Burnout di kala pandemi, bagaimana cara mengatasinya?

Burnout pertama kali diperkenalkan psikolog Herbert Freudenberger pada 1970-an untuk menggambarkan kondisi stres parah, sampai memicu kelelahan fisik, mental, dan emosional.
Bagaimana tanggapan anda untuk mengatasi hal tersebut?

Burnout disebut dengan stres yang berkembang dalam arah negatif (Satriyo, 2014). Pemahaman awal mengenai burnout dikemukakan oleh Freudenberger seorang ahli psikologi klinis pada tahun 1974, beliau menyebutkan bahwa burnout adalah suatu kondisi kelelahan yang terjadi karena seseorang bekerja terlalu intens tanpa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pribadinya (dalam Purba, Yulianto, & Widyanti, 2007).

Maslach menyebut burnout merupakan sindrom psikologis yang terdiri dari tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, maupun low personal accomplishment (Paramita & Minarsih, 2012). Pines & Aronson mendefinisikan burnout sebagai suatu keadaan kelelahan secara fisik, emosi dan mental yang disebabkan keterlibatan dalam jangka waktu yang panjang pada situasi yang secara emosional penuh dengan tuntutan (dalam Purba, Yulianto, & Widyanti, 2007).

Pandemi covid merupakan salah satu kondisi yang menekan baik secara fisik, mental, dan emosinal. Dengan kondisi ketidakpastian akan keberakhiran penyebaran virus tentunya membuat masyarakat menjadi semakin cemas, stress dan mengakibatkan burnout. Namun, masyarakat maupun individu harus tetap mampu bertahan dalam kondisi yang terjadi saat ini… tetap bekerja, sekolah, mematuhi prokes atau kebijakan pemerinth dan melakukan aktivitas apapun yang menunjang kehidupann. Lalu, bagaimana saat seseorang dalam keadaan burnout?

Terdapat beberapa ciri yang menunjukkan seseorang saat mengalami burnout, Cherniss menyebutkan beberapa ciri yang menggambarkan burnout diantaranya yaitu : (dalam, Suryandari, 2016).

  1. Kelelahan fisik, dapat digambarkan seperti susah tidur, serangan sakit kepala, kurangnya nafsu makan, dan individu merasakan anggota badan yang sakit.
  2. Kelelahan emosional, seperti depresi, mudah marah, cepat tersinggung.
  3. Kelelahan mental, seperti bersikap sinis terhadap orang lain, cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan maupun organisasi.
  4. Rendahnya penghargaan terhadap diri, seperti individu tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, negatifisme,
  5. Depersonalisasi, seperti menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis,dan tidak peduli dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya.

Bagaimana burnout dapat teratasi?
Menurut saya DIRI adalah peran utama dalam mengatasi burnout. Diri sebagaian dari tokoh utama individu harus menyadari bahwa diri telah melakukan beberapa hal yang menjadi kemampuannya. Untuk mengenalinya coba melakukan relaksasi pernafasan sehingga menimbulkan perasaan tenang, peluk diri sendiri dan ajak komunikasi dari segala bentuk perilaku atau tindakan yang telah diusahakan. Ucapkan apresiasi pada diri atas segala usaha yang dikeluarkan dan hasil yang didapatkan. Hal ini dlakukan sesuai dengan penjelasan mengenai burnout yang terjadi karena seseorang bekerja atau terlalu intens terhadap sesuatu tanpa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pribadinya (dalam Purba, Yulianto, & Widyanti, 2007). Dengan mengenali diri, mengapresi, dan mengetahui kebutuhan yang diingin maka dapat mengurangi perasaan burnout yang terjadi karena kondisi yang menekan. Rahmat menyebut bahwa konsep diri berpengaruh cukup besar dengan hasil perilaku pada seseorang, ketika seseorang punya konsep diri yang positif dipercaya akan mampu memberikan motivasi dan menambah kepercayaan diri untuk dapat berperilku lebih baik lagi (dalam Novilita & Suharnan, 2013).

KELUARGA peran kedua yang membantu dalam mengatasi burnout. Keluarga merupakan tempat pertama kali individu mendapatkan pendidikan, pengalaman interaksi, dan lainnya sehinggga mampu memberikan pengaruhi terhadap individu dengan kuat (Warsi, 2019). Keluarga mempunyai fungsi diantaranya, ; fungsi edukatif, sosialisasi,
perlindungan, afeksi, religius, ekonomi, rekreasi, dan biologis. Dengan fungsi-fungsi tersebut keluarga menjadi peran pendukung dalam mengatasi saat terjadi burnout. Melalui fungsi afeksi misalnya, keluarga akan memberikan afeksi berupa kasih sayang, cinta, yang ditunjukkan dengan perhatian, sentuhan, ucapan, dll sehingga dapat menumbuhkan motivasi ataupun pertahanan diri dalam kondisi yang menekan.

sumber :
Novilita., H., & Suharnan. (2013). KONSEP DIRI ADVERSITY QUOTIENT DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA. Jurnal Psikologi, Vol.08, (01), 619 – 632.

