Bagaimanakan Politisasi Agama di Indonesia?

politisasi agama

Politisasi agama adalah politik manipulasi mengenai pemahaman dan pengetahuan keagamaan/kepercayaan dengan menggunakan cara propaganda, Indoktrinasi, kampanye, dalam wilayah publik

Hal ini dilakukan dalam rangka memasukan kepentingan politik dan atau kebijakan publik dengan memanfaatkan isu-isu agama.

Bagaimanakan politisasi agama di Indonesia ?

politisasi agama

Ketika kita membicarakan politisasi agama, maka sejatinya kita membicarakan relasi atau hubungan antara agama dan politik.

Agama dan politik adalah proses resiprokal antara satu dengan lainnya. Kedua entitas tersebut memiliki proses tarik menarik kepentingan. Agama memiliki peran strategis dalam mengkonstruksi dalam memberikan kerangka nilai dan norma dalam membangun struktur negara dan pendisplinan masyarakat. Sedangkan, negara menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara untuk mematuhi negara.

Adanya hubungan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan hubungan dominasi-saling mendominasi antar kedua entitas tersebut. Negara yang didominasi unsur kekuatan agama yang terlalu kuat hanya akan melahirkan negara teokrasi yang cenderung melahirkan adanya hipokrisi moral maupun etika yang ditunjukkan para pemuka agama.

Kondisi tersebut terjadi karena adanya pencampuradukan unsur teologis dan materialis secara konservatif. Adapun negara yang mendominasi relasi agama justru menciptakan negara sekuler yakni persoalan agama kemudian termarjinalkan dan tereduksikan dalam pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Indonesia saat ini berada diantara kedua model negara tersebut. Tidak teokrasi dan tidak sekuler. Oleh karena itu tarik ulur masalah agama dan kekuasaan menjadi hal yang wajar. Permasalahannya adalah pada istilah politisasi agama itu sendiri.

Politisasi agama mulai terasa di Indonesia sehubungan dengan kasus Pilkada DKI Jakarta kemarin, bagaimana penggunaan agama sebagai alat politik sangat terasa sekali.

Masyarakat beragama A memilih calon yang beragama A, masyarakat yang beragama B memilih calon yang beragama B. Sehingga faktor agama mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan siapa calon gubernur yang akan dipilih.

Pertanyaannya adalah, mengapa hal ini terjadi saat ini ? Bukankah keberagaman agama sudah ada di Indonesia sejak dulu ?

Menurut Arif Susanto, Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, pertarungan politik di Pilkada Jakarta sudah membiarkan dua aspek utama berdemokrasi dikesampingkan. Dua aspek itu ialah prinsip kesetaraan dan prinsip keberagaman.

Akibatnya, sentimen keagamaan menjadi bola liar yang bergulir tanpa kendali. Terlebih, partai politik gagal menjalankan peran mendidik rasionalitas masyarakat.

“Padahal negara dibangun dengan paham yang pluralis. Sayangnya, parpol parpol sekarang hanya berperan sebagai broker yang mengharapkan feedback electoral usai Pilkada,” ujar Arif.

DIbutuhkan kedewasaan dalam mengelola kondisi politisasi agam di Indonesia. Sejatinya, Indonesia masih belum cukup dewasa untuk berdemokrasi.

Bukankah membutuhkan cukup banyak waktu untuk dapat menjadi dewasa ?

Kita tunggu saja apakah perpolitikan di Indonesia cepat menjadi dewasa atau tidak. Salah satunya indikasinya adalah bagaimana politik di Indonesia mengelola politisasi agama yang terjadi dewasa ini.

Referensi :

  • Media Indonesia, “Politisasi Agama Sudah Terlalu Melebar”
  • Wasisto Raharjo Jati , “AGAMA DAN POLITIK:Teologi Pembebasan sebagai Arena Profetisasi Agama”