Cerita sufi apa yang terbaik menurut kamu?

Cerita sufi

Cerita sufi biasanya cerita-cerita yang penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan. Cerita sufi apa yang menurut kamu terbaik ?

Suatu malam, Abu Yazid Al-Busthomi sedang berjalan sendirian. Lantas ia melihat seekor anjing berjalan ke arahnya. Anjing itu cuek saja jalan, tidak menghiraukannya. Namun ketika jarak anjing itu makin dekat dan akan berpapasan dengannya, Al-Busthomi mengangkat gamisnya, khawatir tersentuh anjing yang najis itu.

Spontan anjing itu berhenti dan memandangnya. Entah bagaimana Abu Yazid seperti mendengar anjing itu berkata padanya,

“Tubuhku kering dan tidak akan menyebabkan najis padamu. Bila pun engkau merasa terkena najis, engkau tinggal basuh 7x dengan air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang. Namun jika engkau mengangkat gamismu karena menganggap dirimu yang berbaju badan manusia lebih mulia, dan menganggap diriku yang berbadan anjing ini najis dan hina, maka najis yang menempel di hatimu itu tidak akan bersih walau kau basuh dengan 7 samudera”.

Abu Yazid tersentak dan minta maaf. Lalu sebagai permohonan maafnya dia mengajak anjing itu untuk bersahabat dan berjalan bersama. Tapi si anjing itu menolaknya.

“Engkau tidak pantas berjalan denganku. Mereka yang memuliakanmu akan mencemoohmu dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa orang-orang menganggapku begitu hina, padahal aku berserah diri pada Sang Pencipta wujud ini. Lihatlah, aku juga tidak menyimpan dan membawa sepotong tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum.”

Lalu anjing itu pun berjalan meninggalkan Abu Yazid. Abu Yazid masih terdiam,

“Duh Gusti, untuk berjalan dengan seekor anjing ciptaan-MU saja aku tak pantas. Bagaimana aku merasa pantas berjalan dengan-MU, ampuni aku dan sucikan hatiku dari najis, Ya Allah.”

Diceritakan bahwa Ibrahim bin Adham pergi ke salah satu padang pasir yang luas. Tiba-tiba seorang tentara muncul di hadapanya dan bertanya.

“Di mana kampung paling ramai?”

Ibrahim menunjuk ke kuburan. Tentara itu lalu memukul kepala Ibrahim bin Adham. Ketika akhirnya ia melepaskan Ibrahim, seseorang mengatakan kepadanya,

“Itu tadi Ibrahim bin Adham. Sufi dari Khurasan.”

Tentara itu lalu meminta maaf kepada Ibrahim. Ibrahim berkata.

“Ketika engkau memukulku, aku berdoa kepada Allah swt. agar memasukkanmu ke dalam surga.”

Tentara itu bertanya,

“Mengapa?”

Ibrahim menjawab,

“Sebab aku tahu bahwa aku akan memperoleh pahala karena pukulan-pukulanmu itu. Aku tidak ingin nasibku menjadi baik dengan kerugianmu, dan perhitungan amalmu menjadi buruk karena diriku”.


Diriwayatkan, ada seorang laki-laki mengundang Sa’id bin Ismall al-Hiry ke rumahnya. Ketika Sa’id muncul di muka pintu rumah orang itu, orang itu mengatakan kepadanya.

“Wahai Syeikh, ini bukan waktu yang baik bagi Tuan untuk masuk ke dalam rumahku. Aku benar-benar menyesal. Maaf, silahkan pergi.”

Ketika Sa’id datang lagi ke rumahnya, orang itu menyuruhnya pergi lagi seraya mengatakan,

“Maaf Tuan.”

Ia meminta maaf kepada Sa’id dan menyuruhnya supaya datang lagi pada suatu waktu tertentu. Sa’id pun pergi. Ketika datang lagi, orang itu mengatakan hal yang sama.

(Peristiwa itu sempai berulang empat kali).

Akhirnya orang itu menjelaskan,

“Wahai Syeikh, aku hanya ingin menguji Anda.” Ia lalu meminta maaf kepadnya Sa’id dan memuji-mujinya. Sa’id menjawab,

“Jangan memujiku karena sifat yang juga dimiliki oleh seekor anjing: jika anjing dipanggil, ia datang; jika diusir, ia pergi.”


Diceritakan bahwa Abdullah al-Khayyath mempunyai pelanggan jahitan baju seorang Majusi. Orang itu biasa membayarnya dengan uang dirham palsu dan Abdullah menerima saja uang palsu itu.

Suatu hari ketika Abdullah sedang sibuk di suraunya, orang Majusi itu datang untuk mengambil pakaian pesanannya dan mencoba membayarnya dengan dirham-dirham palsu, yang diberikan kepada muridnya, namun oleh murid itu ditolaknya. Akhirnya si orang Majusi itu membayar dengan uang dirham asli.

Ketika Abdullah kembali, ia bertanya kepada muridnya,

“Di mana pakaian pesanan orang Majusi itu?”

Si pembantu menceritakan apa yang telah terjadi. Abdullah memarahinya. Katanya,

“Engkau telah melakukan kesalahan. Selama beberapa waktu, kami telah melakukan bisnis dengan caranya itu, dan aku bersabar saja. Dirham-dirham palsu itu biasanya kulemparkan ke dalam sumur agar ia tidak menipu orang lain, selain diriku.”