Benih Dalam Lisan

Pada musim penghujan di bulan desember dan pada jam paling sunyi malam itu. Ketika aku sedang duduk menunggu kereta terakhir di kota ini dari kejahuan aku melihat seorang nenek berjalan sendiri di antara koridor stasiun, tidak berapa lama nenek itu duduk tepat di sebelahku.

Waktu berlalu, beberapa menit di dalam kesunyian tempat ini, nenek disebelahku memulai sebuah bertanya kepadaku,

“Beberapa hari ini cuaca di kota ini semakin dingin, memang ade mau kemana?” Tanya nenek itu,

Seketika aku menjawab pertanyaan nenek yang berada di sebelahku,

“Aku ingin ke rumah saudaraku tidak jauh dari kota ini, tapi bener nek cuaca setiap hari semakin dingin.” Ucapku sembari berusaha mengangkat kehangatan di tempat ini.

Lalu aku melihat nenek itu mangamati dan menatap beberapa sudut tempat ini,

“Orang-orang di sini semua sibuk dengan gawai masing-masing, tidak seperti dulu memakai koran.”

Sejenak aku terdiam mendengar ucap nenek di sebelahku,

“Mungkin teknologi dan waktu yang mengubah kebiasaan orang lain untuk mendapatkan informasi nek.” Ucapku.

Aku melihat nenek itu sedikit tersenyum kepadaku lalu nenek disebelahku mengambil selembar foto dari dalam tasnya.

“Ini foto suami nenek.”

Aku melihat foto seorang lelaki dengan baju seperti tentara berselempang tas kecil di dadanya.

“Wah suami nenek gagah, apakah suami nenek seorang tentara?” Tanyaku kepada nenek itu,

Seketika aku melihat nenek itu mengengam erat foto ditangannya dan aku kembali melihat senyuman di wajah nenek itu.

“Suami nenek dulu adalah seorang jurnalis di medan perang” Ucap nenek itu,

“Wah keren, Nek”

“Apakah kamu tahu pada jaman itu untuk menyiarkan sebuah berita mereka harus menyingkirkan ketakutan didalam hatinya lalu bergerak disetiap kabut malam dan bersandar pada keyakinan bahwa berita sebuah kebenaran akan bergema untuk sebuah peradaban dan kebahagiaan yang akan datang.”

Sejenak aku merenung akan ucapan nenek disebelahku lalu aku kembali bertanya kepadanya,

“Apa yang membuat suami nenek yakin?”

“Karena arti penting dari sebuah berita dalam kebaikkan adalah isi hatimu yang mengungkapkan pikiranmu dan pikiranmu adalah kepakan sayap-sayap seekor burung di angkasa luas. Seperti pena yang akan selalu mendengar apa yang dikatakan kertas, untuk menjadikan sebuah buku yang mengungkapkan kebenaran.”

Suatu pemikiran terus mengalir kepada diriku didalam sebuah perbincangan aku dan dirinya, aku bertanya beberapa pertanyaan kepadanya dan nenek itu membalas setiap pertanyaanku, seakan membangunkanku dari tidurku di masa mudaku.

Tidak lama perbincanganku, suara keras kereta yang aku tunggu berada dihadapanku, lalu aku dan nenek itu bersiap untuk masuk ke dalam kereta, ketika aku ingin megucapkan salam perpisahanku dengan nenek itu, nenek itu kembali berkata kepadaku.

“Tetapi sebelum kita berjalan dan berpisah, tolong carilah pengetahuan kedalamanmu karena pengetahuanmu adalah sebuah palung tanpa dasar dan Samudera yang tak terhingga luasnya lalu ketika kamu mengarunginya biarkan tanganmu terjulur dan ucapkan suatu kebenaran baik walau dalam kata-kata sedikit, tetapi jangan biarkan lidahmu mengucapkan keburukan walau dalam manisnya kata-kata, nenek pergi dulu ya, nenek berharap dapat bertemu kembali denganmu.”

Ucapnya telah membawaku masuk dalam puncak perbukitan dan berdiri diantara batuan yang luas di antara kebaikan dalam sebuah kabar.

Lalu kami berdiri dan mengucapkan perpisahan.

Beberapa bulan kemudian

Saat itu ketika tunas di setiap ladang mulai tumbuh di bulan juli dan pada jam paling sunyi malam itu. Ketika aku sedang duduk menunggu kereta terakhir di kota ini, dari kejahuan aku melihat dua orang berjalan berlahan di antara koridor stasiun, tidak beberapa lama langkah-langkahnya, diriku melihat seorang kakek dan seorang nenek, lalu diriku ingat itu nenek yang beberapa bulan lalu aku temui, dan saat itu jiwaku membuktikan, meskipun aku bertemu dengannya hanya beberapa kata, tetapi kabar di dalam kebenaran yang baik akan tersimpan didalam diriku untuk selamanya.

Benih Dalam Lisan, Bima Maarschal, Terima Kasih :blush: .

1 Like