Bagaimanakah Konsep dari Makna Idiomatis?


Isitilah idiom berasal dari bahasa Yunani idios artinya „sendiri, khas, khusus‟. Kadang-kadang disebut juga langgam bahasa, bahasa yang dilazimkan oleh golongan tertentu, dialek, peribahasa, atau sebutan yang aneh, yang sukar diterjemahkan dengan tepat ke dalam bahasa lain. Makna yang terdapat dalam idiom disebut makna idiomatis.

Bagaimanakah konsep makna idiomatis?

Idiom merupakan konstruksi unsur-unsur bahasa yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain; konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya (Kridalaksana, 1982:62); pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum., biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkansecara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Keraf, 1985:109); ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frasa) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur pembentuknya (Soedjoto, 1987:101: KBBI, 1988:320).

KEMUNCULAN IDIOM

Kata atau idiom merupakan penyebutan atau penamaan sesuatu yang dialami pemakainya. Dalam memberi nama sesuatu benda, kejadian, atau peristiwa itu terdapat beberapa gejala sebagai penyebab timbulnya idiom. Gejala itu berupa:

  1. Penyebutan berdasarkan tiruan bunyi,
  2. Penyebutan berdasarkan sebagai dari seluruh tanggapan,
  3. Penyebutan berdasarkan sifat benda,
  4. Penyebutan bersifat apelatif,
  5. Penyebutan berdasarkan tempat asal,
  6. Penyebutan berdasarkan bahan, dan
  7. Penyebutan berdasarkan kesamaan.

1. Penyebutan Berdasarkan Tiruan Bunyi

Tiruan bunyi atau otomatope merupakan dasar primitif dalam penyebutan benda. Otomatope ialah penyebutan karena persamaan bunyi yang dihasilkan oleh benda itu. Persamaan dengan bunyi yang dihasilkan oleh benda itu. Contohnya:

  • cecak dari bunyi : cek-cek-cek
  • berkokok dari bunyi : kok-kok-kok (ayam)
  • menggonggong dari bunyi : gong-gong (anjing)
  • kelontong dari bunyi : kelontong-kelontong

2. Penyebutan Sebagian Dari Seluruh Anggapan

Gejala ini sering disebut pars pro toto yakni sebagian untuk keseluruhan. Gejala ini terjadi karena kita tidak mampu menyebut barang secara keseluruhan dan terperinci, tetapi hanya sifat atau ciri yang khusus saja. Contohnya:

  • Gedung Gajah dari gedung yang didepannya ada patung gajah.
  • Gedung Sate dari gedung yang atapnya memiliki hiasan seperti tusukan sate.
  • Baju hijau dari kebiasaan tentara yang suka berbaju hijau (tentara).
  • Meja hijau dari tempat yang memiliki meja berwarna hijau‟(pengadilan).

3. Penyebutan Berdasarkan Sifat Yang Menonjol

Pemakaian kata sifat untuk meneybut benda adalah peristiwa semantik, karena dalam peristiwa itu terjadi tranposisi makna dalam pemakaian, yakni perubahan sifat menjadi benda. Misalnya:

  • Lurik dari kain yang bergaris-garis (lurik).
  • Si Cebol dari keadaan yang tetap pendek (cebol).
  • Si Pelit dari keadaan yang pelit .
  • Perwira dari pembarani.

4. Penyebutan Berdasarkan Apelatif

Penyebutan berdasarkan apelatif ialah penyebutan berdasarkan penemu, pabrik pembuatnya atau nama orang dalam sejarah. Kata-kata ini muncul karena kebiasaan yang sudah umum. Misalnya:

  • Mujair (ikan) dari ikan yang mula-mula dipelihara Haji Mujahir di Kediri.
  • Membaikot dari nama orang Boycott, seorang tuan tanah yang terlalu keras sehingga tidak diikutsertakan.
  • Bayangkara dari anggota korps keploisian yang diambil dari pasukan penjaga keselatan.

