Bagaimanakah Sorotan Makna dalam Ilmu Lain?

image

Kajian makna lazim disebut semantik. Sebagai istilah, kata semantik digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti. Dengan kata lain, semantik adalah salah satu bidang linguistik yang mempelajari makna atau arti, asal-usul, pemakaian, peruahan, dan perkembangannya.

Bagaimanakah sorotan makna dalam ilmu lain?

Makna dalam Filsafat

Filsafat sebagai studi tentang kearifan, pengetahuan, hakikat realitas dan prinsip, berkaitan dengan semantik. Kaitan di antara keduanya terletak pada dunia fakta yang menjadi objek perenungannya adalah dunia simbolik yang terwakili dalam bahasa. Aktivitas berpikir itu sendiri tidak berlangsung tanpa adanya bahasa sebagai medianya. Ketepatan menyusun simbol kebahasaan secara logis merupakan dasar dalam memahami struktur realitas secara benar. Karena itu, kompleksitas simbol harus serasi dengan kompleksitas realitas sehingga keduanya berhubungan secara tepat dan benar. Sekaitan dengan kegiatan filsafat, bahasa memiliki keruangan dalam hal vagueness, ambiguity, inexplicitmess, context-dependence, dan mislea-dingness (Artston, 1964:6).

Bahasa memiliki sifat kabur (vagueness) karena makna yang terkandung di dalam bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diwakilinya. Ambiguity berkaitan dengan ciri kataksaan makna dari suatu bentuk kebahasaan. Kekaburan dan kataksaan bahasa itu diakibatkan oleh kelebihannya yang multifungsi, yakni fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Bahasa pun bersifat inexplicitness sehingga sering tidak mampu secara eksak, tepat, dan menyeluruh dalam mewujudkan gagasan yang direpresentasikannya. Selain itu, pemakaian suatu bentuk bahasa sering berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatikal,sosial, dan situasional atau bersifat contectdependence. Akibatnya, tidak heran jika paparan lewat bahasa sering menyimpang *(misleadingness) *sehubungan dengan keberadaannya dalam komunikasi.

Makna dalam Psikologi

Hubungan antara bahasa dengan aspek kejiwaan yang menjadi objek psikologi sangat erat. Dalam proses menyusun dan memahami pesan lewat kode kebahasaan, unsur-unsur kejiwaan seperti kesadaran batin, pikiran, asosiasi, dan pengalaman, tidak dapat diabaikan (Osgood & Sebeok, l984:296). Dalam hal ini, pemakaian kata-kata dapat diartikan sebagai penanda bentuk gagasan tertentu karena bahasa juga menjadi alat pikiran yang mengacu pada suasana realitas tertentu (Alston, 1964:22).

Terdapat beberapa pendekatan psikologi terhadap makna. Psikologi behaviotisme beranggapan bahwa makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Psikologi kognitif beranggapan bahwa pemahaman terhadap bentuk kebahasaan ditentukan oleh representasi semantis, kemampuan mengolah proposisi, kemampuan menata struktur sintaksis, dan kemampuan memahami fitur semantis. Psikologi humanistic beranggapan bahwa pemahaman makna ditentukan oleh pengetahuan seseorang tentang referen yang diacu serta konteks pemakaian, penyimpulan makna kata berbeda-beda sesuai dengan konteks pemakaian.

Makna dalam Sosio-antropologi

Pemahaman ihwal antropologi dan sosiologi sering kabur. Bell (1976: ihwal antropologi dan sosiologi sering kabur. Bell (1976:64) menjelaskan bahwa antropologi mengacu kepada kajian sekelompok masyarakat tertentu, perkembangan masyarakat yang relatif homogen dengan berbagai karakteristik- nya, sedangkan sosiologi mengacu kepada kajian kelompok masyarakat yang lebih luas, proses perkembangan sosial-ekonomi masyarakat yang heterogen. Aspek sosio-kultural sangat berperanan dalam menentukan bentuk bahasa, perkembangan maupun perubahan maknanya. Dalam menentukan fungsi dan komponen semantik, ada tiga faktor yang terkait, yakni

