Berkenalan dengan Limbah Elektronik (E-Waste), Sisi Lain Kemajuan Teknologi

Kebutuhan masyarakat akan teknologi yang lebih canggih sangat menguntungkan industri teknologi. Di abad-21 ini, banyak industri berbasis teknologi yang mulai bermunculan dan berlomba-lomba menarik konsumen dengan keunggulannya masing-masing. Konsumen sangat tertarik pada teknologi dengan tingkat kecanggihannya yang tinggi, industri pun memahami hal tersebut. Sebagai akibatnya, setiap industri teknologi dengan rutin meluncurkan perangkat elektronik dengan peningkatan fitur teknologi.

Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE) dan E-Waste atau Limbah Elektronik, merupakan istilah untuk barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan dibuang, baik karena rusak atau karena sudah ketinggalan jaman. E-Waste dan WEEE merupakan dua istilah yang berbeda, karena WEEE cenderung mencakup barang-barang non elektronik tradisional seperti kulkas dan oven[1]. Beberapa kalangan meyakini bahwa limbah yang digolongkan sebagai E-Waste hanya berupa limbah perangkat komputer dan perangkat TI lainnya. Menurut EU Directive tahun 2002/96/EC, “E-waste merupakan limbah perangkat elektrik dan elektronik, termasuk seluruh komponen rakitan dan konsumsi yang merupakan bagian dari produk elektronik tersebut pada waktu pembuangan”[2]. Berdasarkan pengertian tersebut dan seiring dengan kemajuan teknologi, istilah E-Waste dan WEEE tidak begitu diperdebatkan untuk menyebut limbah elektronik.

Situs Statista.com setiap tahunnya membuat daftar statistik produksi limbah negara-negara besar, khususnya negara-negara Eropa. Gambar diatas merupakan daftar statistik 10 besar negara penghasil limbah elektronik terbanyak pada tahun 2016. China menduduki peringkat pertama dengan produksi limbah elektronik mencapai 7,2 juta ton, disusul U.S yang menghasilkan 6,3 juta ton limbah elektronik.

Kalau kita perhatikan, Indonesia tercantum pada daftar tersebut dengan produksi limbah elektronik yang mencapai 1,3 juta ton tahun 2016 lalu. Pada daftar statistik tersebut juga menunjukkan, walaupun China menghasilkan 7,2 juta ton limbah, produksi limbah per individu hanya 5,2 kg. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jerman dan Perancis, produksi limbah per individu dari negara tersebut berturut-turut mencapai 22,8 kg dan 21,3 kg.

Selain terdapat komponen-komponen berharga, limbah elektronik juga mengandung banyak komponen yang bersifat toksik. Sebuah komputer (PC) saja mengandung komponen yang terdiri dari merkuri, arsenik, dan krom, yang termasuk dalam logam berat.

Dalam tabel yang dikutip dari jurnal penelitian tahun 2010, terdaftar beberapa kandungan materi berbahaya pada limbah elektronik. Materi yang paling banyak ditemukan yaitu materi dari golongan logam berat seperti, arsen (arsenic), barium, beryllium, kadmium (cadmium), krom (chromium), tembaga (copper), timbal (lead), Lithium, merkuri, Nikel, selenium, seng sulfida (zinc sulphide), dan logam berat lainnya.

Tembaga merupakan logam dengan konsentrasi atau jumlah terbanyak pada limbah elektronik yang diproduksi, yaitu mencapai 41 gram per 1 kilogram* limbah elektronik. Merkuri hanya ditemukan sebanyak 0,68 mg per 1 kilogram limbah elektronik namun emisi global merkuri mencapai 13,6 ton dari limbah elektronik yang dihasilkan. Logam-logam tersebut sebagian besar berasal dari perangkat elektronik yang memiliki baterai, layar LCD dan layar CRT, sebagai contoh perangkat komputer.

Sumber:
[1] Robinson, Brett H. 2009. E-waste : An assessment of global production and environmental impacts. Science of the Total Environment 408 : 183-191. ELSEVIER. https://www.researchgate.net/publication/222540614

[2] Gaidajis, G., K. Angelkoglou, D. Aktsoglou. 2010. E-waste : Environmental Problems and Current Management. Journal of Engineering Science and Technology Review 3 (1) : 193-199. https://www.researchgate.net/publication/4960706

[3] Wang, Z., Bin Zhang, Dabo Guan. 2016. Take responsibility for electronic-waste disposal. Comment. Nature 536 : 23-25. Macmillan Publishers Limited. https://www.researchgate.net/publication/305808861