Benarkah Sistem Parenting yang Tegas Cenderung Membuat Anak Stres?

Sebagai orang tua pasti ingin memiliki anak yang penurut, pintar, tidak nakal, membanggakan orang tua, dan sebagainya. Wajar ketika memiliki anak, setiap pasangan mempunyai harapan tersebut. Namun, bagaimana cara mendidik anak supaya memiliki karakteristik yang diinginkan? Tentunya cara yang diterapkan setiap orang tua bervariasi. Misalnya saja, orangtua menerapkan pola asuh yang cenderung tegas agar anak tidak nakal dan taat orang tua. Namun, pola asuh yang tegas tentunya memiliki berbagai dampak bagi anak. Jadi, benarkah pola asuh yang tegas cenderung membuat anak stres karena merasa terlalu ditekan? Bagaimana pendapat kalian akan kasus ini? Yuk sampaikan pendapatmu!

Sumber Gambar

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635900/jangan-kesal-ini-cara-menghadapi-ibu-yang-pemarah

  Menurut saya sistem parenting yang tegas memang benar bisa membuat anak stres. Sistem parenting yang tegas bisa membuat anak menjadi tidak terbiasa membuat keputusan sendiri dan takut jika tidak menuruti perkataan orang tuanya. Selain itu, anak yang terbiasa dengan pola asuh yang tegas jadi sulit mengungkapkan pendapatnya sehingga muncul masalah kecemasan yang dapat menyebabkan stres. Dampak pola asuh tegas terhadap perkembangan anak lainnya, yakni dapat membuat emosi anak meledak-ledak, hubungan dengan orang lain yang kurang baik, dan cenderung menjadi pribadi yang otoriter di kemudian hari.

Sumber

http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/372/parenting-sebuah-proses-untuk-memantaskan-diri-menjadi-orang-tua-teladan.html
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191021200141-284-441607/4-jenis-pola-asuh-dan-dampaknya-pada-anak

yap saya setuju dan berkemungkinan juga anak akan melampiaskan hal yang sama yang dilakukan oleh orang tuanya kepada anaknya nanti, dan itu merupakan siklus yang kurang baik.

Kalau pendapat saya pribadi, sistem parenting yang tegas memiliki sisi yang baik dan buruk. Dari sisi baiknya anak-anak menjadi turut akan orang tua dan mengerti mana yang baik dan buruk bagi mereka, misalnya jika mereka diajak untuk nakal bersama teman-temannya pasti mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Kemudian dari sisi buruknya memang nyatanya memiliki orang tua yang tegas pasti akan membuat kita stress bukan? Terlebih jika kita merupakan anak yang memiliki jiwa bebas dan kita dipaksa untuk selalu menurut dan tidak boleh untuk melakukan kesalahan sama sekali, pastinya jika anak tersebut telah mengenal dunia luar yang selama ini belum pernah dijangkau dia akan mencoba untuk menutupi hal tersebut dari orang tuanya.

Tergantung si anak sih, setiap orang kan berbeda-beda, tetapi kebanyakan teman-temanku yang menerapkan sistem parenting cenderung stress dahulu, tetapi setelah itu mereka akan mempunyai suatu sifat yang merupakan hasil dari parenting dimana sifat tersebut sudah diajarkan dan dilatih dalam masa parenting. Jadi bisa kusimpulkan bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, stress dari parenting dahulu, kemudian mendapat sifat baik tanpa mendorong diri sendiri untuk mendapatkannya.

Dalam konteks ini, tegas yang dimaksud mungkin dilakukan dengan membentak, penuh emosi dan gak mau memahami perasaan anaknya, jadi cenderung membuat anak stres. That’s why, menjadi orang tua itu bukan hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipelajari sebelum menjadi orang tua, terutama tentang pola asuh terhadap anak. Psikolog Kanada, Victoria Talwar, mengadakan penelitian pada dua sekolah di Afrika Barat dan hasilnya, murid yang menjalankan kesehariannya dengan aturan yang sangat tegas cenderung lebih mahir untuk berbohong. Dari studi tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak merasa tidak bisa terbuka dan terpaksa harus berbohong karena aturan yang tegas dan mengekang. Menurut aku, gak salah kalau orang tua berperilaku tegas ke anak mereka, tapi tentunya tegas dengan cara yang positif. Contohnya bisa dimulai dari membuat kesepakatan aturan dengan anak, tanyakan pendapat dan saran dari mereka supaya mereka merasa terlibat dan terbuka dengan orang tua, dan yang terpenting orang tua juga harus menjadi contoh, bukan hanya memerintah dan melarang anak untuk melakukan sesuatu.

