Benarkah Kaum Millenial Sering Dilanda Quarter Life Crisis?

Mungkin sebagian dari kalian pernah mendengar istilah Quarter Life Crisis atau krisis seperempat abad, yang diartikan sebagai fase dimana seseorang yang berusia dua puluhan tahun seringkali merasa khawatir akan masa depan, tidak memiliki arah, bingung dan galau, hingga merasa tidak memiliki tujuan hidup yang jelas.

Quarter Life Crisis ini biasanya timbul ketika telah lulus SMA atau kuliah, karena seringkali mempertanyakan kepada dirinya sendiri, apa yang harus ia lakukan setelahnya? Mau kemana dan kenapa?

Ada dua penyebab besar mengapa seseorang mengalami Quarter Life Crisis, penyebab pertama, tuntutan berlebih dari diri sendiri. Kamu mungkin sering menginginkan hal yang tinggi, baik itu karier, asmara, atau lainnya.

Apakah teman-teman sedang atau pernah mengalami QLC ini? Jika iya, bagaimana cara mengatasinya?

Sources:
https://www.alodokter.com/memahami-quarter-life-crisis-dan-cara-menghadapinya
https://www.kejarmimpi.id/sering-galau-mungkin-kamu-sedang-dalam-fase-quarter-life-crisis-59.html
Picture from Pinterest.

4 Likes

Menurut saya tidak hanya kaum millenial saja yang mengalami yang namanya fase Quarter Life Crisis ini tetapi juga semua manusia yang sedang menuju fase beranjak dewasa. Quarter Life Crisis ini terjadi karena kekhawatiran akan hidupnya, biasanya bagi yang sedang mengalami QLC ini sering merasa bahwa ia tidak bahagia dengan yang ia kerjakan, mencemaskan apa yang akan terjadi di masa depan dan minder dengan teman yang lebih sukses dari nya. Fase Quarter life crisis ini merupakan hal yang wajar sebagai bentuk pendewasaan diri untuk menuju transisi hidup berikutnya.

Untuk mengatasi QLC ini sebaiknya kita tanamkan pada diri kita bahwa tidak semua harus kita khawatirkan baik itu masa depan dan pandangan orang terhadap kita, dengan adanya QLC ini membuat kita lebih mengenal siapa diri kita dan lebih matang dalam perencanaan hidup kedepannya

Saya bisa benarkan karena diri sayav uga merasakan hal ini khawatir, bingung, galau. Saya sudah mulai rasakan ini ketika memasuki usia 20 tahun ditambah lagi pandemi ini mmebuat saya semakin overthinking saya masih rasakan hal ini sampai saat ini, namun terkadang perasaan itu hilang dan kembali muncul di saat saya sedang sendiri

Menurutku di fase umur 20an pasti sangat rentan di landa keadaan yang under pressure karena adanya tekanan yang di bawah diri kita sendiri yang mebuat kita membandingkan pencapaian diri kita dengan orang lain.

Ditambah adanya media sosial pasti akan memacu untuk membandingkan diri kita dengan teman kita atau orang lain yang kebih sukses. Padahal nyatanya yang kita lihat mereka belum tentu bahagia atau sukses pula. Jadi saat di fase seperti kita harus lebih bersyukur dan harus open minded akan keadaan yang kita miliki.

Quarter Life Crisis adalah bagian dari tahap perkembangan sosioemosional manusia (Hidayat & Herawati, 2020). Hal ini terjadi berkisar pada usia 25 tahun yang disebabkan adanya perasaan cemas akan ketidakpastian hidup di masa depan (Revitasari, 2018). Quarter Life Crisismempengaruhi 86% dari generasi millenial, yang menemukan bahwa generasi tersebut mengalami kegelisahan kekecewaan, kesepian, dan depresi (Stapleton, 2012). Robbins dan Wilner merupakan ahli yang pertama kali mengemukakan istilah dari Quarter-life crisis. Disebutkan bahwa perasaan yang mengarah ke Quarter life crisisini terjadi pada akhir masa remaja, ketika individu mendekati akhir-akhir masa perkuliahan dan mempersiapkan diri untuk β€œdunia nyata,”. Robbins dan Wilner menjelaskan beberapa tanda sebagai berikut, ; individu merasa tidak mengetahui keinginan dan tujuan hidupnya, pencapaian pada usia 20an tidak sesuai dengan harapan, takut akan kegagalan, tidak ingin merelakan masa kecil dan masa remaja berakhir, dan takut tidak mampu menempatkan pilihan yang tepat untuk sebuah keputusan (Robinson dkk., 2013).

Adapun ahli lain yang menyebutkan tujuh dimensi quarter-life crisis
menurut Hassler (2009) yaitu:

  1. Kebimbangan
    dalam mengambil keputusan yaitu kondisi
    dianggap sulit dan meragukan keputusan yang
    akan atau telah diambil.

  2. Putus asa, kondisi
    menganggap tidak ada pencapaian atau
    kegagalan dalam melaksanakan tugas
    kemandirian.

  3. Penilaian negatif, merupakan
    kondisi memandang negatif pencapaian dan
    usaha yang sudah dilakukan karena tidak sesuai
    harapan atau tidak sesuai dengan perbandingan
    sosial yang dilakukan.

