Bagaimana Vaksin Melindungi Tubuh Dari Penyakit?

Dalam beberapa bulan terakhir di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia, telah terjadi outbreak atau kejadian luar biasa dari beberapa penyakit. Kecuali plague, penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah kejadiannya maupun komplikasinya dengan vaksinasi.

Dr Ananya Mandal, MD menyampaikan bahwa sistem kekebalan fungsi tubuh untuk melindungi terhadap invasi oleh kuman dan mikroba. Ketika seorang individu divaksinasi terhadap penyakit atau infeksi, nya sistem kekebalan tubuh siap untuk melawan infeksi. Setelah vaksinasi, ketika orang terkena bakteri yang menyebabkan itu, tubuh persneling untuk melawan infeksi. Ini adalah episode ringan yang sering pergi tanpa diketahui oleh penderita. Vaksin memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk belajar bagaimana untuk menghilangkan hampir semua penyebab penyakit kuman, atau mikroba, yang menyerang itu. Setelah divaksinasi tubuh “mengingat” bagaimana melindungi diri dari mikroba mengalami sebelum.

Sistem kekebalan tubuh adalah kompleks saling mempengaruhi sel-sel dan organ dalam tubuh yang telah berevolusi selama berabad-abad dalam semua spesies untuk melawan infeksi mikroba. Sel-sel yang mirip dengan tentara dengan setiap jenis sel khusus dan dirancang untuk melawan penyakit dengan cara tertentu.

Pertemuan pertama menyerang sel dengan berpatroli sel darah putih disebut makrofaga (secara harfiah berarti “besar pemakan”). Makrofaga ini memakan dan membunuh sebagai banyak virus dan bakteri karena mereka dapat. Makrofaga mengenali penyerbu asing ini dengan protein spesifik atas mantel organisme. Ini membedakan dari sel-sel tubuh seseorang sendiri juga sehingga makrofaga tidak pergi tentang menyerang sel-sel tubuh sendiri.

Makrofaga mengingatkan sistem kekebalan untuk menyerang para penyerang. Mikroba setiap membawa unik menetapkan sendiri antigen. Setelah invasi, mikroba tertelan oleh makrofaga antigen yang diselamatkan. Antigen ini adalah tanda-tanda tertentu kuman yang dibawa kembali ke sel imun lainnya bagi mereka untuk “mengakui” dan “mengingat” untuk penggunaan masa depan. Hal ini dilakukan dalam kelenjar getah bening. Dalam kelenjar getah bening adalah dua jenis utama limfosit, sel T dan sel B. Ini adalah pejuang yang sebenarnya.

T sel fungsi ofensif atau membela diri. Sel T ofensif tidak menyerang virus atau mikroba langsung tapi bertindak dengan melepaskan bahan kimia terhadap antigen diakui. Ini disebut sel T sitotoksik atau sel T pembunuh. Ini juga dapat merasakan tubuh sel yang telah terinfeksi dan menyembunyikan mikroba. Sel T pembunuh kait ke sel-sel dan melepaskan bahan kimia yang menghancurkan sel-sel yang terinfeksi dan virus dalam.

Tipe lain dari sel T adalah sel T pembantu. Ini adalah pembela. Mereka mengeluarkan sinyal kimia yang mengarahkan aktivitas sel-sel sistem kekebalan tubuh lain. Sel T pembantu membantu mengaktifkan sel T pembunuh dan sel T pembantu juga merangsang dan bekerja sama dengan sel B. Seluruh aktivitas sel T disebut selular atau respon imun sel.

Sel B penting dalam mensekresi dan manufaktur antibodi terhadap antigen tertentu dari mikroba. Antibodi biasanya bekerja dengan pertama menempel di untuk diakui antigen dan kemudian menempel dan lapisan mikroba.

Antibodi dan antigen cocok bersama-sama seperti potongan-potongan teka-teki. Setiap antibodi spesifik untuk setiap antigen dan tubuh telah mencatat ribuan antibodi ini berkembang terhadap antigen yang terkena. Sebagai tanggapan terhadap infeksi jutaan b baru sel yang dibuat.