5. Penyebutan Berdasarkan Tempat Asal

Penyebutan ini berupa nama atau sebutan yang berasal dari nama tempat. Misalnya:

  • Kalkun dari ayam dari Kalkuta atau bahasa Belanda kolkoeta hoen.
  • Kapur barus dari kapur berasal dari Barus, Sumatra Barat Laut.
  • Jeruk Garut dari jeruk dari Garut.
  • Sardines dari ikan yang berasal dari kota Sardinia, Italia.
  • Konlonyo dari minyak wangi yang berasal dari au de Cologne (Jerman Barat).

6. Penyebutan Berdasarkan Bahan

Nama atau sebutan yang berasal dari bahasa benda itu. Misalnya:

  • Karung goni dari karung yang terbuat dari serat guni.
  • Perak dari mata uang yang terbuat dari perak.
  • Bambu runcing dari senjata yang terbuat dari bambu yang ujungnya runcing.
  • Kaleng dari wadah yang terbuat dari kaleng.

7. Penyebutan Berdasarkan Kesamaan

Nama atau sebutan yang muncul karena memiliki sifat yang sama. Misalnya:

  • Kaki meja dari alat pada meja yang berfungsi seperti kaki manusia.
  • Mulut gua dari alat pada gua yang bentuknya seperti mulut.
  • Bintang film dari orang yang muncul seperti bintang (terbaik) dalam bermain film.

BENTUK IDIOM

Dalam bahasa Indonesia ada dua macama bentuk idiom, yaitu: idiom penuh dan idiom sebagaian.

1. Idiom Penuh

Idiom penuh ialah idiom yang maknanya sama sekali tidak tergambarkan lagi dari unsur-unsurnya secara berasingan. Dalam idiom penuh maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna pembentuknya. Contohnya:

  • membanting tulang = bekerja keras
  • makan kawat = sangat miskin
  • kepala angin = bodoh

2. Idiom Sebagian

Idiom sebagian ialah idiom yang maknanya masih tergambarkan dari salah satu unsur pembentuknya. Dalam idiom sebagaian salah satu unsurnya masih tetap dalam makna leksikalnya. Contohnya:

  • pakian kebesaran = pakaian yang berkenaan dengan ketinggian pangkat/martabat
  • salah air = salah didikan
  • tidur-tiduran ayan = tidur tapi belum lelap

SUMBER IDIOM

Idiom merupakan salah satu bentuk ekspresi bahasa. Ekspresi bahasa itu pada dasarnya merupakan panyebutan sesuatu yang dialami oleh pemakainya. Pendek kata, bahasa merupakan manifestasi kehidupan (kebudayaan) masyarakatpemakainya. Karena itu, idiom pun merupakan salah satu menifestasi kehidupan (kebudayaan) masyarakat pemakainya, atau sumber lahirnya idiom itu ialah pengalaman kehidupan masyarakat pemakainya.

1. Idiom dengan Bagian Tubuh

Berikut ini contoh idiom dengan bagian tubuh.

Hati

  • besar hati = sombong
  • berat hati = enggan melakukan
  • hati kecil = maksud yang sebenarnya
  • kecil hati = penakut
  • jatuh hati = menjadi cinta
  • sampai hati = tega
  • tinggi hati = sombong
  • lapang hati = sabar

Darah

  • darah daging =anak kandung
  • darah panas = pemarah
  • darah biru = keturunan bangsawan
  • mandi darah = berperang hingga banyak yang luka atau meninggal

Kepala

  • kepala angin = bodoh
  • kepala batu = bandel
  • berat kepala = sukar mengerti
  • kepala dingin = tenang dan sabar
  • kepala udang = bodoh sekali

Muka

  • muka masam = cemberut
  • tebal muka = tidak punya rasa malu
  • tatap muka = berhadapan
  • kehilangan muka = medapat malu
  • mata memasang mata = melihat baik-baik
  • membuang mata = melihat-lihat
  • mata hati = perasaan dalam hati
  • menutup mata = meninggal

Mulut

  • mulut manis = baik tutur katanya
  • besar mulut = suka membual
  • tutup mulut = diam
  • perang mulut = berbantah
  • cepat mulut = lancing

Bibir

  • berat bibir = pendiam, tidak peramah
  • tipis bibir = cerewet
  • buah bibir = bahan pembicaraan orang
  • panjang bibir = suka mengadu

Lidah

  • lidah api = ujung nyala api
  • pahit lidah = perkataannya selalu manjur
  • panjang lidah = suka mengadu
  • cepat lidah = lancang
  • ringan lidah = lancar bertutur dan fasih

Perut

  • alas perut = sarapan
  • buruk perut = mudah terkena penyakit
  • buta perut = asal makan saja
  • duduk perut = mangandung, hamil

Tangan

  • tangan besi = kekuasaan yang keras
  • tangan kanan = pembantu utama
  • berat tangan = malas bekerja
  • turun tangan = turut campur
  • buah tangan = oleh-oleh, souvenir

Kaki

  • kaki lima = lanti di tepi jalan
  • kaki seribu = berlari ketakutan
  • kaki tangan = pembantu, orang kepercayaan
  • kaki telanjang = tidak beralas sepatu, dan sebagainya

Bulu

  • bertukar bulu = bertukar pendapat
  • berbulu hatinya = suka mendengki
  • tak pandang bulu = tidak membeda-bedakan orang
  • memperlihatkan = memperlihatkan keadaan yang sebenarnya bulunya

2. Idiom dengan Nama Warna

Merah

  • merah muka = kemalu-maluan
  • merah telinga = marah sekali
  • jago merah = api

Putih

  • buku putih = buku pemerintahan tentang peristiwa politik
  • berdarah putih = keturunan bangsawan
  • berputih tulang = mati

Hitam

  • hitam di atas putih = secara tertulis
  • belum tentu hitam putihnya = ketentuannya
  • hitam gula jawa = meskipun kulitnya hitam tetapi manis

Hijau

  • masih hijau = belum berpengalaman
  • lapangan hijau = gelanggang olah raga
  • naik kuda hijau = mabuk
  • Kuning kartu kuning = suatu peringatan
  • lampu kuning = lampu peringatan

Kelabu

  • mengelabui mata = menipu

3. Idiom dengan Nama Benda-benda Alam

Langit

  • cita-citanya melangit = sangat muluk-muluk
  • beratapkan langit = sangat rusak atapnya
  • di bawah kolong langit = di muka bumi

Bumi

  • dibumihanguskan = dihancurleburkan
  • jadi bumi langit = orang yang selalu diharapkan bantuannya
  • seperti tidak jejak ke bumi = sangat cepat
  • bumiputra = penduduk asli

Tanah

  • makan tanah = msikin sekali
  • tanah tumpah darah = tanah kelahiran, tanah air
  • gerakan di bawah tanah = gerakan rahasia

Bulan

  • kejatuhan bulan = beruntung sekali
  • menjadi bulan-bulanan = menjadi sasaran
  • tanggung bulan = bulan tua

Bintang

  • terang bintangnya = beruntung sekali
  • berbintang naik = mulai mujur hidupnya
  • bintang lapangan = pemain bola yang terbaik

Air

  • salah air = salah didikan
  • telah jadi air = habis dengan modalnya
  • pandai berminyak air = pandai bermuka-muka

Api

  • semangat berapi-api = sangat bersemangat sekali
  • bersuluh minta api = bertanya sesuatu yang sudah diketahui
  • senjata api = senjata yang berpeluru
  • lidah api = ujung nyala api

Angin

  • kabar angin = desas-desus
  • perasaan angin = mudah tersinggung
  • menangkap angin = sia-sia belaka

Gunung

  • sari gungung = tampak elok dari kejauhan saja
  • rendah gunung tinggi = harapan yang sangat besar

Hujan

  • hujan jatuh ke pasir = sia-sia tak berbekas
  • air mata pun menghujan = banyak yang menangis
  • ada hujan ada panas = susah senang silih berganti

Matahari

  • menentang matahari = melawab orang yang sedang berkuasa‟

4. Idiom dengan Nama Binatang

Kambing

  • kambing hitam = orang yang dipersalahkan
  • kelas kambing = kelas termurah

Kucing

  • bertabiat kucing = culas
  • malu-malu kucing = pura-pura malu
  • damar mata kucing = damar yang bagus sekali

Kuda

  • naik kuda hijau = mabuk
  • kuda hitam = pemenang yang tak diduga-duga
  • bertenaga kuda = kuat

Badak

  • berkulit badak = tidak tahu malu
  • tenaga badak = kuat sekali

Ayam

  • rabun ayam = kabur penglihatan di malam hari
  • mati ayam = mati konyol
  • tidur-tidur ayam = tidur tapi belum lelap

