Bagaimanakah pelaksanaan demokrasi pancasila di Indonesia ?

Indonesia merupakan negara hukum dan negara demokrastis yang menggunakan demokrasi pancasila. bagaimanakah pelaksanaanya di Indonesia?

Pelaksanaan demokrasi Pancasila berarti menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, saling menghargai serta selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Kegiatan sosial politik masyarakat atas dasar demokrasi Pancasila, bersumber pada kepribadian dan pandangan hidup bangsa. Hal ini tertuang dalam pembukaan UUD RI Tahun 1945 alinea IV dan Pasal-pasal UUD RI Tahun 1945. Dengan demikian, prinsip keadilan dan kebenaran harus ditegakkan dalam mengambil suatu keputusan. Hal itu menyangkut harkat dan martabat manusia yang harus dihormati dan dijunjung tinggi.

Pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah banyak dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi yang menunjang kelangsungan hidup demokrasinya. Misalnya, adanya musyawarah desa, lembaga legislatif, partai politik, atau lembaga swadaya masyarakat. Pilar-pilar demokrasi ini harus dikembangkan dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tercipta kehidupan masyarakat dan negara yang demokratis. Suatu kehidupan masyarakat yang tertib dan tenteram serta stabil, akan membantu terciptanya masyarakat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pemerintahan negara serta mendukungnya dengan sekuat tenaga. Pemerintahan negara dapat berjalan dengan baik apabila pelaksanaannya telah sesuai dengan cita-cita yang luhur, watak, dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila telah mewarnai seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia yang harus dilestarikan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran bernegara bagi bangsa Indonesia harus tumbuh dan dikembangkan. Hal ini berarti rakyat harus ikut berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan nasional secara adil dan merata, mematuhi semua peraturan perundangan yang berlaku, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan demokrasi pancasila, prinsip-prinsip yang harus dipegang antara lain :

  1. Bentuk negara Indonesia yang sesuai dengan Demokrasi Pancasila adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik.

  2. Kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat, artinya pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Dalam hal ini, kehendak atau keinginan rakyat merupakan dasar bagi pemerintahan demokrasi.

  3. Pemerintah berdasarkan konstitusi, artinya pemerintah menjalankan kekuasaannya berdasarkan UUD 1945 sehingga memiliki kekuasaan yang terbatas dan bertanggung jawab.

  4. Negara berdasarkan hukum dan hukum yang ada di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Segala aktivitas atau kegiatan dalam negara harus berdasarkan hukum sehingga tidak terjadi suatu bentuk kesewenangan maupun penindasan.

  5. Sistem perwakilan, artinya bahwa rakyat tidak langsung memerintah negara, melainkan melalui para wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan.

  6. Sistem presidensial, artinya bahwa presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan atau dengan kata lain, presiden adalah penyelenggara negara tertinggi.

Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang didasarkan pada asas kekeluargaan dan kegotongroyongan yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat. Kebebasan individu dalam demokrasi pancasila tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

Keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya merupakan norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga-lembaga negara baik di pusat maupun di daerah.

Demokasi Pancasila memiliki prinsip- prinsip yang berlaku, seperti:

  1. Kebebasan atau persamaan (Freedom/ Equality).

    Kebebasan/persamaan adalah dasar demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa pembatasan dari penguasa. Dengan prinsip persamaan semua orang dianggap sama, tanpa dibeda- bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan bersama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Kebebasan yang dikandung dalam demokrasi Pancasila ini tidak berarti Free Fight Liberalism yang tumbuh di Barat, tapi kebebasan yang tidak mengganggu hak dan kebebasan orang lain.

  2. Kedaulatan Rakyat (people’s Sovereignty). Dengan konsep kedaulatan rakyat, hakikat kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal; yaitu, kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan sangatlah kecil, dan kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan lebih terjamin. Perwujudan lain dari konsep kedaulatan adalah adanya pengawasan oleh rakyat. Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati penguasa.

  3. Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab yang memiliki prinsip- prinsip

    • Dewan Perwakilan Rakyat yang representatif.
    • Badan kehakiman/peradilan yang bebas dan merdeka.
    • Pers yang bebas,
    • Prinsip Negara hukum,
    • Sistem dwi partai atau multi partai.
    • Pemilihan umum yang demokratis.
    • Prinsip mayoritas.
    • Jaminan akan hak-hak dasar dan hak-hak minoritas.

Di Indonesia, prinsip-prinsip demokrasi telah disusun sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, meski harus dikatakan baru sebatas demokrasi prosedural, dalam proses pengambilan keputusan lebih mengedepankan voting ketimbang musyawarah untuk mufakat, yang sejatinya merupakan azas asli demokrasi Indonesia. Praktek demokrasi ini tanpa dilandasi mental state yang berakar dari nilai-nilai luhur bangsa merupakan gerakan omong kosong belaka.

Ada beberapa unsur demokrasi yang dikemukakan oleh para Ahli di antaranya adalah:

  1. Menurut Sargen, Lyman Tower (1987), unsur demokrasi meliputi keterlibatan rakyat dalam mengambil keputusan politik, tingkat persamaan hak antarmanusia, tingkat kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki oleh warga Negara, sistem perwakilan dan sistem pemilihan ketentuan mayoritas.
  1. Afan Gaffar (1999), unsur demokrasi meliputi akuntabilitas, rotasi kekuasaan, rekruitmen politik yang terbuka, pemilihan umum, dan hak-hak dasar.
  1. Menurut Marriam Budiardjo (1977), terdapat beberapa unsur demokrasi, yaitu perlunya dibentuk lembaga-lembaga demokrasi untuk melaksanakan nilai- nilai demokrasi, yaitu pemerintahan yang bertanggung jawab, Dewan Perwakilan Rakyat, organisasi politik, pers dan media massa, serta peradilan yang bebas.

  2. Menurut Frans Magnis Suseno (1997), menyebutkan ada lima gugus ciri hakiki Negara demokrasi. Kelima gugus demokrasi tersebut adalah negara hukum, pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat, pemilihan umum yang bebas, prinsip mayoritas dan adanya jaminan terhadap hak-hak demokrasi.

Aktualisasi Demokrasi Pancasila di Indonesia


Sistem ketatanegaraan yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara demokrasi konstitusional, dengan menganut asas demokrasi Pancasila. Dalam aktualisasinya, Demokrasi Pancasila didasarkan pada Pembukaan Undang Undang Dasar 45 alinea ke 4, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang mengandung semangat ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demokrasi Pancasila juga diartikan sebagai demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam menganut asas demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat, dimana keluhuran manusia sebagai makhluk Tuhan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan diakui, ditaati dan dijamin atas dasar kenegaraan Pancasila.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maupun hukum dasar yang tidak tertulis (konvensi), seperti aturan- aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa disebut sistem demokrasi perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Dalam praktek, pihak yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat yang disebut parlemen. Agar wakil-wakil rakyat dapat bertindak atas nama rakyat, wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election). Dengan demikian, pemilihan umum itu tidak lain merupakan cara yang diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis.

Secara ideal pemilihan umum bertujuan agar terselenggaranya perubahan kekuasaan pemerintahan secara teratur dan damai sesuai dengan mekanisme yang dijamin oleh konstitusi. Tradisi berpikir bebas atau kebebasan berpikir (freedom of expression) itu pada gilirannya mempengaruhi tumbuh kembangnya prinsip-prinsip kemerdekaan berserikat atau berorganisasi (freedom of association) dan kemerdekaan berkumpul (freedom of assembly) dalam dinamika kehidupan masyarakat demokratis yang bersangkutan.

Ismail Sunny menyatakan, Pemilihan umum adalah suatu kepastian dan suatu lembaga yang sangat vital untuk demokrasi. Suatu pemilihan yang bebas berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu rakyat akan mendapat kesempatan untuk menyatakan hasratnya terhadap garis- garis politik yang harus diikuti oleh negara dan masyarakat terhadap orang-orang yang harus melaksanakan kebijaksanaan itu.

