Benarkah Jika Feminisme Berubah Menjadi Toxic Seiring Dengan Perkembangan Zaman?

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan idelogi yang memiliki tujuan untuk mencapai kesetaraan gender antara pria dan wanita. Gerakan Feminisme sendiri sudah ada sejak abad ke-19 dan terdiri dari tiga gelombang besar. Gelombang pertama feminisme terjadi di Amerika dan Inggris sekitar akhir abad-19 dan awal abad ke-20 yang ditandai dengan perlawanan kaum wanita terhadap chattel marriage (jenis pernikahan yang dimana suami menguasai sang istri dan anak - anaknya sepenuhnya dan mendapatkan pegakuan politik. gelombang kedua terjadi sekitar tahun 1960 - 1980 yang berfokus kepada penolakan wanita terhadap budaya sexist, dan gelombang terakhir yaitu gelombang ketiga terjadi pada tahun 1990 dengan perlawanan terhadap sexual harassment.

Gelombang 4 yang terjadi hingga saat ini membuka berbagai jenis aliran feminisme seperti feminisme liberal, feminisme marxist, dan yang paling menyita perhatian adalah toxic feminism. banyak opini - opini yang mengatakan jika feminisme modern telah menyimpang dari jalur yang sebenarnya dan berubah menjadi toxic. misalnya, Lyle (2021) dalam tulisannya yang berjudul " Modern feminism is toxic ", mengatakan jika feminisme modern sekarang lebih cenderung mempromosikan kebencian berlebihan pada kaum pria. Hal itu juga diukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Salzman (2018) yang mengatakan jika Toxic feminism juga menggolongkan kaum pria dalam tiga golongan besar : rapist, sexual harasser, dan juga orang yang berpotensi menjadi rapist dan sexual harasser. selain itu menurut Salzman, feminisme modern juga sangat gencar melakukan promosi terhadap konsep misogami (kebencian terhadap ikatan perkawinan) karena fenomena yang dimana mereka juga terlebih dahulu sudah menerapkan kebencian yang berlebihan kepada kaum pria.

Nah menurut youdics sekalian, bener ga sih jika gerakan feminisme yang awalnya memiliki tujuan kesetaraan gender ini sekarang sudah berubah menjadi toxic seiring dengan perkembangan zaman sesuai opini dan pendapat kalian ?

Referensi
  1. Grady, C. (2018, July 2020). The waves of feminism, and why people keep fighting over them, explained. Vox. Retrieved from The waves of feminism, and why people keep fighting over them, explained - Vox
  2. Lyle, I. (2021, July 8). Modern feminism is toxic. Ucanews.live. Retreived from https://www.ucanews.live/modern-feminism-is-toxic/article_a7d21478-dffe-11eb-9657-87faa7869c7f.html
  3. Salzman, P. C. (July, 2018). Toxic Feminism. Essays on The Frontier, Frontier Center of Public Policy pp. 1 - 5
1 Like

saya pribadi sebenarnya setuju dengan beberapa hal yang menjadi tujuan utama feminisme sendiri. tetapi memang benar ketika gerakan feminisme menjadi lebih luas dan banyak orang yang setuju dengan gerakan feminisme ini. Banyak sekali orang orang yang tidak bertanggung jawab melebih lebihkan tujuan dari gerekan feminisme ini untuk membuat para wanita menjadi benci kepada gender pria. Padahal tujuan feminisme itu sendiri hanya meminta tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, seperti wanita harus bisa masak atau wanita yang dianggap lemah. sedangkan pria bebas melakukan apapun yang mereka suka. batasan batasan yang ditetapkan untuk seorang wanita ini yang seharusnya menjadi tujuan utama gerakan feminisme. Jaman sekarang juga banyak sekali yang menganggap bahwa kaum feminisme termasuk orang orang yang LGBT atau sesuka sama jenis. hal - hal tersebut yang membuat toxic feminisme.

Saya merupakan salah seorang yang mendukung gerakan feminisme. Dalam praktek di kehidupan sosial, meskipun setiap negara menetapkan peraturan dan undang-undang yang menyetarakan hak laki-laki dan perempuan, menjamin keamanan dan presensi perempuan di sektor ekonomi, politik dan sosial budaya. Pada kenyataanya, implementasi dari undang-undang tersebut banyak yang tidak sesuai dengan realita di masyarakatnya.

Gerakan feminisme dinilai sebagai gerakan yang mengancam posisi laki-laki serta ingin memarginalkan mereka. Saya juga membaca juga ada topik di dictio yang mengatakan bahwa Feminisme merupakan gerakan yang dianggap berbahaya oleh Islam karena disinyalir akan merebut posisi yang seharusnya menjadi “Hak” Laki-laki.

