Quarter Life Crisis adalah bagian dari tahap perkembangan sosioemosional manusia (Hidayat & Herawati, 2020). Hal ini terjadi berkisar pada usia 25 tahun yang disebabkan adanya perasaan cemas akan ketidakpastian hidup di masa depan (Revitasari, 2018). Quarter Life Crisismempengaruhi 86% dari generasi millenial, yang menemukan bahwa generasi tersebut mengalami kegelisahan kekecewaan, kesepian, dan depresi (Stapleton, 2012). Robbins dan Wilner merupakan ahli yang pertama kali mengemukakan istilah dari Quarter-life crisis. Disebutkan bahwa perasaan yang mengarah ke Quarter life crisisini terjadi pada akhir masa remaja, ketika individu mendekati akhir-akhir masa perkuliahan dan mempersiapkan diri untuk βdunia nyata,β. Robbins dan Wilner menjelaskan beberapa tanda sebagai berikut, ; individu merasa tidak mengetahui keinginan dan tujuan hidupnya, pencapaian pada usia 20an tidak sesuai dengan harapan, takut akan kegagalan, tidak ingin merelakan masa kecil dan masa remaja berakhir, dan takut tidak mampu menempatkan pilihan yang tepat untuk sebuah keputusan (Robinson dkk., 2013).
Adapun ahli lain yang menyebutkan tujuh dimensi quarter-life crisis
menurut Hassler (2009) yaitu:
-
Kebimbangan
dalam mengambil keputusan yaitu kondisi
dianggap sulit dan meragukan keputusan yang
akan atau telah diambil.
-
Putus asa, kondisi
menganggap tidak ada pencapaian atau
kegagalan dalam melaksanakan tugas
kemandirian.
-
Penilaian negatif, merupakan
kondisi memandang negatif pencapaian dan
usaha yang sudah dilakukan karena tidak sesuai
harapan atau tidak sesuai dengan perbandingan
sosial yang dilakukan.
-
Terjebak dalam situasi
sulit, anggapan individu tidak ada jalan keluar
dalam hidupnya karena sudah terperangkap
dalam pihan hidup yang harus dipenuhi.
-
Cemas, kondisi mengkhawatirkan hal-hal yang
belum terjadi mengenai masa depan.
-
Tertekan, situasi yang dianggap individu adanya
pengharapan dan tekanan sosial ketika
menghadapi tuntutan hidup untuk mandiri.
-
Khawatir dengan relasi interpersonal, anggapan
karena mengecewakan keluarga ataupun
pasangan karena belum bisa memenuhi
harapan yang diinginikan atau sesuai dengan
standar individu.
Lalu bagaimana jika mengalami quarter life crisis? apa yang harus dilakukan.
Individu yang mengalami quarter life crisis disarankan untuk melakukan, : (Atwood & Scholtz, 2008).
-
Memiliki coping mechanism dalam menghadapi berbagai tekanan. Coping mechanism adalah latihan fisik yang dapat memberikan pengaruh untuk meningkatkan suasana hati menjadi lebih baik.
-
Melakukan talking therapy, yaitu individu dapat mencoba untuk berbagi pikiran dan perasaannya dengan orang-orang terdekat dengan tujuan untuk memberikan efek terapeutik agar individu merasa tidak sendirian.
-
Melatih diri untuk berpikir positif, yaitu mengontrol pikiran negatif menjadi hal-hal yang lebih dapat diterima dan mau terbuka pada berbagai pendapat dan pilihan.
sumber :
Atwood, J. D., & Scholtz, C. (2008). The quarter life time period: An age of indulgence, crisis or both? Contemporary Family Therapy, Vol. 30, (4), 233β250.
Hassler, C. (2009). Are you having a quarter-life
crisis. The Huffington Post.
Stapleton, A. (2012). Coaching Clients through the Quarter-Life Crisis: What works. International Journal of Evidence Based Coaching and Mentoring, Vol.06, 130β145.
Robinson, O. C., Wright, G. R. T., & Smith, J. A. (2013). The Holistic Phase Model of Early Adult Crisis. Journal of Adult Development, Vol.20, (1), 27β37. The Holistic Phase Model of Early Adult Crisis | SpringerLink
Herawati., I, & Hidayat., A. (2020). QUARTERLIFE CRISIS PADA MASA DEWASA AWAL DI PEKANBARU. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, Vol.05, (02), 145-154.