Pemerintah berdasarkan atas demokrasi konstitusional tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Konstitusi di sini diartikan dalam arti luas, sebagai living constitution, baik yang tertulis yang disebut

Pasal 22 ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebutkan bahwa, Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. Ada dua manfaat yang sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pemilu yaitu, pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang otoritas dan mencapai tingkat keterwakilan politik (political representativeness).
Selain itu Pemilu juga merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil, karena dalam pelaksanaan hak asasi adalah suatu keharusan pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Oleh karena itu, pemilu adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.

Hal ini merupakan perwujudan dari hak asasi manusia. Dalam pasal 28D ayat (3) berbunyi, Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pengertiannya, setiap orang memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pemilihan umum pada dasarnya memiliki empat fungsi utama yakni, pembentukan legitimasi penguasa, pembentukan perwakilan politik rakyat, sirkulasi elite penguasa, dan pendidikan politik.

Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum (general election) pada pokoknya dapat dirumuskan menjadi empat, yaitu:

  • Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.

  • Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

  • Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan

  • Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Pemilihan umum juga bertujuan untuk memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan dan pergantian pejabat negara yang diangkat melalui pemilihan (elected public officials). Yang dimaksud di sini adalah pemilihan umum harus membuka kesempatan sama untuk menang atau kalah bagi setiap peserta pemilihan umum itu, karena pemilihan umum sejatinya adalah hak setiap orang sebagai warga negara.

Tujuan ketiga dan keempat pemilihan umum adalah untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan melaksanakan hak asasi warga negara. Hak-hak politik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan dan fungsi-fungsi negara dengan benar menurut UUDNRI 1945 adalah hak rakyat yang sangat fundamental. Karena itu, penyelenggaraan pemilihan umum, di samping merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, juga merupakan sarana pelaksanaan hak asasi warga negara.

Pengaturan mengenai hak asasi manusia di bidang politik yang sangat berkaitan dengan pemilihan umum adalah ketentuan pasal 28E ayat (3) yang merumuskan bahwa, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dalam bentuk keikutsertaan warga negara untuk berpartisipasi dalam partai politik yang diakui keberadaannnya oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat diwujudkan dalam bentuk keikutsertaan warga negara untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk dalam badan perwakilan rakyat maupun sebagai Presiden yang diwujudkan melalui pemilihan umum itu sendiri.

Demokrasi Pancasila dan Kebudayaan Indonesia


Konsep demokrasi pancasila digali dari nilai masyarakat asli Indonesia dengan nilai-nilai yang melekat kepadanya, seperti desa demokrasi, rapat kolektivisme, musyawarah mufakat, tolong-menolong dan istilah-istilah lain yang berkaitan dengan itu. Tujuannya, memberikan pendasaran empiris sosiologis tentang konsep demokrasi yang sesuai dengan sifat kehidupan masyarakat asli Indonesia, bukan sesuatu yang asing yang berasal dari Barat dan dipaksakan pada realitas kehidupan bangsa Indonesia.

Masyarakat asli yang dimaksudkan di sini adalah bentuk kehidupan masyarakat yang sudah berlangsung di pulau-pulau di Nusantara sejak berabad-abad yang lalu dan yang tersusun dari satuan-satuan kehidupan yang terkecil yang berbeda-beda seperti desa di Jawa, nagari di Sumatra Barat, pekon di Lampung atau subak di Bali. Masyarakat asli ini memiliki seperangkat nilai mental dan moral yang bersifat homogen, struktural dan kolektif, yang kesemuanya memiliki sistem budaya sendiri dan berlangsung secara demokratis, yaitu demokrasi secara langsung sebagaimana terdapat di negara- negara kota di Yunani kuno 25 abad yang lalu. Proses metamorfosis nilai-nilai demokrasi yang digali dari kearifan budaya Indonesia tersebut mengalami beberapa periodisasi dalam proses implementasinya sebagai suatu keniscayaan.

