Benarkah memaafkan mempunyai pengaruh yang baik terhadap kesehatan?

Ketidakmampuan seseorang untuk memaafkan orang lain terkadang berdampak terhadap kesehatan seseorang, karena ketidakmampuan memaafkan cenderung membuat orang tersebut menjadi stres, dimana menurut beberapa penelitan, stress dapat meningkatkan serangan jantung.

Apakah dampak-dampak positif terkait dengan memaafkan dilihat dari sudut pandang kesehatan ?

Menurut Worthington dan Scherer (2004), terdapat lima mekanisme langsung dimana forgiveness dapat berfungsi sebagai strategi koping yang bisa memperbaiki kesehatan serta bagaimana unforgiveness berpengaruh sebaliknya.

1. Forgiveness mereduksi hostilitas.

Hostilitas ditumbuhkan oleh unforgiveness yang kemudian memperbesar terjadinya gangguan kardiovaskular serta resikp-resiko kesehatan lainnya.

Hostilitas sering disertai dengan kemarahan yang memperbesar stres. Stres pada gilirannya mampu merusak dinding dalam arteri yang kemudian menjadi tempat berkembangnya plak arterial dan bahkan mungkin arterisklerosis.

Kekakuan arterial yang terjadi dapat memperbesar resiko bagi infark kardiak, hipertensi dan stroke. Forgiveness telah ditunjukkan sebagai salah satu cara untuk memodulasi atau mereduksi rasa marah dan hostilitas.

2. Forgiveness dapat mempengaruhi sistem imun pada level selular.

Kadar tertentu emosi negatif berkorelasi dengan dan dapat mengakibatkan disregulasi dalam sistem imun. Dalam pengalaman stress atau infeksi, sitokin akan disekresikan untuk memerangi infeksi dan menjadi respon awal terhadap bahaya.

Sitokin mengerahkan sel-sel imun menuju daerah bahaya dan mengaktifkan mereka untuk perlawanan. Namun, bila kondisi ini berlarut-larut, jumlah sitokin akan meningkat, dan selanjutnya kondisi ini justru menggangu sistem imun interselular.

3. Forgiveness dapat mempengaruhi sistem imun pada level endokrin.

Pengaruh positif dari forgiveness atas kesehatan adalah kemampuannya untuk memperkokoh sistem imun. Forgiveness dapat mereduksi reaktivitas HPA dan dengan begitu mereduksi sekresi kortisol.

Produksi berlebihan kortisol terbukti berpengaruh buruk atas sistem imun dan kardiovaskular serta pada fungsi kognitif dan otak. Jadi, sistem neuroendokrin dipengaruhi oleh stress, yang juga berparuh atas sistem imun.

4. Forgiveness dapat mempengaruhi sistem imun melalui pelepasan antibodi.

Selama stress kronik, antibodi mengalami supresi. Ada hubungan antara emosi negatif dengan supresi inhibisi secretory Immunoglobulin-A (sIg-A). Kadar sIg-A berpengaruh atas fungsi sistem imun. Penggunaan forgiveness sebagai strategi koping mampu mengembalikan level sIg-A pada level awal (baseline).

5. Forgiveness dapat mempengaruhi proses sistem saraf pusat.

Pada level sistem syaraf pusat, ada tiga proses yang terpengaruh. Pertama, dua sistem motivasional yang disebut Behavioral Inhibition System (BIS) dan Behavioral Activation System (BAS). BIS bereaksi terhadap stimuli yang berasosiasi dengan kejadian yang baru dan aversif, dan mempersiapkan orgnaisme untuk memfokuskan atensi pada stimuli ini.

BIS melibatkan sistem septohipokampal, korteks prefrontal, dan jalur monoaminergik yang menggerakkan hippokampus. Sedangkan BAS berhubungan dengan emosi baik positif dan negatif. Kedua jenis emosi ini dapat menstimulasi BAS karena kedua emosi ini merangsang dan memotivasi organisme untuk menghadapi lingkingan.

Oleh karena itu, BAS bisa memanifestasikan kebahagiaan maupun agresi dan kemarahan. Struktur neural yang terlibat dalam BAS mencakup basal ganglia, jalur dopaminergik dari sistem limbik menju basal ganglia, thalamic nuclei yang berhubungan dengan basal ganglia, korteks preforntal, serta area-area motorik dan senso-motorik.

