Berakhlaklah Dengan Akhlak Allah

Taman Surga

Wirid para pencari dan pengembara Tuhan tampak pada kesibukan mereka dalam berusaha dan beribadah. Mereka menyalurkan seluruh waktu yang mereka miliki untuk satu amalan dan waktu khusus. Seolah-olah mereka memiliki seorang pembimbing yang secara teratur mengajak mereka melakukan suatu amalan tertentu. Misalnya, ketika seseorang bangun dari tidurnya di pagi hari, waktunya ia penuhi dengan ibadah dan bertafakur karena pada saat itu jiwa mereka masih tenang dan jernih. Jadi, semua orang pada saat itu bisa melakukan ibadah yang sesuai untuknya dan memasuki ruang jiwanya yang mulia.

“Dan Sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah), dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah).” (QS. al-Shaffat: 165-166)

Di hadapan Tuhan, ada seratus ribu tingkatan. Semakin suci seseorang, tingkatannya akan semakin naik. Sementara jika kesuciannya menurun, ia pun akan turun kembali, “Akhirkan mereka karena Allah menginginkannya.”

Kisah ini sangat panjang dan tak terelakkan. Setiap orang yang mencoba memendekkan kisah ini, berarti dia memendekkan umur dan jiwanya sendiri, kecuali orang yang berpegang teguh pada Allah. Tentang wirid para Washilin (orang yang sudah sampai kepada Allah), aku akan menyampaikannya sesuai dengan kadar pemahamanku. Hal itu dikarenakan di pagi hari, datanglah ruh-ruh yang disucikan Allah, para malaikat, dan makhluk-makhluk yang “hanya Allah yang mengetahuinya” yang namanya disembunyikan dari manusia karena antusiasme yang kuat untuk mengunjunginya.

“Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong- bondong.” (QS. an-Nashr: 2)

“Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” (QS. al-Ra’d: 23)

Kamu duduk di samping mereka, tapi kamu tidak melihat mereka. Kamu juga tidak mendengar perkatan, salam, dan tawa mereka, bukankah itu sangat menakjubkan?

Ketika seseorang sedang sakit dan sudah sekarat, ia akan melihat khayalan-khayalan yang tidak bisa didengar maupun dilihat oleh siapapun. Realitas spiritual ini seribu kali lebih subtil ketimbang khayalan-khayalan itu, sebab ketika seseorang tidak melihat atau mendengar khayalan itu sampai ia sakit, maka ia tidak akan pernah melihat realitas spiritual sebelum ia mati. Para pengunjung ini— yang mengetahui kesucian dan keagungan para wali, dan mengetahui bahwa di pagi buta para malaikat dan ruh-ruh suci berdatangan untuk melayani sang wali—mondar-mandir ke sana kemari, karena tidak sepatutnya mereka menyela di tengah-tengah wirid yang dikhawatirkan bisa mengganggu sang wali.

Seperti para budak yang setiap pagi datang ke depan pintu istana raja, kedatangan mereka itu tampak bahwa mereka memiliki kedudukan yang pasti, pelayanan yang pasti, dan ibadah yang pasti. Sementara sebagian budak lainnya melayani sang raja dari kejauhan, dan raja tidak melihat maupun memperhatikan mereka. Para budak raja tahu bahwa ada seseorang yang melayani raja dari kejauhan. Saat raja pergi, para budak raja ini datang kepadanya dari semua pintu untuk melayaninya, karena ia tidak tahu lagi bagaimana melayani sang raja. Pastikanlah “Kamu berakhlak dengan akhlak Allah.” Pastikanlah kata-kata: “Aku menjadi telinga dan mata-Nya.”

Kedudukan itu sangat agung, dan karenanya tak terlukiskan. Karena keagungannya tidak bisa dipahami hanya dengan mengeja K-E-A-G-U-N-G-A-N. Jika jejak keagungan itu hilang, suara dan huruf K tidak akan bisa ditulis dan dieja. Kekuatan dan semangat tidak lagi tersisa sebab tentara-tentara cahaya telah merobohkan kota.

“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya.” (QS. an-Naml: 2)

Seekor unta memasuki sebuah rumah kecil dan menghancurkannya. Akan tetapi di balik puing-puing rumah itu, tersimpan ribuan harta karun.

Harta karun berada di antara puing-puing, Di bangunan tua, anjing tetaplah anjing.

Jika aku terus menjelaskan kedudukan para Salikin (pengembara Tuhan), bagaimana aku bisa menjelaskan kedudukan para Washilin ? Kedudukan mereka yang telah menyatu dengan Allah tidak memiliki ujung, sementara para Salikin masih memiliki tujuan akhir.

Tujuan akhir dari perjalanan para Salikin itu adalah menjadi Washilin . Namun, apa yang seharusnya menjadi ujung dari perjalanan para washilin , padahal mereka sudah menyatu dengan Tuhannya dan tidak mungkin bercerai lagi? Mana ada buah anggur yang sudah ranum kembali menjadi mentah. Tidak ada buah yang sudah ranum kembali menjadi mentah.

Aku dilarang untuk membicarakan hal ini kepada manusia,

Tapi setiap kali kudengar nama-Mu disebut, aku semakin memanjangkan pembicaraannya,

Demi Allah, aku tidak akan memanjangkannya, aku akan memendekkannya.

Aku meminum darah, tapi Kau menyangkanya alkohol, Kau ambil ruhku, tapi Kau merasa memberikannya.

Barangsiapa yang memendekkan kisah ini, sama saja ia telah meninggalkan jalan yang lurus dan lebih memilih jalan padang pasir yang membunuh, dan berkata: “Sepertinya pepohonan ini adalah jalan pulang yang benar.”

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum