Benarkan korban KDRT tidak memandang gender?

KDRT TIDAK MEMANDANG GENDER

KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan tindak kekerasan, ancaman, dan bahkan pelecehan yang terjadi dalah hubungan rumah tangga. Biasanya yang menjadi korban dalam KDRT ini adalah perempuan, sebanyak 18,3% perempuan yang sudah menikah dengan jenjang usia 15-64 tahun telah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Kekerasan fisik mendominasi kasus KDRT pada perempuan yaitu sebesar 12,3% dibandingkan kekerasan seksual sebesar 10,6% (SPHPN, 2016)

Namun, akhir-akhir ini telah terjadi kasus KDRT yang dialami oleh seorang aktris lelaki, ia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh istrinya sendiri, ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi pelaku KDRT, dan laki-laki bisa menjadi korban KDRT.

Dengan contoh kasus diatas, benarkan korban KDRT tidak memandang gender? dan faktor apa saja yang memungkinkan terjadinya KDRT?

Summary

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Ini sama halnya dengan kasus pelecehan seksual yang sering kita jumpai di sekitar. Baik perempuan ataupun laki-laki, keduanya berpotensi mengalami kekerasan seksual/fisik di lingkungan, terutama di lingkungan keluarga dalam lingkup yang lebih kecil. Mungkin yang membedakan KDRT yang dialami perempuan dan laki-laki adalah terletak pada bagaimana kekerasan itu disalurkan. Jika KDRT pada perempuan, mayoritas adalah kekerasan fisik, maka menurut saya, KDRT pada laki-laki cenderung mengarah pada kekerasan verbal.

Saya yakin tiap orang pasti memiliki martabat diri yang mereka lindungi. Apalagi jika yang bersangkutan adalah kepala keluarga, maka ada suatu kewibawaan yang melekat pada dirinya. Saat anggota keluarga tidak bisa menjaga dan menghargai wibawa itu, mungkin hal ini yang akhirnya mendorong perasaan bahwa sebagai seorang kepala keluarga, dia tidak dihargai sama sekali. Namun, juga tidak menutup kemungkinan bahwa justru seorang laki-laki menjadi korban KDRT dari istrinya.

Faktor ekonomi menjadi hal yang sering saya temukan mengapa KDRT bisa terjadi. Saya tidak yakin apakah terlalu menyayangi pasangan bisa menjadi salah satu penyebab KDRT ini. Mungkin ungkapan “suami-suami takut istri” bisa dikaji lebih lanjut.

1 Like

Benar, memang korban KDRT sudah tidak memandang gender. Saya memperoleh data informasi bahwa terdapat kasus pada wilayah Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 2019. Dimana korban KDRT ini ialah seorang suami. Suami ini dihantam oleh gas LPG dan menggorok leher yang dilakukan oleh istrinya dikarenakan terus menerus mengukit mengenai perselingkuhan. Hal ini membutikkan, bahwa korban KDRT ini bukan hanya dialami oleh wanita saja tapi lelaki pun banyak mengalami hal tersebut.

1 Like

benar, karena korban kdrt sama dengan korban pelecehan tidak memandang gender sama sekali, baik perempuan atai pria sama-sama bisa menjadi pelaku dan korban kdrt.
di Indonesia, KDRT telah mendapatkan pembahasan sendiri dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pengertian korban dan siapa saja yang dianggap korban juga sudah dijelaskan di dalamnya. Pada pasal 1 nomor 3 disebutkan bahwa “Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.”
Namun, masih banyak orang yang mengasosiasikan kata “korban” dengan sesuatu yang lemah, rapuh, kecil, dan rentan, maka laki-laki yang diidentikan dengan kekuatan, dominan, tidak terkalahkan dan maskulinitas lainnya jelas tidak memiliki tempat untuk menjadi korban. Maka ketika ia mendapat tindak kekerasan, alih alih mendapat perlindungan dan bantuan, orang-orang justru mempertanyakan kelaki-lakinya dan menganggap kekerasan yang mereka alami adalah lelucon. Hal yang kemudian membuat para korban laki-laki enggan untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

1 Like