Berakhlakul Karimah Di Bulan Ramadhan

Ditengah menyebar luasnya pandemi Covid-19 dibeberapa daerah Indonesia dan pemerintah menganjurkan kepada umat muslim untuk tetap menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan seperti biasa nya, walaupun Ibadahnya mulai dari sholat tarawih, tadarusan, buka puasa bersama, dan bahkan lebaran Idul Fitri 1441 H / 2020 M pun harus tetap dirumah. Demi untuk mencegah persebaran Covid-19, akan tetapi semua itu tidak membuat goyah keimanan dan ketaqwaan seorang muslim untuk menjalanka Ibadah Puada Ramadhan dirumah saja, karena dibulan Ramadhan ini seluruh umat muslim berlomba-lomba dalam kebaikan untuk membentuk jiwa dan kepribadian yang berakhlakul karimah, ditambah dengan adanya keistimewaan malam Lailatul Qadar (10 hari terakhir Ramadhan) malam Lailatul Qadar adalah malam yang sangat didamba-dambakan umat muslim seluruh dunia, dimana malam ini adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan, jika mendapati malam Lailatul Qadar, maka akan mendapatkan keberkahan, dan bahkan pengampunan dosa dari Allah Swt.

Puasa merupakan salah satu rukun islam yang ketiga dan sudah sepantasnya bagi umat Muslim untuk bertaqwa agar bisa menjalankannya. Karena hal ini merupakan sebagai bagian dari kebiasaan agar umat Muslim mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Di dalam agama Islam, terdiri dari puasa wajib yang datang setiap tahun, yaitu puasa Ramadan. Maka tak heran, kalau ada beberapa umat Muslim yang sedang menjalankan puasa namun tidak pada bulan Ramadan. Puasa sunnah yang kerap ditemui atau dijalankan adalah puasa Senin Kamis. Puasa ini disunnahkan oleh Rasulullah SAW agar umat Muslim bisa mendapatkan banyak manfaat dan keberkahan baik itu di dunia maupun di akhirat. Dalam ibadah puasa terdapat hikmah yang sangat besar, diantaranya adalah untuk membentuk pribadi muslim yang berakhlakul karimah. Pada dasarnya akhlak merupakan hal yang fundamental, karena akhlak adalah manifestasi dari sikap dan kepribadian manusia, dan akhlak juga merupakan kehendak lahir dan jika seseorang yang melakukannya secara berulang-ulang.

Sedangkan Istilah Akhlak berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, serta kebiasaan. Sedangkan Karimah adalah artinya mulia, terpuji, baik. Maka yang dimaksud dengan Akhlakul Karimah ialah sifat budi pekerti atau sebuah perangai yang mulia. Sebuah akhlak memiliki tujuan agar setiap orang bertingkah laku atau bertabiat sesuai dengan adat istiadatnya yang baik dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Bagi seseorang yang memiliki akhlakul karimah maka akan selalu disenangi oleh sesama manusia, bahkan tidak hanya itu jika seesorang berperilaku sesuai ajaran agama islam maka sudah pasti baik dimata Allah. Dan kelak nanti akan masuk dalam surga bersama Nabi Muhammad saw, seperti yang terkandung dalam Hadist Nabi Muhammad sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan orang yang paling dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian”

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.’’

Ayat diatas menjelaskan bahwa hari-hari tersebut adalah (bulan Ramadan yang padanya diturunkan Alquran) yakni dari Lauhulmahfuz ke langit dunia di malam lailatulkadar (sebagai petunjuk) menjadi ‘hal’, artinya yang menunjukkan dari kesesatan (bagi manusia dan penjelasan-penjelasan) artinya keterangan-keterangan yang nyata (mengenai petunjuk itu) yang menuntun pada hukum-hukum yang hak (dan) sebagai (pemisah) yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. (Maka barang siapa yang menyaksikan) artinya hadir (di antara kamu di bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain) sebagaimana telah diterangkan terdahulu. Diulang-ulang agar jangan timbul dugaan adanya nasakh dengan diumumkannya ‘menyaksikan bulan’ (Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesempitan) sehingga oleh karenanya kamu diperbolehkan-Nya berbuka di waktu sakit dan ketika dalam perjalanan. Karena yang demikian itu merupakan `illat atau motif pula bagi perintah berpuasa, maka diathafkan padanya. (Dan hendaklah kamu cukupkan) ada yang membaca ‘tukmiluu’ dan ada pula ‘tukammiluu’ (bilangan) maksudnya bilangan puasa Ramadan (hendaklah kamu besarkan Allah) sewaktu menunaikannya (atas petunjuk yang diberikan-Nya kepadamu) maksudnya petunjuk tentang pokok-pokok agamamu (dan supaya kamu bersyukur) kepada Allah Taala atas semua itu.

