Bagaimanakah Siklus Respon Seksual pada wanita yang Normal?

Siklus Respon Seksual adalah rangkaian respon, baik laki-laki maupun wanita, ketika berhubungan seksual.

Bagaimanakah Siklus Respon Seksual pada wanita yang Normal?

Siklus respon seksual yang normal, merupakan suatu rangkaian proses yang dialami oleh setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Hal ini terjadi secara alamiah dan terdiri atas 4 tahap atau fase, yaitu :

  1. Fase gairah atau minat, yaitu timbulnya keinginan atau minat atau gairah untuk melakukan atau ikut serta dalam aktivitas seksual. Keinginan atau gairah tersebut dapat timbul dari dalam diri atau hasil rangsangan dari luar atau orang lain. Yang berasal dari diri sendiri adalah karena peran hormon (androgen dan estrogen), adanya motivasi serta harapan.

  2. Fase terangsang (arousal), yaitu terdapatnya perasaan khas berupa ingin atau berhasrat melakukan hubungan seksual atau bersenggama, yang ditengarai oleh timbulnya cairan pada vagina (disebut sebagai lubrikasi).

  3. Fase orgasme, yaitu tercapainya puncak dari siklus respon seksual setelah perangsangan yang memadai. Yang terjadi adalah adanya perubahan kesadaran selama beberapa detik hingga menit, disertai menegangnya otot-otot tubuh, antara lain vagina, otot-otot dasar panggul, dan hampir semua otot tubuh. Orgasme dapat terjadi pada orgasme klitoris dan orgasme otot-otot dasar panggul karena penekanan pada G-spot.

  4. Fase resolusi, yaitu kembalinya secara alamiah semua organ dan bagian tubuh yang tadi berperan dalam siklus respon seksual kepada keadaan semula. (Elvira, 2006)

Siklus respon seksual pada wanita terdir dari beberapa tahapan berikut ini,

1 Hasrat dan rangsangan seksual

Membayangkan pikiran seksual dapat membangkitkan hasrat seksual yang sangat mempengaruhi kinerja aksi seksual wanita. Hasrat seksual seseorang sebagian besar didasarkan pada kebiasaan dan latar belakang seseorang demikian juga dengan keinginan fisiologisnya, walaupun perubahan hasrat seksual tidak akan sebanding dengan jumlah sekresi hormon seksual wanita tersebut.

Hasrat juga akan berubah selama siklus bulanan seksual, hasrat tertinggi didapatkan menjelang ovulasi yang dipercaya karena kadar estrogen yang sedang tinggi selama periode ini.

Rangsang seksual setempat pada wanita terjadi akibat pemijatan dan tipe rangsangan lain pada daerah vulva, vagina, dan area perineal yang membangkitkan sensasi seksual. Glans klitoris merupakan organ yang paling peka dalam menerima dan membangkitkan sensasi seksual. Sinyal sensoris seksual tersebut akan diteruskan ke segmen sakralis medulla spinalis melalui saraf pudendus dan pleksus sakralis dan dilanjutkan menuju serebrum. Refleks setempat yang terintegrasi dengan segmen sakralis dan lumbalis juga ikut andil dalam pembentukan reaksi pada organ seksual wanita.

2. Ereksi dan pelumasan pada wanita

Jaringan erektil yang mirip dengan jaringan erektil penis terletak disekitar introitus dan meluas ke klitoris. Jaringan ini dikendalikan oleh saraf parasimpatis yang melewati saraf erigentes yang keluar dari pleksus sakralis menuju genitalia eksterna.

Pada tahap awal perangsangan, sinyal parasimpatis menyebabkan arteri sekitar jaringan erektil melebar yang mungkin dihasilkan dari pelepasan asetikolin, nitrit oksida, dan polipeptida intestinal vasoaktif pada saraf terminal. Keadaan ini memungkinkan terjadinya akumulasi darah secara cepat di dalam jaringan erektil sehingga introitus akan mengencang disekeliling penis. Hal ini akan sangat membantu pria dalam mencapai rangsang seksual yang cukup sehingga terjadi ejakulasi.

Sinyal parasimpatis juga berjalan bilateral menuju kelenjar bartholini yang terletak dibawah labia minora dan menyebabkan kelenjar tersebut mensekresikan mucus tepat di dalam introitus. Mucus ini sebagian besar berfungsi sebagai pelumas selama hubungan seksual yang dibutuhkan untuk mendapat sensasi pijatan yang memuaskan sehingga tidak terjadi sensasi iritasi yang akan timbul bila vagina kering. Sensasi pijatan tersebut membentuk rangsangan yang optimal untuk membangkitkan refleks yang sesuai, yang akan berkulminasi pada klimaks yang dialami baik pria maupun wanita.

3. Orgasme pada wanita

Jika rangsang seksual setempat tadi telah mencapai intensitas maksimal, serta didukung oleh sinyal fisik yang tepat oleh serebrum, akan terbentuk refleks yang menyebabkan terjadinya orgasme atau disebut juga klimaks pada wanita. Orgasme pada wanita juga dapat membantu dalam proses pembuahan ovum.

Alasan yang mungkin mendasari hal ini adalah sebagai berikut:

  • Pertama; selama orgasme, otot perineal akan berkontraksi secara ritmis yang berasal dari refleks medulla spinalis yang mirip dengan refleks ejakulasi pada pria. Refleks ini juga meningkatkan motilitas uterus dan tuba falopi selama orgasme sehingga membantu sperma bergerak menuju ovum.

    Orgasme menyebabkan pelebaran kanalis servikalis sampai 30 menit sehingga mempermudah pergerakan sperma.

  • Kedua; pada beberapa hewan tingkat rendah, kopulasi menyebabkan kelenjar hipofisis posterior mensekresikan oksitosin; efek ini mungkin diperantarai melalui inti amigdala otak yang melanjut melalui hipotalamus menuju hipofisis. Oksitosin ini menyebabkan peningkatan kontraksi ritmis uterus sehingga mempercepat waktu perjalanan sperma menuju ovum.

Selain efek orgasme terhadap pembuahan, sensasi seksual yang kuat terbentuk selama orgasme juga dilewatkan ke serebrum, dan menyebabkan ketegangan otot yang kuat diseluruh tubuh. Tetapi setelah kulminasi dari aksi seksual, ketegangan tersebut berakhir dan berganti menjadi suatu kepuasan yang ditandai dengan keadaan relaks, suatu efek yang disebut resolusi.