Bagaimanakah sistem penjurian Festival Film Indonesia?

Festival Film Indonesia merupakan ajang penghargaan bergensi Indonesia.
image

Kriteria yang harus dipenuhi untuk menentukan film terbaik dalam Festival Film Indonesia adalah skenario, penyuntingan, penyutradaraan dan sinematografi. Pada tahun-tahun awalnya, dewan juri disodori semua film peserta dan langsung menentukan pemenangnya. Sistem penjurian ini dirasa tidak efisien, karena dalam waktu relatif singkat juri harus melihat puluhan film dan harus selalu pada unsur-unsur film yang menonjol.

Sistem penjurian seperti ini mengalami perubahan sejak tahun 1979, dengan membentuk dewan penilai awal yang terdiri atas belasan wartawan film ibu kota. Mereka mengusulkan beberapa film unggulan kepada dewan juri akhir. Tahun berikutnya, keterlibatan wartawan ini ditiadakan dan sistem penjurian sebelumnya diberlakukan kembali. Pada tahun 1978 sistem penjurian lebih mendasarkan penilaian pada sistem angka. Dalam Festival Film Indonesia 1979, dewan juri sendiri yang mengumumkan nominasi seluruh peserta festival.
Sjumandjaja dan Teguh Karya saat sesi diskusi FFI tahun 1982

Oleh karena dalam beberapa festival juri tidak menentukan film terbaik, hal tersebut menimbulkan rasa ketidakpuasan di kalangan film, sehingga akhirnya di-putuskan bahwa dalam setiap FFI harus ada film terbaik. Untuk itu dibentuklah kelompok penilai awal. Kelompok ini diberi nama Komite Pengaju Unggulan (KPU) dengan anggota 18 orang film dari semua unsur. KPU hanya berusia satu tahun, selanjutnya diganti dengan Komite Seleksi yang beranggotakan sembilan orang. Tugasnya memilih 11 sampai 19 film terbaik berkualitas.

Sistem penilaian dua tahap dalam FFI meniru Academy Awards. Penilaian tahap pertama terhadap suatu film peserta yang dilakukan Komite Seleksi ditekankan pada unsur-unsur film yang lebih condong pada segi teknis. Penilaian terhadap bobot budaya dari film itu dilakukan pada tahap berikutnya oleh dewan juri. Selain memilih film, aktor, dan aktris pembantu, sutradara, sekenario, cerita asli film, tata fotografi, penyuntingan, tata musik, tata suara, dan tata artistik terbaik. Kepada mereka diberikan penghargaan berupa Piala Citra. Selain itu, dibagikan pula Piala Vidia (Widya) untuk sinema elektronik (video cerita dan non cerita) dan film non-cerita (dokumenter, pendidikan/ penyuluhan/penerangan, dan pariwisata), Piala S. Tutur untuk poster film, serta Piala Mitra untuk kritik film (film cerita dan noncerita).

Mulai tahun 2014, FFI dilaksanakan oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI). Dan sejak 2014 itu, sistem penjurian FFI diubah. Kemala Atmojo, yang membawahi bidang Festival Film Dalam negeri (Sekarang Ketua BPI), mengubah total sistem penjurian FFI. Sejak 1955, FFI selalu dinilai oleh panel Dewan Juri antara 7 sampai 9 orang. Namun, mulai 2014 diubah menjadi 100 orang. Sistem penjuriannya dilakukan dalam dua tahap dan melibatkan akuntan publik.

Pada tahap awal (pertama), dibentuk kelompok dewan juri sesuai dengan keahlian masing-masing bidang. Dewan Juri Tahap I ini hanya menilai bidang tertentu saja, misalnya, editing atau musik. Hasil penilaian juri tahap awal ini dikirim langsung ke akuntan publik, yang kemudian melakukan rekapitulasi. Hasil rekapitulasi dari tiap-tiap kelompok dewan juri ini menghasilkan nominasi.

Lalu, nominasi masing-masing kategori dikirim ke semua dewan juri lagi. Pada tahap ini seluruh dewan juri menilai semua kategori (namun yang sudah masuk dalam nominasi). Hasil penilaian Tahap II ini juga dikirim langsung ke akuntan publik. Kemudian akuntan publik merekapitulasi kembali dan hasilnya diserahkan kepada pembaca pemenang pada saat Malam Puncak. Sistem penilaian model baru ini kemudian diteruskan dalam FFI 2015 yang juga dilaksanakan oleh BPI hingga seterusnya.