Biografi Nazri Tsani Sarassanti : Perkara Berdamai dengan Kelumit Takdir Tuhan

image

Lilin kecil, begitulah nama pena yang ia gunakan dalam karya-karyanya. Hobinya menulis, menggambar dan berbagi manfaat melalui karya. Ia seorang pemimpi yang berkemauan tinggi dan sangat menyukai negara Jepang. Baginya Jepang adalah negara yang indah sekali untuk dijejaki. Bola matanya selalu berbinar ketika menceritakan keinginannya pergi kesana. Jepang, tunggulah ia menjejakimu. Aku yakin ia akan menemuimu sebentar lagi.

Ia adalah sosok sahabat yang luar biasa, Nazri Tsani Sarassanti. Kerap disapa Tsani oleh orang-orang terdekatnya. Dua puluh dua tahun lalu, di kota pelajar Yogyakarta, tangisnya memecah penantian keluarga yang sudah menunggunya lahir ke dunia, tepat di tanggal 15 Oktober 1998. Saat Indonesia masih menghadapi krisis besar, keluarga itu terberkati atas kelahirannya. Gadis mungil itu tumbuh menjadi anak yang cerdas dan aktif.

Tsani adalah anak yang berprestasi, menjadi juara kelas sepertinya hobi yang tidak bisa ia tinggalkan. Sejak SD sampai Aliyah, ia selalu menorehkan angka cantik di rapornya, bahkan mungkin menjadi bahan pembanding orangtua teman-temannya agar anaknya bisa mengikuti jejak Tsani yang rajin itu. Prestasi itu pun bertahan sampai kuliah. Ia memang selalu tampil mengagumkan .

Di dunia ini, manusia yang berprestasi begitu banyak, mungkin prestasi yang ditorehkan Tsani tidak berarti apa-apa bagi sebagian orang. Namun itu sangat berarti bagi keluarga kecilnya. Ia adalah anak tunggal yang menjadi satu-satunya harapan Bapak dan Ibunya. Kedua orangtuanya tidak bisa menjanjikan materi yang banyak bagi kehidupan Tsani. Maka, prestasi Tsani sangat membantu keluarganya untuk tidak terlalu sulit memikirkan biaya sekolahnya.

Ketika di penghujung masa sekolah menengah pertamanya, ia mendapatkan peluang besar untuk belajar di MAN 1 Tangerang dengan gratis SPP selama satu tahun. Hal itu tidak terlalu menarik perhatiannya, karena ia ingin sekolah di sekolah umum. Tetapi ia harus mengambil kesempatan itu untuk meringankan beban biaya yang ditanggung keluarganya. Tidak pernah sedikitpun terbesit dalam hidupnya untuk belajar di sekolah berbasis agama itu. Tahun pertamanya terasa sangat berat. Ia harus terlibat rutinitas sekolah yang memekakan, ia harus belajar Bahasa Arab yang baginya cukup sulit dan pulang sekolah lebih lama dari sekolah umum, benar-benar menyulitkannya. Namun, tak bisa ia tolak takdir itu. Tangisnya hanya mampu ia curahkan kepada Tuhan dan memutuskan untuk berdamai dengan keadaan yang ada.

Meski di beberapa bagian dalam hidupnya ia mengalami kesulitan, ia tidak ingin melalaikan karunia akal dari Tuhan. Ia tidak suka membuang waktu dan bersikap lamban. Ia putuskan untuk terbuka memaknai takdir yang diterimanya. Ia tetap berprestasi meski Aliyah bukanlah sekolah impiannya. Ia mampu menjadi juara kelas dan mengikuti olimpiade sains. Tsani sangat suka pelajaran eksakta, terutama matematika dan kimia. Bahkan ia kerap menggantikan guru kimianya mengajar di kelas. Keputusannya untuk bertahan dan berpikiran luas membuahkan hasil yang manis. Pelajaran Bahasa Arab pun tidak terlalu menjadi kendala yang besar bagi kehidupan putih abu-abunya. Masih pekat diingatan bagiamana senyumnya merekah ketika memberitahu bahwa nilai ujian Bahasa Arabnya cukup bagus. Antusiasnya dalam belajar memang tidak pernah diragukan. Ia selalu berusaha memberikan yang terbaik pada apapun.