Semut

  • menyemut = sangat banyak
  • senyut-senyutan = pegal karena lama duduk
  • semut mati karena manisan = orang celaka karena bujukan

Monyet

  • cinta monyet = cinta kanak-kanak yang masih belajar
  • berbaju monyet = masih kanak-kanak
  • pintu monyet = pintu berdaun dua, di atas satu bawah satu

Buaya

  • buaya darat = penjahat

Kancil

  • akal kancil = tipu muslihat

Burung

  • kabar burung = kabar yang belum pasti

5. Idiom dengan Bagian Tumbuh-Tumbuhan

Bunga

  • bunga api = petasan
  • bunga rampai = kumpulan karangan
  • bunga kampung = gadis tercantik di kampung itu

Buah

  • buah pena = tulisan, karangan
  • buah pembicaraan = hasil pembicaraan

Batang

  • batang air = sungai
  • sebatang kata = hidup seorang diri

Cabang

  • bercabang hatinya = banyak yang dipikirkan
  • lidah bercabang = kata-kata yang tak dapat dipercaya

Rotan

  • merotan = melecut dengan rotan
  • berkerat rotan = memutuskan hubungan
  • tiada rotan akar pun = jika tak ada yang baik, yang jelek berguna pun jadilah

Kembang

  • kembang tengkuknya = muncul takutnya
  • kembang mawar = gadis cantik
  • kembang gula = „gula-gula

6. Idiom dengan Kata Bilangan

Satu

  • bersatu padu = bersatu benar-benar
  • bersatu hati = seia sekata

Dua

  • berbadan dua = hamil
  • tiada duanya = tiada bandingannya
  • mendua hati = bimbang

Tiga

  • segitiga = benda yang bersudut tiga
  • simpang tiga = jalan yang memiliki tiga jurusan

Empat

  • masuk tiga keluar empat = membelanjakan uang lebih besar dari pada penghasilan
  • pertemuan empat mata = pertemuan dua orang

Lima

  • kaki lima = lantai di muka pintu
  • simpang lima = jalan yang meimiliki lima arah

Tujuh

  • pusing tujuh keliling = pusing sekali

Seribu

  • diam seribu bahasa = diam sama sekal
  • langkah seribu = lari, kabur ketakutan

Setengah

  • setengah hati = tidak sungguh-sungguh
  • jalan tengah = keputusan yang adil
  • bekerja setengah- setengah = bekerja tanggung
  • setengah tiang = pengibaran bendera setengah tiang
Referensi

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/196302101987031-YAYAT_SUDARYAT/Makna%20dalam%20Wacana/STRUKTUR_MAKNA.pdf

JENIS IDIOM

1. Ungkapan

Ungkapan ialah perkataan atau kelompok kata yang khas untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan (Poerwadarminta, 1976:1129); kelompok kata yang berpadu yang mengandung satu pengertian (Zakaria & Sofyan, 1975:58); gabungan kata yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya (KBBI, 1988:991). Ungkapan ialah salah satu bentuk idiom yang berupa kelompok kata yang bermakna kiasan atau yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Contoh:

  • datang bulan = haid, menstruasi
  • tinggi hati = sombong
  • panjang tangan = suka mencuri
  • kaki tangan = orang kepercayaan
  • berbadan dua = hamil

2. Peribahasa

Peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang biasanya mengiaskan sesuatu maksud yang tentu (Poerwadarminta, 1976:738).

  • Kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan biasanya mengisahkan maksud tertentu;
  • Ungkapan atau kalimat ringkas, padat yang berisi perbandingan, perumpamaan, ansihat, pinsip hidup, atau gambaran tingkah laku (KBBI, 1988:671).