Pada dasarnya, golongan-golongan yang menolak feminisme ini bisa saya nilai merupakan golongan yang memiliki pandangan bahwa perempuan hanyalah objek seksual, pengurus di ranah domestik dan posisinya dibawah laki-laki. Berbagai teori beserta dalil-dalil agama yang tidak sebelumnya mereka kaji lebih dalam mereka gunakan untuk menolak keras gerakan ini.

Hal tersebut kemudian memicu timbulnya perasaan tidak suka, antipati bagi perempuan-perempuan yang mendukung feminisme terhadap oknum-oknum yang melakukan tindak asusila serta memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki. Akan saya contohkan dari banyaknya kasus pelecehan, pembunuhan, kdrt serta pemerkosan terhadap perempuan yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat, seperti kasus pemerkosaan 12 santri di Bandung, kasus pemerkosaan seorang ibu oleh 4 pria, kasus penjeblosan ibu yang melaporkan perilaku buruk suaminya dalam rumah tangga, serta kasus eksploitasi anak yang dilakukan oleh seorang ayah. tak sedikit, orang-orang yang merespon kasus tersebut dengan menyalahkan par akorban karena menganggap apa yang mereka lakukan itu setimpal dengan gaya berpakain mereka, membawa dalil agama dan lain-lain. Rasanya akan wajar jika para perempuan geram dan kemudian menimbulkan rasa antipati mereka terhadap laki-laki.

https://anchor.fm/dyah-pitaloka/episodes/Teori-Feminisme-dan-Relevansinya-dengan-Sosiologi-Gender-e18j4k8

feminisme bertujuan untuk mendapatkan kesetaraan gender antar lelaki dan wanita. tidak semua, namun ada feminisme yang menjadi berlebihan. seperti toxic feminisme yang menggolongkan pria menjadi rapist, sexual harasser, dan calon rapist & sexual harasser. hal ini mungkin dikarenakan maraknya pelecehan dan kekerasan seksual dan lemahnya hukum untuk membela korban pelecehan. namun hal itu tetap tidak membenarkan dan menyamaratakan semua lelaki sebagai lelaki yang bejat.

Feminisme, pada dasarnya, merupakan gerakan yang berusaha mencapai kesetaraan gender di berbagai aspek kehidupan. Namun, seperti halnya dengan banyak gerakan sosial, ada potensi bagi beberapa elemen dalam gerakan tersebut untuk menjadi toksik seiring berjalannya waktu.

Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa feminisme pada intinya adalah tentang mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, beberapa kelompok atau individu dalam gerakan feminisme mungkin terjebak dalam ekstremisme atau pendekatan yang lebih radikal. Ini dapat menciptakan atmosfer yang tidak sehat di mana dialog terhambat, dan orang-orang yang tidak sepakat dengan pandangan tertentu mungkin merasa dikecualikan.

Perkembangan media sosial juga dapat berperan dalam mengubah dinamika gerakan feminisme. Meskipun media sosial memberikan platform untuk menyuarakan isu-isu penting, namun juga dapat meningkatkan intensitas dan polarisasi. Diskusi yang seharusnya bersifat inklusif dan edukatif bisa terdistorsi menjadi bentuk yang lebih agresif dan eksklusif.

Selain itu, konsep “cancel culture” atau budaya pembatalan juga dapat memainkan peran dalam mengubah wajah feminisme. Jika seseorang dianggap melanggar norma-norma feminisme, mungkin ada kecenderungan untuk mengisolasi dan mengeksklusinya dari perbincangan. Ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak memotivasi dialog dan pemahaman saling-menyaling.

Selain itu, fenomena “victimhood culture” atau budaya korban juga dapat terjadi dalam gerakan feminisme. Beberapa individu mungkin mengadopsi peran korban untuk memperoleh simpati atau dukungan, sehingga mengurangi fokus pada upaya konstruktif untuk meraih kesetaraan.

Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan ini tidak mencerminkan seluruh gerakan feminisme. Feminisme pada umumnya tetap didorong oleh keinginan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan. Meskipun beberapa elemen mungkin mengalami perubahan yang dapat dianggap sebagai toksik, banyak orang dalam gerakan ini tetap berusaha untuk memajukan perubahan positif dan mendukung dialog terbuka.

Untuk mencegah pergeseran ke arah toksisitas, penting untuk mempromosikan pendidikan, dialog terbuka, dan kerjasama antara berbagai kelompok. Dengan mempertahankan fokus pada nilai-nilai dasar feminisme, seperti kesetaraan dan keadilan, gerakan ini dapat tetap menjadi kekuatan positif dalam perjuangan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan setara.