Benarkah Bangsa Cina Mempunyai Peranan yang Sangat Penting dalam Penyebaran Islam di Jawa?

Cina terkenal sebagai negara Komunis, dimana bagi sebagian besar pemahaman orang, komunis adalah identik dengan tidak beragama atau tidak bertuhan.

Sedangkan kenyataannya, penduduk yang ber agama Islam di Cina sekitar 23 juta orang, sedikit lebih sedikit dibandingkan penduduk yang ber-agama Islam di Saudi Arabia, sekitar 25 juta orang.

Pertanyaannya bukanlah Komunis itu seperti apa, tetapi apakah benar bangsa Cina mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Jawa ?

Ya. Berikut penjelasan mengenai peranan bangsa Cina dalam menyebarkan Islam di Jawa.

Sebenarnya tidak ada catatan pasti mengenai masuknya Tionghoa muslim ke Nusantara seperti juga kedatangan Tionghoa ke Nusantara, kecuali mengenai ditemukannya peninggalan-peninggalan benda kuno arkeologis yang berkaitan dengan kebudayaan Tionghoa. Dari hal itu membuktikan secara tidak langsung hubungan dagang antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi cukup lama.

Begitu juga dengan agama Islam masuk ke Tionghoa atau lebih tepatnya masuk ke negeri Cina yakni dengan jalur perdagangan. Begitu juga agama Islam masuk ke Nusantara juga melalui jalur perdagangan. Beberapa orang berpendapat bahwa Islam masuk ke Cina pada abad VII.

Pada waktu itu kekhalifaan Islam yang dibawah kepimpinan Utsman bin Affan telah mengirim utusannya ke negeri Cina pada tahun 651 M. Ketika itu menghadap kaisar Yong Hui dari dinasti Tang. Utusan tersebut menjelaskan tentang keadaan negerinya serta mengenalkan ajaran Islam. Semenjak itulah mulai muncul penyebaran agama Islam di Cina.

Melalui jalur darat dan lautan lah agama Islam masuk ke negeri Cina. Mereka melewati Persia dan Afghanistan. Kemudian jalur ini terkenal dengan jalur sutra. Sedangkan untuk daru jalur laut mereka melewati Teluk Persia dan Laut Arab sampai pelabuhan-pelabuhan Cina, seperti Guangzhou, Yangshou serta Quanzhou.

Di Nusantara sendiri ada muslim Tionghoa yang imigran asal dari negeri Cina lalu menetap di Nusantara, ada pula yang secara tidak langsung memeluk agama Islam karena saling berinteraksi dengan penduduk setempat dengan penduduk yang beragama Islam.

Sebenarnya kedatangan imigran Tionghoa muslim ke Nusantara jauh sebelum dan pada zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara, baik secara rombongan maupun individu. Kebanyakan dari mereka adalah non muslim. Mereka rata-rata menetap di Pecinan yang terutama pada masa pemerintahan kolonial.

Masuknya etnis Tionghoa dan muslim Tionghoa ke Nusantara bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi mereka sekaligus untuk menyebarkan agama Islam. Proses asimilasi atau dengan perkawinan penduduk setempat yang kemudian memeluk agama Islam. Mereka ini lah mampu mempengaruhi perkembangan ekonomi dan dakwah di negeri ini. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Zhangzhou, Quanzhou serta Guangdong.

Selain itu ada pula muhibah perjalanan pelayaran Laksamana Ceng Ho ke Nusantara pada abad ke-15. Dengan bertujuan berdagang dan mempererat hubungan di negara-negara Asia-Afrika. Tidak dapat disangkal bahwa kedatangan Laksamana Ceng Ho tiba di pulau Jawa yaitu untuk menyebarkan agama Islam, mereka mendarat di pantai Simongan, Semarang.

Selain menjadi utusan kaisar Yunglo untuk mengunjungi Raja Majapahit, Ceng Ho juga mempunyai tujuan untuk menyebarkan agama Islam. Selain dari Laksamana Ceng Ho, sebagian besar dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dan mendirikan kerajaan Islam pertama di Demak juga berasal dari etnis Tionghoa.

Bila kita hubungkan dengan penyebaran agama Islam yang dilakukan Ceng Ho maka akan dapat kita simpulkan beberapa poin, yakni :

  1. Tempat-tempat yang dikunjungi oleh armada Ceng Ho baik yang di Sumatera dan di Jawa adalah Bandar atau pusat perdagangan yang sekaligus untuk menjadi daerah dakwah Ceng Ho. Pada tahun 1405, 1408, dan 1412 M musafir dari Cina pernah berkunjung ke daerah Kerajaan Samudera Pasai.

    Selain itu juga Ceng Ho pernah berkunjung ke Palembang, Aceh, Batak, Aru, Lambri, Lide dan tempat lainnya di Sumatera. Sedangkan tempat-tempat yang didatangi Ceng Ho di Pulau Jawa antara lain Tuban, Gresik, Surabaya, dan Mojokerto yang terkenal Bandar dagang pada awal abad ke-15. Seperti yang terteta di Ensiklopedia Indonesia bahwa Gresik dan Surabaya merupakan tempat penyebaran agama Islam di Jawa waktu itu.

  2. Tujuh kali pelayaran Ceng Ho yang berlangsung pada masa 1405-1433, masa itu merupakan bertepatan dengan mulai menyebarnya agama Islam di Pulau Jawa.

  3. Penyebaran agama Islam di Indonesia mula-mula berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan perdagangan. Dengan sendirinya usaha penyebaran agama Islam pada masa itu telah mendorong maju usaha perdagangan dan perekonomian Indonesia. Sedangkan usaha armada Ceng Ho tidak terpisahkan dengan perdagangan dan penyebaran agama Islam dalam rangka pelayaran-pelayarannya ke Indonesia dan negara-negara lain di Asia-Afrika.

Nama Ceng Ho pun tak luput untuk dijadikan nama sebuah Masjid di Surabaya, Jawa Timur. Masjid Cheng Hoo, yang dibangun pada Oktober 2002, menjadi sentra kegiatannya. Di kota pahlawan saja, populasi komunitas muslim Tionghoa mencapai 700-an orang. Namun jumlah ini masih belum sepadan dengan populasi Cina di Surabaya yang mencapai 6.000 lebih.

Setelah menetap lawa di pulau Jawa dan memeluk agama Islam, orang- orang Tionghoa secara aktif dan penuh kesadaran membantu Sultan Hamengkubuwono III untuk merebut kembali tahtanya. Dari golongan etnis Tionghoa yang juga seorang kapitien Tionghoa bernama Tan Djin Sing dilantik menjadi bupati Yogyakarta pada tanggal 18 September 1813 dan kemudian diberi gelar Raden Tumenggung Secodiningrat.

Tidak sampai disitu saja, pada masa Pangeran Diponegoro banyak dari keturunan Tionghoa yang membantu berjuang bersama sama melawan penjajah. Mereka terutama membantu menyediakan kebutuhan alat-alat perang seperti senjata, candu dan lain-lain.

Sebagai contoh pada saat pertempuran yang dipimpin oleh Raden Tumenggung Sasradilaga di daerah Lasem, pantai utara Jawa Tengah tahun 1827-1828. Ia merupakan ipar dari Pangeran Diponegoro. Bahakan mereka rela membantu ikut bertempur langsung melawan pasukan Belanda. Nah, ketika pasukan Tumenggung bisa dikalahkan, akibatnya mereka menjadi korban pembalasan oleh pasukan Belanda.

Dari riwayat tersebut, Tionghoa muslim di Nusantara mulai berkembang dan berbaur dengan masyarakat setempat.