Semua capaian besar itu ia lewati dengan usaha yang besar pula. Menurutnya, kesuksesan cara belajarnya terletak pada “target”. Ia selalu menuliskan targetnya setiap hari di buku yang ia selalu bawa. Ketika target-target hariannya satu demi satu tercapai, ia akan langsung mencoretnya, menandakan ia telah melakukan hal besar dalam hidupnya, yakni menyelesaikan target-target pada hari yang dijalaninya. Baginya cara belajar dengan menentukan target di awal itu sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas kita setiap harinya, alhasil materi-materi yang ingin kita kuasai hari itu dapat terukur dengan jelas. Tsani adalah tipikal orang yang perfeksionis dan cukup ambisius. Ia yang kerap kali selalu sempurna dalam menyelesaikan tugas, sering merasa ‘kerepotan’. Makanya, ia mengatasinya dengan menulis target-target tersebut untuk mengelola sisi perfeksionis dan ambisiusnya agar tetap berada di jalur yang sewajarnya dan menguntungkan baginya.


Saat awal memasuki kuliah, ia juga menghadapi masalah yang cukup membuatnya down. Ia harus menghadapi stigma orang-orang terdekat karena ia memilih jurusan yang tidak sesuai dengan spesialisasinya sewaktu Aliyah dulu. Ia mengambil jurusan di bidang pengetahuan sosial, yakni Bimbingan Konseling Islam. Guru-guru dan teman-teman melayangkan pandangan yang mengerdilkannya karena memilih jurusan yang tidak terlalu populer. Ia sempat terguncang dan merasa telah memilih jalan yang salah. Tetapi seiring berjalannya waktu, Tsani kuat menghadapi stigma itu dan mencoba untuk mencurahkan hatinya di masa kuliahnya.

Hingga akhirnya kesabaran itu membuahkan hasil, ia bertemu dengan teman-teman yang sangat mendukung dirinya dan mengerti dirinya dengan baik. Ia juga bertemu dengan sosok dosen yang menginspirasinya untuk tetap berjalan dengan niat mencari ridho Allah ketika harapan tidak sesuai dengan kehendaknya.

Pada tahun ketiganya di kampus, ia mendapatkan kesempatan untuk mewakili kampusnya untuk mempresentasikan hasil penelitiannya dalam ajang Kemah Budaya Kaum Muda yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Budaya RI dan mimpinya untuk naik pesawat gratis pun tercapai. Ia aktif di dunia riset kampusnya dan menjalankan berbagai penelitian yang menyenangkan. Ia sangat bersyukur bisa bergabung dengan lingkar riset kampus tersebut karena ia bisa bertemu dengan orang-orang yang berdedikasi tinggi dalam dunia pendidikan. Ia semakin semangat untuk menulis dan menyebarkan kebaikan kepada sesama. Tidak terbayang bagaimana jika dulu ia menuruti egonya dan memutuskan untuk menyerah dengan jurusan dan kampusnya tersebut, ia tidak pernah merasakan kesempatan yang berharga tersebut.


Saat ini Tsani sudah bekerja di majalah Sang Buah Hati. Setelah menyelesaikan skripsinya, di bulan Februari lalu ia sudah bekerja sebelum diwisuda. Jangan ditanya lagi bagaimana nilai akhirnya, sudah pasti sangat memuaskan. Ia akan selalu menjadi cahaya yang paling terang dimanapun ia ditempatkan. Ia selalu mengerjakan sesuatu dengan baik dan serius.

Menurutnya, pencapaian yang telah ia dapatkan saat ini adalah karena ia selalu berusaha untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Ketika masalah datang dan meradang kehidupannya, langkah pertama yang ia lakukan adalah selalu meluapkannya. Ia luapkan emosinya dalam tangisan, baginya itu sangat membantu meskipun tidak dapat menyelesaikan masalahnya tapi itu langkah awal yang baik. Setelah meluapkannya ia mencoba untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan baginya, misalnya menggambar atau membaca buku.

Lalu ketika ia tidak mampu menopang sendirian, ia meminta bantuan kepada orang-orang terdekatnya untuk menjadi pendengarnya. Tsani adalah pendengar yang baik, namun ia juga butuh untuk didengarkan. Ia menyadari sekali bahwa lingkungan pertemanan sangat memengaruhi bagaimana ia bisa mencapai titik ini. Kesuksesannya bukan karena usahanya seorang diri tetapi terdapat campur tangan Allah, dukungan keluarga, dan teman-temannya yang berharga. Saat ini ia harus fokus untuk meraih impiannya yang lain, membawa kedua orangtuanya ke Mekah, belajar di Jepang, studi Magister Psikologi, dan lain sebagainya adalah impian yang harus ia ikhtiarkan.