Proses kedua berkaitan dengan struktur dan fungsi hipotalamus dan amigdala yang tersangkut dengan forgiveness dan unforgiveness. Di dalam hipotalamus terdapat banyak reseptor untuk testosteron dan seratonin, dan hipothalamus sendiri terlibat dalam proses proses motivasional. Testosteron cenderung tinggi dalam perilaku agresif, sedangkan seratonin menurunkan agresi.

Forgiveness sebagai strategi koping yang berfokus pada emosi bisa menghambat testosteron dengan menstimulasi pelepasan seratonin. Proses yang terakhir adalah proses yang berhubungan dengan tonalitas vagal sebagai mekanisme yang menghubungkan forgiveness dan kesehatan. Syaraf vagus bertindak seperti pusat jaringan koneksi dalam sistem saraf parasimpatetik.

Tatkala suatu stressor dihadapi, tonalitas vagal menurun dan penurunan ini memungkinkan terjadinya arousal secara cepat. Tonalitas vagal ditunjukkan berhubungan dengan gangguan kardiovaskular, expresi emosional dan regulasi emosi. Forgiveness dapat meninggikan kembali tonalitas vagal.

dampak memaafkan terhadap kesehatan

Menurut McCullough, 2000; Thoressen, Harris, & Luskin, 2000; Seybold, Hill, Newmann, & Chi, 2001, terdapat enam alur penghubung antara forgiveness dan kesehatan:

  • menurunnya reaktivitas psikofisiologis,
  • berkurangnya stress interpersonal,
  • berkurangnya frekuensi stress,
  • kelemahan konstitusional yang bertautan dengan hostilitas dan kesehatan,
  • lebih banyak perilaku sehat, dan
  • faktor-faktor transenden atau religius.

Forgiveness juga mempengaruhi kesehatan dengan berbagai mekanisme yang tidak langsung. Beberapa mekanisme tidak langsung dikemukan oleh Worthington dan Scherer sebagai berikut:

  1. Orang yang memaafkan mempunyai jaringan sosial yang lebih besar atau jaringan yang lebih mendukung secara emosional. Kenyataan bahwa forgiveness dapat mempromosikan rekonsili menunjukkan bahwa orang yang memaafkan dapat memperbaiki relasi lebih daripada bukan pemaaf. Kuantitas dan kualitas jaringan dukungan sosial mempunyai hubungan dengan kesehatan.

    Neuropeptida seperti oxytocin dan prolactin dipandang sebagai neuropeptida yang berhubungan dengan relasi sosial. Kontak dan kehangatan relasi menstimulasi oxytocin, sedangkkan prolactin menghasilkan efek fisiologis karena interaksi positif.

  2. Orang yang memaafkan mengalami hidup perkawinan yang ditandai dengan stress yang kurang. Orang yang pemaaf cenderung mengalami konflik perkawinan lebih sedikit dan lebih mempu menyelesaikan konflik lebih baik daripada pasangan yang bukan pemaaf. Dengan begitu, forgiveness bisa menjadi kekuatan yang menyetabilkan perkawinan.

  3. Forgiveness barangkali berkaitan dengan personality traits yang pada gilirannya berkaitan dengan kesehatan. Forgiveness, khususnya sebagai suatu disposisi personalitas, cenderung cenderung bekerja bersama dengan variabel-varieabel disposisional lainnya yang telah oleh hasil riset ditunjukkan berhubungan dengan kesehatan.

    Variabel-variabel disposisional ini mencakup agama, empati, ruminasi yang rendah, tingkat neurotisisme yang rendah, dan agreeableness yang tinggi.

  4. Forgiveness berhubungan dengan ketrampilan-ketrampilan relasional. Orang yang mudah memaafkan cenderung memiliki :

    • kemampuan dan cara-cara koping yang lebih besar tatkala menghadapi stress yang disertai emosi-emosi negatif,
    • strategi regulasi emosi yang lebih kokoh,
    • kemungkingan lebih kecil untuk menyerang balik lawan, dan dengan begitu memperkecil rasa bersalah dan malu,
    • kapasitas yang lebih rendah untuk mempunyai komitmen dalam suatu relasi di mana telah terjadi pengkhianatan, dan
    • lebih kecil kesediaan untuk berkorban untuk suatu relasi.

