Catatan penting untuk kaum antivaksin

Semakin ke sini, ternyata masih banyak orang yang ikut-ikutan anti terhadap vaksin.

Bagi mereka, vaksin itu tidak penting.

Atau yang lebih ekstrim, bagi mereka vaksin itu hanya akal-akalan elit global untuk melemahkan orang-orang dan untuk memperkaya diri sendiri.

Apa itu vaksin?
Secara umum vaksin adalah patogen (penyakit) yang telah dilemahkan, yang berfungsi untuk memunculkan reaksi kekebalan tubuh.

Umumnya, vaksin berasal dari kuman (bakteri, virus atau patogen) yang telah dilemahkan atau mati. Ketika vaksin dimasukkan ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh akan langsung menyerang kuman lemah tersebut.

Dengan begini, sistem kekebalan tubuh sudah mengenali jenis patogen ini. Dan ketika virus yang sesungguhnya datang, tubuh dapat melawan kuman tersebut dengan lebih efektif.

Efek negatif dari vaksin
Nyatanya, vaksin memang memiliki efek samping.

Efek samping ini biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), yang di dalamnya termasuk demam ringan, ruam merah, bengkak ringan dan nyeri di tempat suntikan setelah imunisasi.

Tapi tenang, ini bukan hal negatif.

Ini adalah reaksi normal yang akan menghilang dalam 2-3 hari.

Hal ini pun justru mengindikasikan bahwa antibodi tubuh sedang bekerja untuk menyerang dan mengenali kuman lemah tersebut agar dapat bekerja secara lebih efektif jika kuman yang sebenarnya datang.

Untuk memastikan KIPI ini hanya terjadi secara ringan, orang tua dan petugas imunisasi harus memastikan bahwa anak yang sedang disuntik vaksin sedang berada dalam kondisi yang sehat.

KIPI ini pun terus berusaha dimonitor oleh pemerintah. Contoh dalam kasus pemberian vaksin MR di Indonesia tahun 2016, tercatat dari 17,133,271 vaksin yang sudah diberikan, hanya ada 17 laporan anak sakit setelahnya.

Itupun semua hasilnya menyatakan bahwa sakit yang terjadi hanya kebetulan setelah imunisasi, dan ditemukan penyebab asli penyakit yang diderita.

KIPI ini terus dimonitor dan dievaluasi untuk memberikan hasil yang terbaik tanpa ada efek samping yang buruk dari vaksin.

Jika memang terjadi KIPI berat (tapi jarang), maka penanganan medis lanjutan perlu diberikan.

Dalam contoh kasus anak di Demak yang mengalami kelumpuhan setelah diberi vaksin MR, hasil investigasi KIPI juga menunjukkan bahwasanya penyakit tersebut tidak diakibatkan oleh vaksin, melainkan akibat hal lain berupa infeksi susunan syaraf tulang belakang.

Vaksin adalah biang autisme
Salah satu kekhawatiran yang digaduhkan oleh para orang tua adalah isu bahwa vaksin ini dapat menyebabkan autisme pada anak.

Isu ini pula yang kemudian mempercepat merebaknya gerakan antivaksin.

Klaim ini didukung oleh penelitian Andrew Wakefield yang diterbitkan dalan jurnal The Lancet pada tahun 1998.

Singkatnya, penelitian tersebut menemukan hubungan bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autisme pada anak.

Tentu saja penelitian Wakefield menyebabkan kegaduhan para orang tua.

Lha siapa pula yang mau anaknya mengalami autisme karena melakukan suntik vaksin?

Autisme sendiri adalah ganguan perkembangan otak yang menyebabkan gangguan sosial, kognitif, dan komunikasi. Autisme dapat terjadi pada anak manapun, tanpa membedakan etnis atau kelompok sosial.

Secara umum gejala autisme baru terlihat saat anak berusia 6 bulan, walaupun autisme sebenarnya adalah bawaan lahir. Sementara itu, rata-rata usia wajib vaksin mulai dari 0-2 tahun.

Bagi masyarakat yang tidak mengetahui secara pasti, tentu bukan hal yang aneh jika secara sepihak menyalahkan vaksin jika terjadi autisme pada anaknya.

Karena hasil penelitian yang begitu menghebohkan tersebut, banyak peneliti yang melakukan penelitian ulang terhadap hasil yang didapat Wakefield.

Penelitian ini dilakukan oleh berbagai pakar pada jumlah sampel yang lebih besar pada tempat dan waktu yang berbeda. Total ada lebih dari 25 juta anak yang diteliti.

Jumlah sampel yang banyak ini sangat-sangat penting untuk mendapatkan kondisi umum yang sebenarnya. Sebagaimana yang pernah dibahas Saintif tentang “Kenapa Banyak Perokok Yang Tetap Sehat?”

Pada akhirnya, dari penelitian lanjutan ini disimpulan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme.

Sumber:
saintif,com