Kebudayaan merupakan ruh dan jati diri bangsa dalam kehidupan bernegara, di mana tinggi rendahnya martabat bangsa sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya budaya bangsa itu sendiri. Jati diri bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh hasil proses aktualisasi nilai-nilai budaya bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai budaya dan ideologi yang sedang men “sistem”, harapannya adalah akan mampu menopang tuntutan demokrasi yang bertahap maju secara kultural-edukatif, dengan rujukan pola pikir budayawinya sendiri. Sistem ideologi yang mampu tumbuh dengan terbuka mengemban peningkatan kesadaran dan partisipasi politik dan ekonomi rakyat yang semakin tinggi dari waktu ke waktu, tanpa efek alienasi budaya, bahkan memperkuat wujud kebangkitan nasional Indonesia yang tahapannya semakin matang dan dewasa. Ini mengimplikasikan kebutuhan akan politik kebudayaan yang didasarkan pada Pancasila. Dengan lain kata, untuk menciptakan budaya bangsa yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila diperlukan suatu rekayasa kebudayaan atau suatu strategi kebudayaan. Perlu disadari batas-batasnya serta kehati-hatian budaya itu sendiri tidak justru menghasilkan sesuatu yang kontra-produktif atau bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip budaya demokrasi Pancasila yang hendak diterapkan. Dengan demikian dapat dihindarkan segala kecenderungan yang menjadikan Pancasila Ideologi totaliter.
Pendefinisian ideologi di sini tidak terlalu membedakan antara ideologi dan paham serta tidak membedakan ideologi yang bersifat murni atau tidak. Sebab menurut koran Pedoman yang terbit di tahun 1960 dengan mengutip pemikiran ahli politik Barat, ideologi yang benar-benar murni di dunia itu ada tiga yaitu liberalisme, sosialisme dan Islam.

Walaupun sejatinya Islam bukan termasuk ideologi, karena bukan merupakan karya manusia. Pancasila merupakan contoh ideologi campuran, karena merupakan perpaduan dari berbagai unsur ideologi murni yaitu liberalisme dan sosialisme ditambah dengan nilai-nilai moral dan budaya Indonesia. Hal ini terbukti dengan kenyataan yang sama di dunia sekarang ini karena berkembang ideologi jalan ketiga (Third Way) yang merupakan kompromi atau campuran antara liberalisme dan sosialisme.

Alfian mengatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan demokrasi antara lain terletak pada kualitas yang terkandung di dalam dirinya. Di samping itu relevansinya terletak pada posisi komparatif terhadap ideologi-ideologi lain sehingga bangsa Indonesia yang meyakini, menghayati dan memahami mengapa Pancasila adalah ideologi untuk dipakai sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam membangun dirinya dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan politik.

Menurut Hatta, Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang memimpin sila-sila yang lain. Seperti halnya sila kerakyatan atau demokrasi, Hatta yakin bahwa demokrasi akan hidup selama-lamanya di bumi Indonesia, sekalipun akan mengalami pasang naik dan pasang surut. Menurut Hatta, sumber demokrasi atau lebih tegasnya demokrasi sosial, dalam menentukan caranya, sehingga strategi di Indonesia ada tiga;

  • Pertama, sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip humanisme, dan prinsip ini juga dipandang sebagai tujuan.

  • Kedua, ajaran Islam yang memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam bermasyarakat.

  • Ketiga, pola hidup dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa di Indonesia. Ketiga sumber inilah yang akan menjamin kelestarian demokrasi di Indonesia, sehingga Hatta berkeyakinan bahwa demokrasi di Indonesia mempunyai dasar yang kukuh.

Sumber : Nur Rohim Yunus, Aktualisasi demokrasi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Praktik-praktik mekanisme Demokrasi-Pancasila masih mungkin berkembang dan berubah, atau mungkin belum merupakan bentuk hasil proses yang optimal, sebagai prestasi sistem politik Indonesia.

