Bahasa Daerah Solusi Penyuluhan Protokol Kesehatan


Belum lama ini pemerintah akui kesalahan dalam penggunaan diksi new normal . Saya setuju dengan pendapat Juru Bicara pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto. Dilansir dari kompas “Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adaptasi kebiasaan baru," kata Yurianto dalam acara peluncuran buku Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020).

Menurut Achmad Yurianto, masyarakat cenderung lebih fokus dengan kata normal dibanding kata new. Sehingga memaknainya sebagai melakukan aktivitas normal pada umumnya, sebelum terjadi pandemi. Berdasarkan pengamatan saya di daerah saya, semenjak digaungkannya istilah new normal oleh pemerintah, banyak masyarakat yang acuh dengan protokol kesehatan. Seperti tidak menggunakan masker, berkumpul untuk sekedar nongkrong, serta tidak melakukan physical distancing .

Penggunaan bahasa yang sudah dikenali masyarakat ini sangat penting, karena dengan istilah-istilah asing, masyarakat bisa saja salah tafsir. Seperti yang terjadi pada penggunaan diksi new normal yang malah dimaknai normal saja. Sehingga banyak masyarakat yang mulai mengabaikan protokol kesehatan. Pemaknaan yang salah pada diksi yang dibuat pemerintah tersebut tentu mengkhawatirkan dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Padahal kasus positif terus melejit, tetapi masyarakat memaknai new normal berfokus pada kata normal saja. Selain itu, perlu untuk segera memperbaiki diksi tersebut dengan bahasa yang lebih familiar dengan masyarakat. Menurut WHO agar komunikasi mudah dipahami hendaknya menggunakan bahasa yang familiar atau bahasa yang dikenal. Berdasarkan Zambia Journal Language Study Volume I, Issues I, 2017 yang berjudul “ Familiar Language Based Instruction Versus Unfamiliar Language for the Teaching of Reading and Writing Literacy Skills: A Focus on Zambian Languages and English at Two Primary School in Lusaka ” menemukan bahwa fitur bahasa lokal lebih memudahkan untuk mengakses infromasi.

Selain diakuinya kesalahan pemerintah akan penggunaan diksi new normal , dilansir dari iNews Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mengatakan “Dibutuhkan cara dari setiap daerah, tentu mungkin memiliki cara yang berbeda, termasuk juga penggunaan bahasa-bahasa lokal, bahasa daerah yang tepat, sehingga masyarakat memahaminya,” sehingga agar tidak mengulangi kesalahan yang dibuat pemerintah ada baiknya untuk menyosialisasikan kembali protokol kesehatan dengan bahasa daerah.

Penggunaan bahasa yang dikenali atau familiar dalam masyarakat juga hendaknya dilaksanakan dalam melakukan komunikasi penyuluhan. Terutama bahasa daerah, pada beberapa daerah tertentu masih kental sekali penggunaan bahasa daerah. Tak terkecuali di daerah saya, atas dasar tersebut hendaknya sosialisasi serta penyuluhan terkait protokol kesehatan disampaikan menggunakaan bahasa daerah. Namun, di tengah wabah corona bukan berarti dalam penyuluhan harus mengumpulkan banyak massa dalam suatu tempat. Karena pada zaman sekarang terdapat berbagai media untuk melakukan penyuluhan secara massal.
Berdasarkan pertimbangan target yang ingin dicapai, dalam melakukan komunikasi penyuluhan terdapat tiga metode pendekatan (Setiana, 2005). Yang pertama metode pendekatan perorangan yang dilakukan antar satu orang dengan satu orang lainnya. Kemudian metode pendekatan kelompok, di mana jumlah individu lebih dari komunikasi interpersonal, dan yang terakhir metode pendekatan massal, yang sasarannya adalah kumpulan kelompok di suatu daerah tertentu.
Dengan hadirnya teknologi canggih seperti saat sekarang ini, penyuluhan dengan pendekatan komunikasi massa dapat dilakukan melalui media sosial. Seperti yang dilakukan oleh Suha News, portal berita tersebut mempublikasikan informasi terkait istilah-istilah seputar virus corona menggunakan bahasa daerah yakni bahasa Minang.
Screenshot_2020-07-16 Pasan Angku Dotor, Istilah Terkait Corona - Suha News
Kemudian contoh lainnya penggunaan bahasa daerah juga dilakukan oleh media sosial yang dilakukan oleh youtuber De Nico creator di bawah ini, yang menggunakan bahasa daerah Minang. Video tersebut pemiliki penonton sebanyak ribuan hingga puluh ribuan pasang mata. Serta banyak mendapat feedback melalui komentar. Hal ini saya kira sudah cukup untuk membuktikan pemahaman yang lebih baik terhadap bahasa daerah. Meskipun, akun youtube tersebut hanya bertujuan untuk komedi semata, ada baiknya dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi protokol kesehatan. Terutama bagi influencer dan selebgram yang memiliki kemampuan menjangkau lebih banyak akun.


Tanpa menunggu bergeraknya influencer -pun diri kita juga dapat memulai dengan membagikan informasi terkait protokol kesehatan melalui berbagai grup Whatsapp . Misalnya membuat konten atau informasi terkait virus corona dan protokol kesehatan, kemudian dibagikan ke grup Whatsapp pemuda desa. Dari sanalah yang muda dapat berperan dalam memberikan informasi agar tetap mematuhi protokol kesehatan. Tentunya dalam versi bahasa yang sudah akrab serta dikenali masyarakat pada suatu daerah.

Selain menggunakan sosial media sebagai media penyuluhan, komunikasi interpersonal atau metode pendekatan perorangan juga dapat menjadi solusi penyuluhan yang lebih efektif. Kenapa lebih efektif? Dalam pendekatan komunikasi massa masih terdapat banyak kelemahan, salah satunya sasaran komunikasi massa hanya merubah persepsi saja, belum mengubah sikap dan tindakan masyarakat. Komunikasi interpersonal dapat dilakukan antar komunikator atau penyuluh dengan pihak yang memiliki kuasa dan dipercaya masyarakat seperti kepala desa dan pemuka agama. Selain itu feedback juga dapat dilihat secara langsung antara penyuluh dengan komunikan. Kemudian kepala desa menyampaikan kepada masyarakat, entah itu lewat himbauan, penegasan peraturan serta iklan layanan masyarakat.

2 Likes