Peribahasa ialah salah satu bentuk idiom berupa kalimat yang susunanya tetap dan menunjukkan perlambang kehidupan. Peribahasa itu meliputi:

Pepatah (Bidal)

Pepatah ialah peribahasa yang mengandung nasihat, peringatan, atau sindiran (KBBI, 1988:144), berupa ajaran dari orang-orang tua (Poerwadarminta, 1976:714), kadang-kadang merupakan undang-undang dalam masyarakat (Zakaria & Sofyan, 1975:35). Contohnya:

  • Air tenang menghanyutkan = orang yang pendiam tetapi berilmu banyak.
  • Berjalan peliharalah kaki, berkata peliharalah lidah = dalam bekerja selalu ingat Tuhan, dan berhati-hati.
  • Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua = budi baik tak akan dilupakan orang.
  • Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan = kasih ibu kepada anak-anaknya tiada putus-putusnya, tetapi kasih sayang anak kepada ibu kadang sedikit sekali.
  • Mati-mati mandi biar basa = melakukan sesuatu jangan tanggung-tanggung.
  • Nasi sudah menjadi bubur = perbuatan yang salah sudah terlanjur.
  • Pasar jalan karena diturut, lancar kaji karena diulang = pekerjaan yang biasa dikerjakan tentu akan mahir.
  • Rambut sama hitam, hati masing-masing = kesukaan tiap orang berbeda-beda.
  • Setinggi-tinggi terbang bangu, hinggap ke kubangan juga = kemana saja orang pergi, tentu kelak akan kembali ke kampng halamnannya.
  • Tiada rotan akar pun berguna = jika tidak ada yang baik, yang jelek pun dapat digunakan.

Perumpamaan

Perumpamaan ialah peribahasa yang berisi perbandingan dari kehidupan manusia. Ciri utama dari perumpamaan ialah adanya kata-kata: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Contoh:

  • Bagai air di daun talas = orang yang tak tetap pendiriannya.
  • Hati bagai baling-baling = pikiran yang tidak tetap.
  • Laksana burung dalam sangkar = seseorang yang terikat oleh keadaan.
  • Seperti pungguk merindukan bulan = mengharapkan sesuatu yang ttdak akan mungkin tercapai.
  • Seperti api dalam sekam = kejahatan yang berlaku dengan diam-diam.

Pemeo
Pemeo ialah ungkapan atau peribahasa yang dijadikan semboyan (Kridalaksana, 1982:123). Pada awalnya, pemeo merupakan ejekan (olok-olok, sindiran) yang menjadi buah mulur orang; perkataan yang lucu untuk menyindir (KBBI, 1988:662). Pemeo ialah salah satu bentuk idiom yang terjadi dari ungkapan atau peribahasa yang dijadikan semboyan hidup. Contohnya:

  • Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
  • Dari pada berputih mata, lebih baik berputih tulang.
  • Esa hilang dua terbilang.
  • Patah tumbuh hilang berganti.
  • Ringan sama dijingjing, berat sama dipikul.
Referensi

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/196302101987031-YAYAT_SUDARYAT/Makna%20dalam%20Wacana/STRUKTUR_MAKNA.pdf

Berikut ini beberapa konsep idiom dari beberapa ahli yaitu :

Idiom adalah bentuk ujaran yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dari makna-makna unsur pembentuknya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Kridalaksana (1993) menyatakan bahwa idiom umumnya dianggap merupakan gaya bahasa yang bertentangan dengan prinsip penyusunan kekomposisian ( Principle of Compositionality ). Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggotaanggotanya. Contoh kambing hitam, secara keseluruhan maknanya tidak sama dengan makna “kambing” dan “hitam” (Kridalaksana:1980).

Idiom disebut juga suatu ungkapan berupa gabungan kata yang membentuk makna baru, tidak ada hubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Idiom adalah suatu ekspresi atau ungkapan dalam bentuk istilah atau frase yang artinya tidak bisa didapatkan dari makna harfiah dan dari susunan bagian-bagiannya, namun lebih mempunyai makna kiasan yang hanya bisa diketahui melalui penggunaan yang lazim.

Alwasilah (1985) menyebutkan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup itu. Idiom tidak bisa diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli.

Senada dengan Alwasilah, menurut Longman (2003)Idiom is a phrase which something different from the meanings of the separate words from which it formed ”. Dapat diartikan bahwa idiom adalah kalimat yang mempunyai arti berbeda dari arti kata yang membentuknya.