Warsi., N. (2019). Pengantar Psikologi Keluarga (Tidak diterbitkan PPT Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Keluarga). Malang: Fakultas Pasikologi Unmer Malang.

Satriyo., M & Survival. (2014). Stress Kerja terhadap Burnout Serta Implikasinya pada Kinerja (Studi Terhadap Dosen Pada Universitas Widyagama Malang). Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Vol.03, (02), 52-63.

Purba., J., Yulianto., A., & Widyanti., E. (2007). PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP BURNOUT PADA GURU. Jurnal Psikologi, Vol. 05, (01), 77-87.

Suryandari., S. (2016). Pengaruh Burnout dan Self Esteem terhadap Kinerja Guru. INOVASI, Vol. 18, (01), 37-43.

Burnout di kala pandemi memang tengah dirasakan oleh banyak orang akhir-akhir ini. Kondisi serba terbatas menyebabkan orang tidak leluasa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan. Berbagai bidang pun juga terkena dampaknya, seperti ekonomi, pendidikan, sosial, hingga psikologis seseorang. Semua bidang itu saling berhubungan dan menciptakan kondisi mental baru pada manusia. Apabila seseorang tidak dapat menikmatinya, mereka akan rentan jatuh ke dalam kondisi stress atau Burnout Syndrome. Kebanyakan orang yang mengalami merasa paling tertekan pada hal pekerjaan.

Namun, kita harus berusaha meminimalisirnya agar tidak semakin parah. Hal yang dapat kita lakukan di antaranya arahkan pikiran kita ke hal yang positif, seperti olahraga, gaya hidup sehat, bersantai, mengobrol dengan orang terdekat, dan yang terpenting adalah komunikasi dengan pihak terkait mengenai keluh kesah supaya menemukan solusi yang terbaik.

Menurut aku cara orang untuk mengatasi burnout pada saat pandemi itu bermaca-macam. Dan melihat orang-orang disekitar aku, banyak dari mereka yang mengatasi hal tersebut dengan cara melakukan hal-hal yang mereka senangi, seperti memasak, menonton, olahraga, membaca buku, bercocok tanam, bermain social media, belanja online, dll. Aku pribadi pernah merasakan burnout di masa pandemi ini, apalagi ketika musim laporan, hehe. Untuk itu aku mencari cara untuk tidak bosan dan stress, jadi yang aku lakuin adalah meluangkan waktu untuk melakukan hal yang aku senangi, seperti nonton drakor, menggambar, dengerin lagu, workout, dll.

Sebenarnya banyak hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk mengurangi atau mengatasi burnout. Salah satunya adalah self healing, dan self healing ini dapat disesuaikan dengan diri kita sendiri. Mungkin seperti kesukaan kalian seperti apa. Oh mungkin kalian suka menulis, kalian bisa melakukan expressive writing. Di expressive writing ini kalian bisa menuangkan isi pikiran kalian dalam bentuk tulisan. Atau mungkin kalian suka melakukan yoga, nah yoga/meditasi ini juga salah satu bentuk dari self healing. Selain itu, hal sederhana lainnya yang sebenernya sangat penting adalah gaya hidup yang sehat. Nah, gaya hidup yang sehat ini bisa seperti, olaharaga yang cukup, pola makan yang sehat, pola tidur yang baik, dll. Karena tanpa kita sadar, hal sesederhana tersebut berperan sangat penting, tidak hanya kepada fisik kita saja, melainkan juga mental kita.

Menurut saya, bisa dicoba dengan cara membuat jadwal untuk me time agar pikiran jauh dari stres. Gunakan waktu tersebut untuk beristirahat dan menjauhlah dari pekerjaan. kita bisa menonton film, tidur, atau melakukan hobi lainnya sebagai cara mengatasi burnout karena WFH atau kuliah online.

Ketika pandemi pasti kita lelah dengan situasi yang tidak pasti dan tidak kunjung selesai yang menyebabkan kita stress berkepanjangan hingga depresi dan sehingga kurang motivasi untuk pencapaian pribadi kedepannya karena situasi yang sangat melelahkan fisik hingga pikiran.
Cara mengatasi hal seperti ini pertama, lakukan hal yang kamu sukai dan yang belum kamu lakuin sebelumnya karena memiliki hal baru sangat menyenangkan contohnya belajar bahasa asing seperti bahasa korea daripada nonton drama korea aja mending kita ditambah dengan belajar bahasanya. Kedua, Ubah cara pandang kita agar kita dapat menjalani kehidupan denganpemikiran positif.