  • Ideasional, isi pesan yang ingin disampaikan
  • Interpersonal, makna yang hadir dalam peristiwa tuturan,
  • Tekstual, bentuk kebahasaan serta konteks tuturan yang merepresentasikan makna tuturan (Halliday, 1978:111)

Makna dalam Kesastraan

Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai pemaparannya. Berbeda dengan bahasa keseharian, bahasa dalam sastra memiliki kekhasan karena merupakan salah satu bentuk idiosyncratic, yakni tebaran kata yang digunakan merupakan hasil olahan dan ekspresi individual pengarangnya. Selain itu, karya sastra juga telah kehilangan identitas sumber tuturan, kepastian referen yang diacu, konteks tuturan yang secara pasti menun-jang pesan, serta keterbatasan tulisan yang mewakili bunyi ujaran. Lapis atau strata makna dalam karya sastra mencakupi:

  • Unit makna literal (tersurat)
  • Dunia rekaan pengarang
  • Dunia dari titik pandang tertentu
  • Pesan yang bersifat metafisis (Ingarden dalam Aminudin, 1984:63).

Pendekatan dalam Kajian Makna

Alston (1964) membedakan tiga pendekatan dalam kajian makna berda-sarkan tiga fungsi bahasa, yakni fungsi referensial, fungsi ideasional, dan fungsi behavioral. Ketiga fungsi bahasa itu melahirkan tiga pendekatan teori makna, yakni pendekatan referensial, pendekatan ideasional, dan pendekatan behavioral.

  1. Pendekatan Referensial

Pendekatan referensial atau realisme mewakili paham yang berikut:

  • Bahasa berfungsi sebagai wakil realitas.
  • Wakil realitas itu menyertai proses berpikir manusia secara individual.
  • Berpusat pada pengolahan makna suatu realitas secara benar.
  • Adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan secara subjektif.
  • Makna merupakan julukan atau label yang berada dalam kesadaran manusia untuk menunjuk dunia luar.
  • Membedakan makna dasar (denotatif) dari makna tambahan (konotatif).
  1. Pendekatan Ideasional

Pendekatan ideasional atau nominalisme memiliki paham yang berikut:

  • Bahasa berfungsi sebagai media dalam mengolah pesan dan menerima informasi.
  • Makna muncul dalam kegiatan komunikasi.
  • Makna merupakan gambaran gagasan dari suatu bentuk bahasa yang arbriter, tetapi konvensional sehingga dapat dimengerti.
  • Kegiatan berpikir manusia adalah kegiatan berkomunikasi lewat bahasa.
  • Bahasa merupakan pengemban makna untuk mengkomunikasikan gagasan.
  • Bahasa memiliki status yang sentral. karena itu.
  1. Pendekatan Behavioral

Pendekatan behavioral atau kontekstual memiliki paham yang berikut:

  • Bahasa berfungsi sebagai fakta sosial yang mampu menceiptakan berbagai bentuk komunikasi
  • Makna merupakan anggapan atas berbagai konteks situasi ujaran (speech act)
  • Kemunculan makna bergantung pada konteks situasi dan sosiokultural.
  • Konteks sosiokultural dan konteks situasional merupakan suatu sistem yang berada di luar bahasa, tetapi mewarnai keseluruhan sistem bahasa.
  • Konteks situasi yang mempengaruhi kelahiran makna, oleh Dell Hymes (1972), disingkat SPEAKING, yang merupakan abreviasi dari:

S (etting and scene)
P (articipants)
E (nd purposes and goals)
A (cts squences)
K (ey tone or spirit of act)
I (nstrumentalities)
N (omrs of interaction and interpretation)
G (enres)

Konteks situasi tersebut dapat pula disingkat menjadi WICARA, yang fonem awalnya mengacu kepada komponenkomponen berikut:

W (waktu, tempat, dan suasana)
I (instrumen yang digunakan)
C (cara dan etika tutur)
A (alur ujaran dan pelibat tutur)
R (rasa, nada, dan ragam bahasa)
A (amanat dan tujuan tutur)

Referensi

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/196302101987031-YAYAT_SUDARYAT/Makna%20dalam%20Wacana/STRUKTUR_MAKNA.pdf