hal tersebut terjadi. Kemiskinan adalah permasalahan kompleks di mana upaya pengendaliannya dilakukan berdasar pada pertimbangan berbagai aspek. Dalam desicion making, baik pengambilan keputusan untuk kebijakan maupun pemberian masukan atas masalah kemiskinan diperlukan kajian mendalam atas keseluruhan determinan yang ada dengan memahami bahwa kemiskinan merupakan kompleksitas permasalahan di mana dimensi di dalamnya sangatlah luas. Maka dari itu, sebelum melakukan judgement antara kedua pilihan tertera, mari mencoba memahami menganai konteks kemiskinan. Hal mendasar mengapa perlumengetahui konteks kemiskinan adalah dari dua hal yang tertera, yaitu antara lapangan pekerjaan dan bantuan sosial, merupakan dua hal yang berbeda dari berbagai segi pengentasan, baik strategi, dasar terjadinya, hingga pada tingkatannya.
Makna dari Kemiskinan Berdimensi Luas
Dalam mengurangi persentase penduduk miskin diperlukan kesepahaman makna dari angka kemiskinan. Angka kemiskinan diukur dari konsep umum seluruh negara di dunia, yaitu konsep moneter dengan parameter uang karena uang jauh lebih mudah dan lebih jelas untuk dikur daripada variabel kemiskinan lain, misalnya status sosial. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa range dari kemiskinan atau variabel kemiskinan itu sebenarnya besar dan banyak. Dari karakteristik inilah, pembuat kebijakan akan dapat mengukur solusi yang pasti karena walaupun kemiskinan pada artinya berbicara tentang kekurangan, tetapi eksekusi untuk minimalisir harus berdasarkan penyebab atau karakteristik kemiskinan itu terjadi.
Dalam jurnal STATSBRIEF United Nations ESCAP yang ditulis oleh Jousairi Hasbullah, dijelaskan bahwa terdapat penelitian di mana mereka yang tergolong miskin dapat diformulasikan sebagai 4L ( the last, the least, the lowest, and the loss) [1]. Dalam artian, mereka yang memperoleh kesempatan paling akhir, dan sebagainya. Apakah kemiskinan secara menyeluruh bisa diselesaikan dengan pemberian bantuan dana? Jawabannya, tidak. Menurut saya, modal tidak menjamin apapun bagi mereka yang dikategorikan kemiskinan dengan selalu konsisten berada di bawah GK Subsistence atau dikenal dengan Chronic Poverty. yang terjadi karena terbentuk kemiskinan secara akut akibat culture of poverty. Kemiskinan di bawah 5% bukan lagi kemiskinan struktural, tetapi kemiskinan cultural. Namun, satu hal yang pasti bagi mereka yang angka kemiskinan tidak menyentuh di atas 5% adalah karena ada belenggu kutural yang tidak dapat dilepaskan. Hal inilah yang sering terlupakan bahwa kemiskinan bukan hanya tentang tidak memadainya akses, tetapi adanya keterikatan internal dari orang terkait. Untuk memahami kemiskinan, perlu memahami karakteristiknya karena terbentuknya kemiskinan sendiri adalah dari teori ekonomi, sosiologi, dan antropologi. Maka, dalam penyelesaiannya membutuhkan kombinasi dari ketiganya. Sayangnya, determinan kemiskinan memiliki bias yang selalu bergantung pada economy-bias sehingga solusi atau kebijakan yang diampu juga berhubungan dengan ekonomi tanpa membahas sisi sosiologi ataupun atropologinya. Kembali pada pernyataan saya pada paragraf pertama bahwa pertanyaan untuk lebih krusial mana solusi kemiskinan antara lapangan pekerjaan dan bantuan sosial, tidak dapat diperbandingkan tingkat krusialnya karena, kembali lagi, kemiskinan itu banyak karakteristik yang menyebabkannya atau luas range-nya. Namun, saya akan mencoba breakdown masing-masing dari 2 aspek pilihan yang diajukan pada pertanyaan sebagai penjelas.
Memahami Belenggu dan Situasi Kemiskinan
Sebelumnya, saya telah memaparkan bahwa menciptakan lapangan pekerjaan dan bantuan sosial adalah dua hal berbeda. Berikut rinciannya.
-
Berdasarkan strategi
Dilansir dari katadata, Bapak Suharso sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas menjelaskan bahwa pemerintah memiliki strategi untuk menekan angka kemiskinan, yaitu strategi penurunan beban pengeluaran dan strategi peningkatan pendapatan [2]. Jika dikategorikan, menciptakan lapangan pekerjaan artinya menciptakan kesempatan kerja dengan harapan dapat meningkatkan kemandirian ekonomi bagi kelompok orang terkait, maka menciptakan lapangan pekerjaan termasuk strategi peningkatan pendapatan. Sebaliknya, pemberian bantuan sosial termasuk pada strategi penurunan beban pengeluaran.