  4. Terjebak dalam situasi
    sulit, anggapan individu tidak ada jalan keluar
    dalam hidupnya karena sudah terperangkap
    dalam pihan hidup yang harus dipenuhi.

  5. Cemas, kondisi mengkhawatirkan hal-hal yang
    belum terjadi mengenai masa depan.

  6. Tertekan, situasi yang dianggap individu adanya
    pengharapan dan tekanan sosial ketika
    menghadapi tuntutan hidup untuk mandiri.

  7. Khawatir dengan relasi interpersonal, anggapan
    karena mengecewakan keluarga ataupun
    pasangan karena belum bisa memenuhi
    harapan yang diinginikan atau sesuai dengan
    standar individu.

Lalu bagaimana jika mengalami quarter life crisis? apa yang harus dilakukan.

Individu yang mengalami quarter life crisis disarankan untuk melakukan, : (Atwood & Scholtz, 2008).

  1. Memiliki coping mechanism dalam menghadapi berbagai tekanan. Coping mechanism adalah latihan fisik yang dapat memberikan pengaruh untuk meningkatkan suasana hati menjadi lebih baik.

  2. Melakukan talking therapy, yaitu individu dapat mencoba untuk berbagi pikiran dan perasaannya dengan orang-orang terdekat dengan tujuan untuk memberikan efek terapeutik agar individu merasa tidak sendirian.

  3. Melatih diri untuk berpikir positif, yaitu mengontrol pikiran negatif menjadi hal-hal yang lebih dapat diterima dan mau terbuka pada berbagai pendapat dan pilihan.

sumber :
Atwood, J. D., & Scholtz, C. (2008). The quarter life time period: An age of indulgence, crisis or both? Contemporary Family Therapy, Vol. 30, (4), 233–250.

Hassler, C. (2009). Are you having a quarter-life
crisis. The Huffington Post.

Stapleton, A. (2012). Coaching Clients through the Quarter-Life Crisis: What works. International Journal of Evidence Based Coaching and Mentoring, Vol.06, 130–145.

Robinson, O. C., Wright, G. R. T., & Smith, J. A. (2013). The Holistic Phase Model of Early Adult Crisis. Journal of Adult Development, Vol.20, (1), 27–37. The Holistic Phase Model of Early Adult Crisis | SpringerLink

Herawati., I, & Hidayat., A. (2020). QUARTERLIFE CRISIS PADA MASA DEWASA AWAL DI PEKANBARU. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, Vol.05, (02), 145-154.

Pada dasarnya, setiap individu memiliki kecemasan masing-masing akibat dari tuntutan yang berlebih dan kekhawatiran yang berlebih sehingga merasa tertekan. Menurut saya, untuk dapat merasa tekanan merupakan hal yang bagus karena setidaknya masih ada rasa kritis dalam diri kita. Memang sebagai anak muda, terutama di usia-usia untuk memulai karier, pastinya akan penuh pertimbangan dan dengan begitu kecemasan akan datang.

Saya percaya bahwa kecemasan dalam hidup tidak melulu datang pada masa usia dua puluhan. Rasanya wajar jika kita sebagai manusia memikirkan mengenai masa depan diri kita masing-masing. Namun tetap untuk mengatasinya menurut saya hindari berpikir yang berlebihan yang dapat menyebabkan stres dan depresi.

quarter-life crisis adalah perasaan khawatir, atau ketidakpastian tentang masa depan, karir, dan kehidupan sosial yang dialami oleh individu sekitar berusia 20 tahun. menurut Nash dan Murray (2010) mengatakan bahwa quarter-life crisis merupakan masalah mimpi atau harapan, kepentingan akademik, agama atau spiritualitas dan kehidupan pekerjaannya, permasalahan ini muncul pada sekitar usia 18 sampai 28 tahun atau usia yang telah menyelesaikan pendidkan (mahasiswa).
Krisis dialami oleh kalangan mahasiswa disebabkan karena adanya tuntutan-tuntutan dari orang tua melihat langkah untuk masa mendatang, dan adanya stress akibat akademik (Slamet, 2003; Kartika, Deria, & Ruhansih, 2018). kemudian tantangan lain yang dapat berkontribusi akan krisis emosional adalah masa dengan ketidakadapastian sehingga sampai dapat menimbulkan depresi padamahasiswa yang mengalaminya, hal tersebut juga diperparah dengan adanya pengalama-pengalaman yang negative sehingga berdampak pada kesejahteraan pribadi ataupun harga diri. krisis emosional dalam jangka panjang menyebabkan stress hingga depresi, kondisi stres terakumulasi diprediksi akan muncul permasalahan baru seperti perilaku agresi atau kekerasan, masalah emosi atau perilaku, penarikan diri secara sosial, cemas,serta trauma.

Sumber:
Habibie, A., Syakarofath, N. A., & Anwar, Z. (2019). Peran Religiusitas terhadap Quarter-Life Crisis (QLC) pada Mahasiswa. Gajah Mada Journal of Psychology, 5 (2), 129-138.