Rey (1989) juga menjelaskan bahwa idiomes , c’est-à-dire combinaisons intraduisibles mot à mot. Maksud penjelasan tersebut bahwa idiom adalah gabungan kata yang tidak dapat diartikan kata perkata. Rey melanjutkan bahwa l’expressions est cette même réalité considérée comme une manière d’exprimer quelque chose, elle implique une réthorique et une stylistique, elle suppose le plus souvent le récours a une figure, métaphore et métonymie. Ungkapan diangggap sebagai cara untuk mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan retorika (kata-kata formal) dan stilistika dan biasanya mempunyai makna kiasan, metafora, metonimi.

Terkadang idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa. Sebenarnya pengertian idiom lebih luas dari peribahasa yaitu pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Gorys Keraf, 2008:109). Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna „ihwal dua orang yang tidak pernah akur‟. Makna ini berasosiasi, bahwa binatang anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

Dubois (2001) menyebutkan istilah khusus dalam menyebut sebuah ungkapan khusus dari suatu bahasa, istilah tersebut adalah idiotisme . Idiotisme ialah semua pola konstruksi yang nampak khas pada suatu bahasa dan tidak sesuai dengan aturan pembentukan kalimat atau sintaksis di dalam bahasa lain.

Dalam penggunaannya, istilah ini dinyatakan dalam suatu ekspresi idiomatik atau biasa disebut expression (ungkapan). Ungkapan ini dapat berbentuk ungkapan khusus (locution), peribahasa (proverbe), dan pepatah (dicton) ( Rey, 1989). Batasan antara locution, proverbe dan dicton tidaklah jelas dan lebih cenderung pada penggunaannya daripada bentuk. Masyarakat pemakai bahasa tersebut cenderung tidak memberi batasan yang pasti mengenai perbedaan dari bentuk-bentuk bahasa tersebut, karena pada penggunaannya lebih ditekankan pada makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut dan tujuan pembicara menggunakannya (Mahardika,2010)

Menurut Chaer (1981) idiom adalah satuan bahasa entah berupa kata, frasa maupun kalimat yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut, atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya.

Dikatakan pula oleh Chaer (1981) walaupun makna idiom tidak dapat ditarik menurut kaidah umum gramatikal yang berlaku atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya, namun secara historis komparatif dan etimologis nampak masih bisa dicari kaitan makna keseluruhannya dengan makna leksikal unsur-unsurnya. Artinya, makna idiom itu masih bisa teramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya. Tapi banyak pula idiom yang tidak bisa dinalar seperti pantat kuning “kikir”, pergi ke negeri cacing “meninggal“. Makna idiom bersifat eksosentris, artinya maknanya tidak dapat dijabarkan baik secara leksikal maupun gramatikal dari makna unsur-unsurnya.

Idiom sering disebut sebagai gabungan kata, konstruksi, kelompok kata, satuan bahasa dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena bentuk idiom memang berwujud gabungan kata dengan kata atau gabungan antar dua kata atau lebih. Pada dasarnya, gabungan kata tersebut membentuk satu kata yang memiliki arti baru dan bermakna kiasan.

Dikenal pula adanya gabungan kata yang berupa frase dan gabungan kata yang berupa kata majemuk serta memiliki makna kiasan. Selain itu, ada beberapa bentuk kata yang apabila mengalami proses perulangan menjadi memiliki makna baru, bermakna kiasan (tidak memiliki arti leksikal kata itu sendiri) dan bermakna lugas, contoh mata-mata, gula-gula, guna-guna. Jadi, satuan bahasa yang berupa idiom dapat berwujud kata ulang, kata majemuk dan frase.

Badudu (1992) menekankan makna idiom, juga sifat penyimpangannya dari pemakaian bahasa yang umum, bahwa :

Idiom tidak terbatas hanya pada dua kata atau lebih yang digabungkan dan mengandung makna baru dan tidak menonjolkan makna masing-masing komponen. … … Idiom adalah semua bentuk bahasa yang khas atau khusus dengan makna tertentu. Yang tidak dapat diterangkan berdasarkan makna leksikal setiap katanya; juga tidak dapat diterangkan berdasarkan kaidah umum yang berlaku. Terhadap idiom tidak dapat diajukan pertanyaan: Mengapa bentuknya begitu? Mengapa artinya begitu? Mengapa kata itu yang digunakan dan bukan kata anu?. Itulah idiom yang lahir dari kebiasaan berbahasa dan diterima sebagai konvensi atau kesepakatan.