Burnout menurut Poerwandari dalam Romadhoni (2015) adalah kondisi seseorang yang sudah kehilangan energi secara fisik ataupun psikis, baik kelelahan, mental ataupun emosional secara terus menerus, biasanya orang yang mengalaminya kehilangan untuk menahan faktor stess karena pekerjaan geajala emosional dan psikosomatis (Bultevych, 2017). pada umumnya kasus burnout antaranya depresi, cemas, Post Trauma Stress Disorder (PTSD), dan peningkatan jumlah bunuh diri (Alharbi, 2019)
terdapat beberapa dimensi yang merupakan aspek bornout menurut Maslach dan Leiter(dalam Putriana, 2019)

  1. Exhaustion atau kelelahan yakni seseorang merasa Lelah karena perasaan menjadi terlalu berat dan kehabisan sumber daya emosional dan fisik
  2. Cynicism atau sinisme, yakni respon negative seperti sikap dingin dan berjarak terhadap perkerjaan dan orang orang sekitarnya sehingga seringkali kehilangan idealism
  3. Ineffectiveness atau ketidakefektifan, yakni penurunan perasaan kompetensi dan produktivitas kerja shingga individu tersebut semua terasa berat dan tidak dilakukkan dengan baik.
    Menurut erma sendiri burnot disebabkan karena keadaan kerja yang tidak mendukung, tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan, sehingga mengakibatkan kehilangan energi baik secara fisik atau psikis. burnout muncul pada kondisi internal seseorang yang ditunjang karena lingkungan berupa stress terus menerus, biasanya dialami oleh ASN dan petugas kesehatan.

Sumber :
Hamami, M. N., & Noorrizki, R. D. (2021). Fenomena Burnout Tenaga Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19. Seminar Nasional Psikologi UM, 149-159.

Menurut saya, mengatasi burnout salah satunya dengan melakukan kegiatan yang kita sukai di rumah, misalkan kita suka bermain game, kita bisa bermain game seharian dan jika game tersebut bersifat online, kita juga bisa mengajak teman kita untuk bermain bersama (mabar).
Saya sendiri selain bermain game juga suka rebahan dan tidur seharian untuk menghilangkan segala overthinking selama masa pandemi ini.

  1. Bersosialisasi

Cobalah lebih bergaul dengan rekan kerja. Dengan mengembangkan persahabatan dengan teman-teman satu kantor, dapat membuat pekerjaan lebih menyenang dan menghindarkan diri dari burnout .

Misalnya, ketika jam istirahat, alih-alih mengarahkan perhatian ke handphone , cobalah melibatkan diri diskusi dengan kawan-kawan sekantor.

  1. Batasi Kontak dengan Mereka yang Memberikan Pengaruh Negatif

Bergaul dengan orang-orang yang berpikiran negatif yang tidak melakukan apa-apa selain mengeluh hanya akan menurunkan mood dan pandanganmu terhadap hidup. Jika kamu harus bekerja dengan orang yang negatif, cobalah membatasi jumlah waktu yang dihabiskan bersama.

  1. Terhubung dengan Komunitas yang Positif

Cobalah mencari koneksi ke komunitas yang bisa memberikan efek positif secara fisik dan psikis. Ini dapat membantu kamu mengatasi stres atau bahkan menemukan teman-teman baru. Menemukan teman baru dapat memberikan perspektif baru serta memperluas jaringan.

  1. Jaga keseimbangan hidup

Jaga keseimbangan hidup dengan baik. Anda juga perlu untuk bersantai dan melupakan pekerjaan sejenak dengan pergi bersama teman atau melakukan hal yang disukai seusai jam kerja berakhir. Ini dapat membuat pikiran kembali jernih dan Anda siap untuk bekerja kembali keesokan harinya.

  1. Ubah gaya hidup

Terapkan gaya hidup sehat dengan cara mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, dan tidur yang cukup. Hal-hal ini dapat mendukung tubuh yang sehat dan pikiran yang lebih mudah fokus, sehingga menurunkan risiko terjadinya burnout .

  1. Kurangi ekspektasi dan berikan apresiasi terhadap diri sendiri

Atur pola pikir dan bersikaplah realistis, sehingga Anda dapat menurunkan ekspektasi terhadap pekerjaan yang tengah dikerjakan. Dengan begitu, kecemasan dan stres di tempat kerja dapat berkurang. Selain itu, jangan lupa untuk memberi apresiasi terhadap diri sendiri terhadap prestasi yang pernah dicapai.

https://www.alodokter.com/ciri-ciri-burnout-dan-cara-mengatasinya

Biasanya burnout ditandai dengan diri mengalami kelelahan yang berlebih, hilangnya motivasi untuk melakukan suatu aktivitas, hingga cenderung berpikiran negatif dan lebih sensitif. Untuk mengatasi burnout, hal pertama yang saya lakukan adalah mencoba untuk mencari tahu penyebabnya. Apakah itu dari pekerjaan atau tugas yang menumpuk, saya yang tidak bisa membagi waktu dengan baik, atau memang diri saya yang sedang kelelahan dan enggan melakukan aktivitas apapun. Setelah menemukan penyebabnya, maka saya akan mulai dengan mencari hiburan. Hal ringan seperti menonton film, jalan-jalan, membeli makanan, atau memasak. Hal kedua adalah dengan mulai membuat daftar prioritas tugas dan kegiatan. Lalu self reward sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri. Dan yang terakhir adalah istirahat yang cukup.