Cerita Mini 2.0 (Egoisme di Sekitar Kita) : Tentang Sore

emiliano ponzi

Wushhsrak

Ahh daun kering itu melilit rambutku.

Perkenalkan, namaku Jingga, mahasiswa semester 4 yang gemar bekerja sembari kuliah. Aku memutuskan untuk bekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi dekat kos ku. Suasana di sana hangat dan nyaman, sehingga membuatku betah kerja di sana.

Kling !

Layar ponselku menyala, langkahku terhenti. Hah, lagi-lagi aku ditagih ibu kos untuk membayar kamar. Aku lupa tidak memberi tahu orang tuaku. Ah, sudahlah, nanti saja. Tepat jam 5 sore, aku sampai di kedai kopi. Kedai kopi ini hanya buka dari jam 5 sore sampai jam 2 dini hari. Karena pemilik kedai sudah tahu bahwa aku masih berstatus mahasiswa, jadi aku diberi bagian jam 5 sore sampai jam 8 malam saja. Bahkan, aku diperbolehkan mengerjakan tugas kuliah disini jika memang sangat mendesak.

Ugh… Hari ini pelanggan tidak terlalu banyak. Jadi, ketika jam menunjuk pukul 7 malam, aku mengirim chat ke teman kosku, namanya Sore.

Sore, aku pulang telat, kira-kira jam 9 aku sampai kos, mau ngobrol dulu sama barista ganteng ! Hihihi (SENT!)

Kling !

Baiklah, aku nyusul kamu, ya! Jam setengah 9 aku jalan J

Oke! Love Love (SENT!)

Karena Sore menyusulku, akhirnya aku tidak pulang sendirian. Namun, wajahnya kali ini tampak berbeda, raut mukanya terlihat begitu sedih. Ia seakan-akan sedang menahan sakit yang tak mau ia ungkapkan. Kami pun hanya diam-diam saja selama di perjalanan dan sesekali tertawa bersama menceritakan hal-hal konyol di kampus. Sesampainya di kos, aku langsung ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sedangkan Sore langsung masuk ke kamarnya tanpa berkata apapun. Hah, biarkan sajalah, mungkin dia lelah. Setelah membersihkan diri, aku langsung menuju kamarku dan berbaring. Wow, besok kan hari Minggu, kedai kopi pasti rame, nih … Asyiiik.

Jam di ponselku menunjuk angka 10 malam. Wah, rupanya waktu cepat berlalu, ya. Aku pun terlelap. Keesokan paginya ada kejadian menggemparkan! Sore menghilang! Aku panik bukan kepalang. Tidak biasanya Sore pergi tanpa pamit atau chat aku terlebih dulu. Aku sudah menengok dapur, kamar mandi, dan tempat jemuran. Tetapi hasilnya NIHIL! Pintu kamarnya pun tertutup rapat. Aku menghubungi ponselnya namun tidak aktif. Pikiranku sungguh kacau. Aku langsung mengirim pesan kepada ibu kos.

Selamat pagi, Ibu. Ini Jingga, penghuni kamar kos nomor 4. Oh ya, Bu, apakah Sore menitipkan suatu pesan kepada ibu?

Kling!

Pagi, Jingga. Sudah 4 bulan Sore tidak bisa membayar uang kos. Jadi, Ibu tidak bisa memberi dia toleransi lagi. Mohon dimengerti. Ibu juga butuh uang untuk menghidupi keluarga Ibu. Terima kasih.

DEG !!!

“Jingga, aku pulang. Aku bawain soto kantin, nih ,” aku yang sedang rebahan di kamar langsung saja membukakan pintu kamarku. “Wahhh, makasih Sore. Kamu baik banget, yaudah aku lanjut nugas, ya!” aku mengambil soto itu langsung kembali sibuk dengan tugas kuliahku.

Pukul setengah 5 sore, aku pamit untuk ke kedai. “Sore, aku ke kedai dulu, ya! Entar jam 8 udah selesai, kok ,” teriakku. “Hati-hati, Jingga. Maaf nanti malam aku tidak bisa menyusulmu. Aku ada kerja kelompok,” ujarnya sembari membukakan pintu kamar. “Eh, tapi aku titip kopi hitam anget satu ya, yang paling murah, hehe,” sambungnya. “Oke, siap!” aku langsung ngibrit keluar kos. Namun, pada malam harinya, “Maaf, Sore, aku kelupaan,” ucapku dengan santai. Namun, dengan sabarnya Sore memaafkanku.

Keesokan harinya, “Jingga, boleh aku meminjam uangmu?” ucap Sore pada malam harinya. Baru kali ini dia langsung berterus terang seperti itu. “Mmm, buat apa, Sore? Tapi akupun sedang bersusah payah mencari uang,” Sore langsung terdiam dan mengucapkan terima kasih.

Sabtu siang, tiba-tiba ponselku error. Aku sungguh panik, karena seharian aku belum menghubungi ibuku. Aku langsung mengetuk pintu kamar Sore. “Sore, boleh aku meminjam ponselmu?” teriakku. Pintu terbuka dan dengan senyum ramahnya, Sore menyodorkan ponselnya, “Pakai saja,” aku langsung meraihnya dan menghubungi ibuku di rumah. Sore begitu baik kepadaku.

Pyooongg!

Aku tersadar dari lamunanku. Aku menangis! Ya Tuhan, aku telah begitu egois padanya. Hingga aku lupa, bahwa dialah yang selalu membantuku bagaimanapun kondisinya. Sekarang, aku benar-benar telah kehilangan dirinya.

Tuttt! “Halo, Ibu, sore ini Jingga pulang,” ucapku tersedu-sedu. Klap! Tepat pukul 4 sore, aku ke stasiun. Dan saat itu juga ponselku berbunyi.

Jingga, maafkan aku. Aku harus pergi, jangan sedih ya. Jikalau rindu aku, keluar rumahlah setiap pukul 3. Aku selalu ada, kok! -Sore

Aku menangis lagi.

Kembalilah, (NOT SENT!)

Nomornya tidak aktif.

( SUMBER GAMBAR : PINTEREST )

1 Like