Berikut ini beberapa konsep idiom dari beberapa ahli yaitu :
Idiom adalah bentuk ujaran yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dari makna-makna unsur pembentuknya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Kridalaksana (1993) menyatakan bahwa idiom umumnya dianggap merupakan gaya bahasa yang bertentangan dengan prinsip penyusunan kekomposisian ( Principle of Compositionality ). Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggotaanggotanya. Contoh kambing hitam, secara keseluruhan maknanya tidak sama dengan makna “kambing” dan “hitam” (Kridalaksana:1980).
Idiom disebut juga suatu ungkapan berupa gabungan kata yang membentuk makna baru, tidak ada hubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Idiom adalah suatu ekspresi atau ungkapan dalam bentuk istilah atau frase yang artinya tidak bisa didapatkan dari makna harfiah dan dari susunan bagian-bagiannya, namun lebih mempunyai makna kiasan yang hanya bisa diketahui melalui penggunaan yang lazim.
Alwasilah (1985) menyebutkan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup itu. Idiom tidak bisa diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli.
Senada dengan Alwasilah, menurut Longman (2003) “ Idiom is a phrase which something different from the meanings of the separate words from which it formed ”. Dapat diartikan bahwa idiom adalah kalimat yang mempunyai arti berbeda dari arti kata yang membentuknya.
Rey (1989) juga menjelaskan bahwa idiomes , c’est-à-dire combinaisons intraduisibles mot à mot. Maksud penjelasan tersebut bahwa idiom adalah gabungan kata yang tidak dapat diartikan kata perkata. Rey melanjutkan bahwa l’expressions est cette même réalité considérée comme une manière d’exprimer quelque chose, elle implique une réthorique et une stylistique, elle suppose le plus souvent le récours a une figure, métaphore et métonymie. Ungkapan diangggap sebagai cara untuk mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan retorika (kata-kata formal) dan stilistika dan biasanya mempunyai makna kiasan, metafora, metonimi.
Terkadang idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa. Sebenarnya pengertian idiom lebih luas dari peribahasa yaitu pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Gorys Keraf, 2008:109). Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna „ihwal dua orang yang tidak pernah akur‟. Makna ini berasosiasi, bahwa binatang anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
Dubois (2001) menyebutkan istilah khusus dalam menyebut sebuah ungkapan khusus dari suatu bahasa, istilah tersebut adalah idiotisme . Idiotisme ialah semua pola konstruksi yang nampak khas pada suatu bahasa dan tidak sesuai dengan aturan pembentukan kalimat atau sintaksis di dalam bahasa lain.
Dalam penggunaannya, istilah ini dinyatakan dalam suatu ekspresi idiomatik atau biasa disebut expression (ungkapan). Ungkapan ini dapat berbentuk ungkapan khusus (locution), peribahasa (proverbe), dan pepatah (dicton) ( Rey, 1989). Batasan antara locution, proverbe dan dicton tidaklah jelas dan lebih cenderung pada penggunaannya daripada bentuk. Masyarakat pemakai bahasa tersebut cenderung tidak memberi batasan yang pasti mengenai perbedaan dari bentuk-bentuk bahasa tersebut, karena pada penggunaannya lebih ditekankan pada makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut dan tujuan pembicara menggunakannya (Mahardika,2010)
Menurut Chaer (1981) idiom adalah satuan bahasa entah berupa kata, frasa maupun kalimat yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut, atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya.
Dikatakan pula oleh Chaer (1981) walaupun makna idiom tidak dapat ditarik menurut kaidah umum gramatikal yang berlaku atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya, namun secara historis komparatif dan etimologis nampak masih bisa dicari kaitan makna keseluruhannya dengan makna leksikal unsur-unsurnya. Artinya, makna idiom itu masih bisa teramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya. Tapi banyak pula idiom yang tidak bisa dinalar seperti pantat kuning “kikir”, pergi ke negeri cacing “meninggal“. Makna idiom bersifat eksosentris, artinya maknanya tidak dapat dijabarkan baik secara leksikal maupun gramatikal dari makna unsur-unsurnya.
Idiom sering disebut sebagai gabungan kata, konstruksi, kelompok kata, satuan bahasa dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena bentuk idiom memang berwujud gabungan kata dengan kata atau gabungan antar dua kata atau lebih. Pada dasarnya, gabungan kata tersebut membentuk satu kata yang memiliki arti baru dan bermakna kiasan.
Dikenal pula adanya gabungan kata yang berupa frase dan gabungan kata yang berupa kata majemuk serta memiliki makna kiasan. Selain itu, ada beberapa bentuk kata yang apabila mengalami proses perulangan menjadi memiliki makna baru, bermakna kiasan (tidak memiliki arti leksikal kata itu sendiri) dan bermakna lugas, contoh mata-mata, gula-gula, guna-guna. Jadi, satuan bahasa yang berupa idiom dapat berwujud kata ulang, kata majemuk dan frase.
Badudu (1992) menekankan makna idiom, juga sifat penyimpangannya dari pemakaian bahasa yang umum, bahwa :
Idiom tidak terbatas hanya pada dua kata atau lebih yang digabungkan dan mengandung makna baru dan tidak menonjolkan makna masing-masing komponen. … … Idiom adalah semua bentuk bahasa yang khas atau khusus dengan makna tertentu. Yang tidak dapat diterangkan berdasarkan makna leksikal setiap katanya; juga tidak dapat diterangkan berdasarkan kaidah umum yang berlaku. Terhadap idiom tidak dapat diajukan pertanyaan: Mengapa bentuknya begitu? Mengapa artinya begitu? Mengapa kata itu yang digunakan dan bukan kata anu?. Itulah idiom yang lahir dari kebiasaan berbahasa dan diterima sebagai konvensi atau kesepakatan.