-
Berdasarkan Instrumen Penanggulangan
Sesuai yang dipaparkan oleh TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan bahwa instrumen penanggulangan didasarkan pada tujuan dan dasar kebijakan itu diambil. Jika dikategorikan, menciptakan lapangan pekerjaan merupakan instrumen Klaster II dan Klaster III dengan fokus pemberdayaan masyarakat melalui usaha. Sedangkan, bantuan sosial merupakan instrumen Klaster I dengan fokus program bantuan sosial.
-
Berdasarkan Dasar
Berkesinambungan dengan poin sebelumnya, klaster itu hadir karena adanya pengelompokan penanggulangan tertentu yang didasarkan pada dasar atau karakteristik kemiskinan di daerah tersebut, seperti untuk Klaster II upaya minimalisir kemiskinan tidak cukup hanya memberikan bantuan langsung, seperti Klaster I karena penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan aspek materialistis, tetapi kerentanan dan minim akses perbaikan kualitas hidup [3].
Namun, jika pertanyaan bukan mengenai krusial, tetapi lebih berkorelasi mana dengan angka kemiskinan? Maka, saya memilih pemberian bantuan sosial karena menurut saya dari segi segmentasi jauh lebih jelas jika targetnya adalah reduce the poverty, maka meningkatkan bantuan sosial. Mengapa? Bantuan sosial itu ditujukan dengan tujuan pasti dan jelas, yaitu masyarakat yang membutuhkan dan kekurangan yang merupakan konteks dari kemiskinan. Sedangkan, menciptakan lapangan pekerjaan ditujukan secara jelas untuk menampung sumber daya-sumber daya manusia terutama SDM unggul untuk mendapatkan kesempatan kerja. Namun, apakah pasti mereka yang tergolong miskin akan mendapatkan kesempatan kerja? Jawaban saya, tidak. Sebagian besar orang yang memiliki konsepsi mengenai lapangan pekerjaan mumpuni bisa mengurangi kemiskinan, menurut saya hal itu karena mereka menilai dari segi bahwa lapangan pekerjaan bisa memberikan pekerjaan kepada orang-orang pengangguran di mana orang pengangguran ini ketika tidak memiliki penghasilan maupun pendapatan, maka berada di bawah garis kemiskinan dan tergolong sebagai masyarakat dengan taraf kemiskinan.
Sayangnya, yang perlu digarisbawahi adalah apakah pasti bahwa lapangan pekerjaan akan bisa menampung seluruh orang yang berada pada garis kemiskinan? Bagaimana jika lapangan pekerjaan tersebut lebih menuntut SDM unggul atau orang-orang yang memiliki jam terbang tinggi? Konteksnya berbicara mengenai pendidikan. Berdasarkan Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia oleh Badan Pusat Statistik Tahun 2021, didapatkan bahwa untuk rumah tangga miskin didominasi pendidikan terakhir adalah SD sederajat sebesar 37,74% [4]. Jadi, apakah bisa menjadi sebuah “barang pasti” bahwa jika tercipta lapangan pekerjaan akan membuat angka kemiskinan menurun? Maka dari itu pula, saya berpendapat bahwa menciptakan lapangan pekerjaan ini tidak berkorelasi secara langsung dengan kemiskinan karena garisnya lebih berkorelasi langsung pada tingkat pengangguran kecuali lapangan pekerjaan diganti penciptaan usaha yang lakon bisnisnya adalah dari masyarakat yang tergolong miskin itu sendiri, tetapi pemberdayaannya juga akan lebih besar, serta menurut saya, opportunity is nothing bagi orang orang yang masih terantai dan terbelenggu atau mereka yang tergolong sebagai kemiskinan karena kultural. Namun, bukan berarti pula bahwa dengan bantuan sosial bisa efektif menangani kemiskinan karena kembali lagi pada aspek atau karakteristik terjadinya kemiskinan itu sendiri, pada suatu daerah terkait. Dalam salah satu penelitian oleh The smeru Research Institute, pemberianbantuan sosial dalam bentuk tunai dapat memberikan kontribusi untuk mengurangi kemiskinan, tetapi tidak mengurangi ketimpangan. Berikut dapat dilihat hasil pengolahan datanya.
Gambar 2. Dampak PKH (Sumber: Suryahadi, A)
Dari pemaparan saya, bagaimana tanggapanmu? Demikian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat hal kurang berkenan.
Referensi:
[1] Hasbullah, Jousairi. 2017. Understanding Poverty and Poverty Data in Indonesia. The Stat Brief United Nations ESCAP (Statistic Division) (15)
[2] Pemerintah Targetkan 3 Juta Lapangan Kerja Baru Tahun Depan - Makro Katadata.co.id
[3] TNP2K
[4] Badan Pusat Statistik. 2021. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[5] Suryahadi, A., dkk. 2020. The Behavioral Effects of Unconditional Cash Transfers: Evidence from Indonesia. Jakarta: The SMU Research Institute.