1. Penyaluran Tuntutan

Pada periode Demokrasi-Pancasila ini (setidak-tidaknya sampai dewasa ini) penyaluran berbagai tuntutan yang hidup dalam masyarakat menunjukkan keseimbangan. Melalui hasil penyederhanaan sistem kepartaian muncullah satu kekuatan politik yang dominan. Banyak akibat yang ditumbuhkan oleh pola penyaluran tuntutan semacam ini, yang dalam kenyataannya disalurkan secara formal melalui tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:

Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan (fusi PNI, Partai Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti), dan Partai Demokrasi Indonesia (fusi PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, dan Partai Murba). Secara material, penyaluran tuntutan lebih dikendalikan oleh koalisi besar (cardinal coalition) antara Golkar dan ABRI, yang pada hakikatnya berintikan teknokrat dan perwira yang telah kenal teknologi modern. Penyaluran tuntutan atas dasar gaya yang pragmatik, yang dilakukan bersamaan dengan kemampuan perlindungan militer yang deterrent, membuahkan hasil dan keadaan seperti saat ini.

Melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia yang dilakukan secara periodik, diduga penyaluran aspirasi tersebut tidak terganggu akibat masih adanya sistem pengangkatan lembagalembaga perwakilan. (Dalam sistem Demokrasi-Pancasila, hal ini sudah tiga kali berlangsung pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, dan 1982. Dengan demikian, penyaluran tuntutan secara formal-konstitusional telah terpenuhi).

2. Pemeliharaan dan Kontinuitas Nilai

Pemerintah berkali-kali menegaskan bahwa hak itu secara implisit mengandung pula kewajiban asasi setiap anggota masyarakat. Dengan demikian, di samping ada partisipasi, ada pula mobilisasi. Ideologisme yang berapi-api dalam masa dua sistem politik sebelumnya, pada masa ini dapat didinginkan atau setidak-tidaknya tidak lagi menjadi ciri penyelenggaraan kontinuitas nilai berbagai kekuatan politik yang ada.

Gaya pragmatik lebih ditonjolkan sehingga tingkat terjadinya konflik menurun sampai tingkat derajat yang cukup berarti untuk dicatat. Kontinuitas nilai bernegara dan menegara lebih dikokohkan, yaitu dengan mengokohkan struktur pemerintahan UUD 1945. Struktur ini merupakan hasil perjuangan Orde Baru, sesuai dengan jargon: melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Penyelenggaraan konti nuitas nilai dalam bidang pemerintahan, menumbuhkan kelugasan yang diwujudkan dalam cara pemberian mandat, toleransi, dan konsesi politik kepada pimpinan nasional, jika tidak dikatakan terlalu bersifat formal yang gersang.

3. Kapabilitas

Dalam bidang ekstraktif dan distributif yang menyangkut komonditi pokok, pemerintah memegang peranan besar. Adapun yang menyangkut barang lainnya, menurut alam ekonomi yang bercorak lebih terbuka, yaitu disesuaikan dengan hukum-hukum ekonomi universal, pihak swasta dapat berperan. Keterbukaan ekonomi ini merupakan kebalikan Ekonomi-Terpimpin yang menghasilkan kelangkaan dalam berbagai bidang kehidupan.

Pengaturan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi diselenggarakan melalui Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1 (1968) dan melalui pinjaman luar negeri dan bantuan luar negeri. Kapabilitas dalam bidang ekonomi tersebut dapat dilihat dalam neraca perdagangan misalnya. Setelah tahun 1972, grafik perdagangan luar ne geri menunjukkan kenaikan ekspor yang ber arti dibandingkan dengan impor.

Tentu saja di samping neraca perdagangan ini harus pula dicatat dan diperhitungkan faktor-faktor lainnya agar diperoleh gambaran perkembangan yang tepat. Kapasitas simbolik sistem politik ini tidak begitu menampak. Hanya dalam peristiwa-peristiwa tertentu sering dipertunjukkan kerapatan hubungan antara pemerintah dan massa. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lebih ditujukan pada perbaikan taraf hidup rakyat banyak, lebih bersifat reseptif untuk diterima daripada pembangunan yang monumental.

Di pihak lain, daya tanggap atas tuntutan rakyat lebih disalurkan pada mesin politik yang sudah ada yang dengan sen dirinya derajat kepekaannya bergantung pada efisien tidaknya mesin politik tersebut. Secara keseluruhan, kapasitas dalam negeri menunjukkan kemantapan, dan dengan sendirinya pula kapasitas internasionalnya banyak ditunjang.