Banyak sekali macam-macam puasa yang ada di ajaran agama Islam ini menjadi salah satu kunci untuk bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan membentuk diri berakhlakul karimah. Setiap umat Muslim diwajibkan untuk ikut berpuasa Ramadan setiap tahunnya. Akan tetapi syarat yg harus dipenuhi dalam berpuasa, yakni beragama Islam, dewasa, baligh dan berakal, suci dari hadas kecil dan besar.

Ada hadits dimana Rasulullah SAW bersabda

“Lima hal ini dapat membuat puasa seseorang tidak sah: ikut menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat”.

Tidak satu pun dari lima hal ini berkaitan dengan makan, minum, atau berhubungan dengan suami. Namun, mengapa seseorang bisa membuat puasa seseorang tidak sah? Ini tentu saja terkait dengan makna sah itu sendiri; terwujudnya maksud puasa, untuk berakhlak mulia, dalam diri sang sa’im (orang yang berpuasa).

Makna Puasa menurut Imam Al-Ghazali :

Berpuasa melepaskan sebatas mempertahankan nafsu dan syahwat. Lebih dari itu berpuasa adalah diri sendiri agar tidak melakukan berbagai hal yang dibenci oleh Allah, baik yang bisa dilakukan oleh mata, lisan, telinga, atau bagian tubuh yang lain. Menjaga diri agar tidak mengatakan hal-hal yang sia-sia, juga agar tidak berbicara apa yang diharamkan oleh Allah untuk dilakukan termasuk dalam makna luas puasa. Menjaga nafsu dan syahwat memang sudah cukup untuk ulama fiqh untuk memenuhi persyaratan sah puasa. Namun ahli hikmah memaknai sahnya puasa lebih dari itu. Puasa yang sah adalah puasa yang diterima. Puasa yang diterima adalah puasa yang dimaksudkannya diterima. Lalu apa maksud dari berpuasa? Adalah berakhlak dengan akhlak terbaik, akhlak malaikat, akhlak para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW.

Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.’’

Ayat diatas menjelaskan bahwa Puasa merupakan tameng untuk menjaga diri dari kemaksiatan, karena puasa itu dapat membendung syahwat yang menjadi pangkal sumber kemaksiatan itu. Orang yang mengerjakan puasa telah berjuang untuk menundukkan hawa nafsu dan membentuk pribadi muslim yang berakhlakul karimah dan disinilah letak nilai-nilai edukatif ibadah puasa mendidik manusia untuk mempertinggi sifat-sifat sabar. Kesabaran menahan adalah nilai dari aurat penting bagi keteguhan jiwa manusia.

Adapula Hikmah orang yang berpuasa menurut Imam al Ghazali adalah sebagai berikut:

  1. Apabila ketiga derajat puasa yang dikemukakan Imam al Ghazali di atas dilaksanakan, maka orang yang berpuasa akan menjadi manusia yang berakhlak mulia.

  2. Dari sudut sosiologis atau kemasyarakatan, maka puasa dapat mendidik manusia muslim dalam menumbuhkan sifat pemurah dan penyayang.

  3. Dari sudut pandang psikologi, maka pengaruh yang terpenting dari puasa itu ialah membentuk watak dan karakter manusia menjadi patuh dan disiplin terhadap suatu peraturan. Patuh terhadap hukum Allah semata yang dimotori jiwa taqwa.

  4. Imam al Ghazali memandang puasa pada hakekatnya adalah menahan syahwat serta mengembalikannya kepada batas kesederhanaan, maka akan terpancarlah sifat-sifat yang mulia, seperti suka menolong, menghormati sesama, gotong royong, dan sebagainya.