Referensi

Strict parenting turns children into liars, experts claim | The Independent | The Independent

Menurutku konteks parenting yang tegas adalah orang tua yang memberikan arahan dan penuturan kepada anaknya. Bagi saya, ini bisa memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi sang anak. Dari sisi positifnya, orang tua yang tegas dinilai sudah memiliki pengalaman yang lebih banyak. Maka dari itu, orang tua berusaha memberikan “wejangan” dan nasihat yang terbaik bagi sang anak agar tidak “jatuh ke lubang yang sama”. Disisi lain, orang tua yang terlalu ketat atau strict terhadap anaknya mungkin sebagian besar masih berpikiran kolot dan kuno. Contohnya, anak akan diarahkan dan disuruh untuk bisa meniti karir pada pekerjaan tertentu seperti PNS karena lebih gaji lebih terjamin, dsb. Pekerjaan yang lain dianggap tidak menjanjikan bagi masa depan sang anak. Padahal, tidak semua anak menyukai pekerjaan bertipe kantoran seperti itu dan tentunya anak juga memiliki passion yang berbeda dengan yang diinginkan orangtuanya. Hal ini mungkin bisa menjadikan anak menjadi stres karena keinginannya bertentangan dengan keinginan orang tuanya.
Intinya, orang tua yang tegas dengan porsi yang cukup bisa menjadikan hidup anaknya menjadi lebih terarah dan teratur. Orang tua juga perlu mengetahui waktu dan bidang apa dimana mereka harus tegas pada anaknya. Misal, pada bidang asmara, orang tua perlu tegas untuk calon pasangan anak mengenai pengetahuan agamanya agar kehidupan berumahtangga anaknya bisa baik kedepannya. Namun, untuk bidang pekerjaan, orang tua tersebut bisa membebaskan sang anak untuk mengeksplor dari passionnya.

Sebenarnya bagus, namun perlu diingat bahwa anak anak apalagi yang masiih belia terkadang tidak memahami hal hal kompleks dan belum bisa membedakan antara A dan B. Mereka akan berfikir bahwa tegas yang dinginkan orang tua, adalah sesuatu hal yang kejam dan jahat. Ada baiknya, apabila ingin tegas kepada seorang anak, kita harus bersikap sesuai dengan usia anaknya. Misalkan, untuk anak yang masih belia, kita bersikap tegas, namun dengan perangai yang lembut dan mudah dipahami. Apabila kita gak bisa menyesuaikan terkait hal itu, sang anak akan menganggap orang tuanya kejam dan jahat dan buruknya, sang anak akan mengalami luka batin dan akan merekam semua nya sebagai memori buruk dan terbawa sampai dewasa. Imbasnya, sang anak akan cenderung Jauh seperti ada pembatas antara si anak dan orang tuanya. Jadi, sebagai orang tua nantinya, kita harus bijak dalam bersikap kepada anak agar mental anak kita tidak terluka.

Menurut aku pola asuh yang cenderung tegas itu tidak membuat anak stress, yang membuat anak stress adalah pola asuh yang keras. Tegas dan keras beda lho yaa, jadi tegas terhadap anak menurut aku itu benar dan baik dilakukan oleh orang tua karena anak jadi tau mana yang benar dan mana yang salah. Anak berbuat kesalahan itu juga wajar, ya karena mereka memang belum paham dan clueless. Anak itu ibarat kertas putih, tergantung orang tuanya mau kasih mereka warna apa. Maksud dari pernyatan itu adalah anak itu polos, sehingga dia akan menyerap atau mencontoh apa yang dia lihat, dengar, dan yang diajari oleh orang tuanya. Untuk itu as parents harus memberikan contoh yang baik dan tegas untuk mengubah sikap, pola pikir, dan kerpibadian anak agar menjadi lebih baik.

Sistem parenting yang tegas biasa disebut sistem parenting otoriter. Tentunya perlu kita ketahui juga sebagai orangtua karakter anak ini seperti apa, dan hal tersebut membuat kita sadar bahwa apakah sistem parenting atau pola asuh itu sudah baik atau belum. Jangan memihak bahwa sebagai orangtua berarti berhak melakukan segalanya sesuai keinginan, tapi pikirkan kembali ke anak, dimana mereka yang merasakan, apakah merasa nyaman atau malah mengancam.

Karakteristik otoriter, yaitu kaku, tegas, menerapkan hukuman jika tidak sesuai aturan. Orang tua cenderung selalu benar dalam mengemukakan pendapat. Pola asuh ini akan membentuk seorang anak dengan karakter disiplin dan patuh. Namun sayangnya, orang tua yang otoriter sering melayangkan ungkapan “pokoknya” ketika sedang mengutarakan pendapat, tanpa memedulikan atau mendengar pendapat dan keinginan anak. Hal ini dapat membuat anak menjadi tidak terbiasa membuat keputusan sendiri dan takut jika tidak menuruti perkataan orang tuanya. Anak yang terbiasa dengan pola asuh otoriter sering kali sulit mengungkapkan pendapatnya sehingga muncul masalah kecemasan yang dapat menyebabkan stres.

Dalam penelitiannya, Baumrind menemukan, anak yang diberikan dengan orang tua otoriter akan menjadi pribadi yang selalu patuh dan cakap. Namun sayang, meski cakap, anak cenderung menjadi pribadi yang tidak bahagia, tak memiliki kemampuan sosial, dan memiliki harga diri yang rendah. Dampak pola asuh otoriter terhadap perkembangan anak lainnya, yakni dapat membuat emosi anak meledak-ledak, hubungan interpersonal (dengan orang lain) yang kurang baik, dan cenderung menjadi pribadi yang otoriter di kemudian hari.

Summary

Baumrind, D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence and substance use. The Journal of Early Adolescence, 11 (1), 56-95.