4. Integrasi Vertikal

Pada masa ini, saluran antara elite dengan massa dan sebaliknya, lebih terlihat. Begitu pula, hu bungan antara perencana (planner) dan yang direncanakan (planee), antara pemimpin dan yang dipimpin, antara pengelola dan yang dikelola, melalui berbagai saluran. Komunikasi “dua-arah” dijalankan untuk mencapai integrasi vertical antara pemerintah dan rakyat serta antara elite dan massa.

5. Integrasi Horizontal

Hubungan antar elite mulai tampak dalam usaha membentuk konsensus nasional dalam menyelenggarakan pembangun an melalui pola yang jelas. Kerja sama antarteknokrat juga meningkatkan bermacam-macam kapabilitas.

6. Gaya Politik

Gaya ideologik tidak ada lagi, diganti oleh gaya intelektual yang pragmatik antara lain melalui penyaluran kepentingan yang berorientasi pada program dan pemecahan masalah.

7. Kepemimpinan

Bersifat legal artinya bersumber pada ketentuan normatifkonstitusional. ABRI sebagai titik pusat politik di Indonesia didukung oleh teknokrat. Dalam negara-negara baru, Welch, Jr. sebagai editor mengomentari tulisan Lucian W. Pye yang berjudul Armies in the Political Modernization, sebagai berikut:

Since armies in new states “have been consistently among the most modernized institutions in their societies”, they have a potentitally great influence on the process of modernization. A “more responsible nationalism”, Profes sor Pye comments, can be provided through military service. But can officers carry out the tasks of national development without politicians or administrators?

(Karena angkatan perang di negara-negara baru “merupa kan salah satu institusi modern dalam masyarakatnya”, mereka secara potensial mempunyai pengaruh besar dalam proses modernisasi. Suatu “nasionalisme yang lebih bertanggung jawab”, menurut Profesor Pye, dapat terwujud melalui dinas militer. Tetapi dapatkah para perwira menjalankan tugas-tugas pembangunan nasional tanpa kaum politisi dan administrator?). Kiranya pernyataan tersebut berlaku pula bagi Indonesia dalam mewujudkan kepemimpinan yang tangguh.

8. Perimbangan Partisipasi Politik dengan Kelembagaan

  1. Massa
    Partisipasi rakyat dikendalikan dan terbatas pada peristiwa-peristiwa politik tertentu saja, antara lain dalam pemilihan umum. Hal ini disebabkan adanya konsepsi massa lepas/terapung/mengambang. Partisipasi rakyat dalam keanggotaan kekuatankekuatan sosial-politik dewasa ini lebih dijuruskan ke arah pembentukan golongan profesi.

  2. Veteran dan Militer
    Partisipasi kaum veteran meningkat melalui Angkatan 1945, sedang partisipasi tentara semakin meningkat dengan adanya doktrin kekaryaan sesuai dengan Dwi Fungsi ABRI. Partisipasi anggota ABRI dalam lembaga perwakilan/permusyawaratan rakyat dan dalam lembaga perwakilan rakyat tingkat daerah dilakukan melalui pengangkatan.

9. Pola Pembangunan Aparatur Negara

Dijuruskan pada usaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atas dasar asas loyalitas terhadap negara. Isu tentang peranan aparatur negara yang berorientasi pada kepentingan nasional demi terjaganya integritas aparatur pada negara tersebut mendapatkan wadah melalui organisasi-organisasi profesi di atas. Keterlibatan eksponen pegawai negeri sebagai calon dalam pemilihan umum untuk partai politik rupanya tetap merupakan sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan tingkah laku politik yang dibakukan oleh rezim dewasa ini.

10. Tingkat Stabilitas

Stabilitas meningkat antara lain melalui pendekatan keamanan ( security approach ) di samping pendekatan yang bersifat meyakinkan dan membujuk masyarakat. Hal yang hendak dicapai dalam Demokrasi-Pancasila adalah tumbuhnya stabilitas yang dinamis.