Pengungkapan lain mengenai pertalian antara forgiveness dan kesehatan diajukan oleh Torenssen, Harris dan Luskin (2000), yakni: 
  • Menurunnya hostilitas, rasa marah dan menyalahkan (blaming) yang kronis,
  • berkurangnya hyperarousal dan atau allostatic load yang berkepanjangan atau kronis,
  • berpikiran optimistik,
  • efikasi-diri untuk mengambil tindakan yang memperhitungkan kesehatan,
  • dukungan sosial, dan
  • kesadaran transenden.

Sedangkan lintasan penghubung tak langsung dari efek forgiveness atas kesehatan juga dikemukakan oleh Lawler dkk.(2005), sebagai berikut: (a) spiritualitas, (b) reduksi afekf negatif, ( c) ketrampilan sosial, dan (d) reduksi stress.

Kestabilan emosional pada umumnya merupakan karakteristik dalam relasi. Dalam masing-masing mekanisme di atas, relasi orang yang memaafkan cenderung lebih baik oleh karena adanya kestabilan emosional ini. Rangsangan emosi negatif juga tidak dibiarkan lama berlarut-larut.

Di samping itu, forgiveness dapat menjadi semacam penanda (marker) bagi cara seseorang mengada di dunia yang bisa mencerminkan religius/spritual well-being. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa forgiveness sebagai suatu strategi koping memang mempunyai dampak pada kesehatan.

Seperti yang dipublikasikan oleh Mayo Clinic dan Telegraph, manfaat kesehatan dari memaafkan kesalahan orang lain diantaranya:

1. Terhindar dari penyakit darah tinggi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di university of california, San Diego ditemukan bahwa kemungkinan lonjakan tekanan darah resikonya lebih rendah pada orang-orang yang bisa memaafkan orang lain dan melepaskan amarahnya.

Dalam penelitian yang melibatkan 200 orang relawan ini peneliti meminta relawan untuk memikirkan saat temannya menyinggung perasaan. Setengah dari relawan itu diminta untuk memikirkan mengapa hal itu bisa membuatnya marah sedangka setengah relawan yang lain didorong untuk memaafkan temannya tersebut. Para peneliti menemukan bahwa orang yang marah tekanan darahnya naik lebih besar dibanding orang yang pemaaf.

2. Menurunkan resiko penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang

Memaafkan adalah suatu proses berdamai dengan diri sendiri. Orang pemaaf akan merasa lebih rileks dan menerima kondisi yang sedang dijalani.

Kondisi mental yang rileks inilah yang membuat orang terhindar dari risiko penyalahgunaan obat terlarang dan alkohol. Penyalahgunaan obat dan alkohol umumnya dilakukan oleh orang yang pendendam sehingga mencari pelampiasan atas emosi negatifnya.

3. Menurunkan resiko serangan jantung

Para peneliti telah membuktikan bahwa permintaan maaf bisa meningkatkan kesehatan jantung. Seperti disebutkan diatas bahwa kemarahan dapat meningkatkan tekanan darah, lebih lanjut orang yang mengalami perlakuan kasar meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Tetapi saat mendengarkan kata maaf maka tekanan darah akan turun lagi.

Dalam penelitian ini tekanan darah yang diukur adalah diastolik yaitu tekanan darah saat serambi jantung berkontraksi dan bilik jantung istirahat atau tekanan darah antara dua detak jantung. Jika tekanan ini tinggi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.

4. Mengurangi stres dan depresi

Penelitian yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Bulletin diberitakan bahwa memaafkan memiliki dampak positif dalam mengurangi gejala depresi. Memaafkan juga memperbaiki hubungan dan mengembalikan pikiran positif.

5. Meningkatkan kekebalan tubuh

Penelitian yang dilakukan di The Institute of  Human Virology merupakan pusat dari University of Maryland Institute Bioteknologi mengungkapkan bahwa sikap psikologis khususnya memaafkan berpengaruh terhadap imunitas tubuh.

Penelitian ini melibatkan 200 orang penderita HIV positif. “Ini adalah hipotesis bahwa kemampuan untuk memaafkan, untuk melepaskan pikiran dan perasaan marah, dapat meningkatkan kemampuan alami tubuh untuk kembali merangsang sistem fisiologis kembali ke tingkat yang lebih homeostasis normal,” jelas Dr Temoshok. Keadaan homeostatis ini sangat penting dalam memperlambat perkembangan AIDS dan mempertahankan kualitas hidup yang lebih tinggi.”