  5. Puasa dapat mendidik manusia untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.

Manfaat puasa Ramadan tak hanya berdampak bagi kesehatan fisik, tetapi juga terhadap rohani kita. Bulan Ramadan ini bisa menjadi semacam bulan pelatihan bagi kita untuk melatih perilaku baik kita agar kemudian sepeninggal Bulan Ramadan ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan dapat berdampak baik pada ketaqwaan kita. Dengan melakukan ibadah puasa kita dapat mendekatkan diri kepada Allah. Taqwa itu sendiri berarti manjauhkan diri dari hal-hal yang Allah larang dan melaksanakan hal-hal yang Allah perintahkan. Taqwa adalah salah satu sifat yang harus kita miliki seperti yang dikatakan dalam Surat Ali Imran ayat 102 yang artinya berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.’’ (Q.S. Al-Imran ayat 102)

Menjadi orang yang bertaqwa tidaklah mudah, kita harus menghalau segala bentuk godaan dan teguh pendirian. Kita harus melakukan segala kebajikan yang Allah perintahkan dengan ikhlas dan diniatkan hanya untuk-Nya semata. Di hari-hari biasa kita sering kali mengalami kesulitan dalam beribadah kepada Allah, itu karena godan syaitan. Tapi di bulan yang istimewa ini syaitan-syaitan yang selama ini mengganggu kita dibelenggu dan tak dapat membisiki kita untuk melakukan maksiat. Jadi di Bulan Ramadan ini kita harus berperang melawan hawa nafsu kita sendiri. Jika kita sudah bisa menaklukkan hawa nafsu kita Insya Allah ketakwaan kita pada Sang Pemilik Seluruh Alam ini akan semakin kuat. Jika kita meniatkan ibadah puasa kita hanya untuk Allah, dan tidak ada niat riya’ sama sekali maka Allah akan menerima puasa kita, dan ketaqwaan kita akan bertambah.

Puasa dapat membuat kita mengerti konsep bersyukur. Dua sikap kunci yang kita butuhkan untuk menjalani hidup adalah bersabar apabila diberi cobaan dan bersyukur jika mendapatkan rezeki. Saat berbuka, air putih pun menjadi sangat nikmat dan sangat kita syukuri. Sikap syukur sangat terikat kuat dengan sikap Qona’ah. Jika kita orang yang Qona’ah kita akan selalu merasa cukup dengan apapun yang Allah berikan pada kita. Puasa itu seperti miniatur hidup kita, setelah bersabar kita bersyukur. Sikap istiqamah sangat terlatih saat Bulan Ramadan ini. Kita harus secara konsisten berpuasa selama satu bulan, dan itu tidak mudah. Kita harus konsisten dalam kebaikan, namun terkadang itu sulit dijalankan karena pasti ada saja kesibukan duniawi yang menghalanginya. Kita bisa konsisten dalam kebaikan apabila niat kita bulat dan benar-benar bertekad, pasti akan konsisten.

Di Bulan Ramadan yang istimewa ini kita harus melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan untuk menambah tabungan pahala kita, karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput. Tapi kalau berbuat baiknya dengan maksud riya’ atau ingin dipuji orang lain ya kita tidak mendapat pahala. Untuk itu kita kalau beribadah harus ikhlas dan hanya untuk Allah. Di Bulan Ramadan ini umumnya orang-orang yang berkecukupan akan berlomba-lomba memberikan hidangan berbuka untuk orang-orang yang kurang mampu. Ya memang betul, memberikan hidangan berbuka untuk orang lain itu kita akan mendapatkan pahala berpuasa orang yang kita beri makanan berbuka. Tapi tidak semua orang melakukannya dengan ikhlas, ada juga yang karena ingin dipuji. Di bulan suci ini kita harus menghindari riya’ karena riya’ itu adalah perilaku yang tidak terpuji. Riya’ adalah lawan kata dari ikhlas. Di Bulan Ramadan ini kita sangat dianjurkan untuk saling berbagi dengan ikhlas. Tapi harus dengan ikhlas. Ibadah puasa ini bisa membersihkan hati dan diri kita. Ibadah puasa membuat hati kita bersih dari dosa-dosa yang terkumpul selama 11 bulan sebelumnya. Jadi hati kita yang semula kotor dari dosa akan menjadi bersih kembali apabila kita menjalankan amaliah Ramadhan dengan baik dan benar.