Antibodi dari sel-sel B beredar di seluruh tubuh dalam darah sampai mereka menemukan virus atau mikroba dan membunuh organisme. Setelah antibodi melilit pada antigen penjajah, makrofaga, dan sel-sel pembunuh lain merasa lebih sederhana untuk mencari sel tagged dan membunuh mereka.

Karya sel B disebut imunitas humoral, atau hanya tanggapan antibodi. Sel B membentuk sel memori yang ingat infeksi untuk kehidupan dan mempersiapkan tubuh untuk menangkap infeksi lain kali di sekitar.

Tujuan dari kebanyakan vaksin adalah untuk merangsang respon humoral. Tubuh dibuat untuk mengingat antigen organisme tertentu dengan inokulasi dilemahkan, dibunuh atau bagian dari organisme. Banyak infeksi mikroba dapat dikalahkan oleh antibodi sendirian, tanpa bantuan dari sel T pembunuh.

Setelah sistem kekebalan tubuh dilatih untuk melawan penyakit, orang menjadi kebal terhadap itu. Sebelum munculnya vaksinasi, orang harus mendapatkan infeksi, menderita gejala dan risiko komplikasi yang bisa berakibat fatal untuk menjadi kebal terhadap itu. Kekebalan terhadap penyakit jenis ini disebut alami kekebalan diperoleh. Selain itu, jika penyakit menular itu mungkin juga disampaikan kepada anggota keluarga, teman, atau orang lain yang datang ke dalam kontak.

Vaksin, yang menyediakan artifisial acquired kekebalan, adalah cara yang jauh lebih aman menjadi kebal. Vaksin dapat mencegah penyakit dari terjadi di tempat pertama dan juga mengurangi risiko komplikasi dan risiko penularan. Hal ini jauh lebih murah untuk mencegah penyakit daripada untuk mengobatinya. Jadi vaksin melindungi tidak hanya individu, tetapi seluruh masyarakat. Itu sebabnya vaksin sangat penting untuk tujuan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyakit.

Jika angka kritis dari orang-orang dalam komunitas divaksinasi terhadap penyakit tertentu, seluruh kelompok menjadi kurang cenderung mendapatkan penyakit. Perlindungan ini disebut kekebalan masyarakat, atau kawanan kekebalan. Di sisi lain, jika angka kritis dari orang-orang dalam komunitas tidak mendapatkan vaksinasi, penyakit dapat muncul.

Sumber : http://www.niaid.nih.gov/Topics/Vaccines/Documents/undvacc.pdf
http://www.immunize.org/catg.d/p4030.pdf
http://EC.Europa.eu/Research/Health/Infectious-Diseases/neglected-Diseases/PDF/Vaccine-Research-catalogue_en.pdf
National Centre for Immunisation Research and Surveillance | NCIRS

Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000 SM sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari bahasa latin yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar Jenner yang telah berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox memiliki imunitas terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam tiga masa yakni, era pra-Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner.

Imunitas atau kekebalan dapat terjadi secara alami setelah infeksi oleh kuman tertentu maupun penyaluran antibodi pada bayi lewat plasenta. Imunitas buatan dapat berupa imunitas buatan aktif dan imunitas buatan pasif. Imunitas aktif didapat dengan cara memaparkan suatu antigen dari suatu mikroorganisme dan akan bertahan lebih lama karena adanya memori imunologi, imunitas bautan pasif diperoleh dengan sengaja memasukkan antibodi, antitoksin atau immunoglobulin kedalam tubuh dan tidak bertahan lama karena tidak memiliki memori imunologi.

Terdapat dua kelompok besar respon imun yang merupakan respon tubuh untuk mengeliminasi antigen :

  1. Respon imun nonspesik (nonadaftip, innate) yang ditujukan tidak hanya pada 1 antigen , berupa komponen selular ( magropag, neutrofil, sel natural killer dan komponen humoral (sitokin, interferon)).

  2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada komponen 1 antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit
    T) dan komponen humoral (limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun spesifik akan terpicu bila respon imun nonspesifik belum mampu mengatasi invasi antigen.

Respon Imun Spesifik Primer


Respon Imun Spesifik Primer Selular

Respon sel T terhadap invasi antigen (termasuk antigen vaksin) hanya dapat dimulai bila antigen tersebut sudah diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC). Hal itu timbul karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang terikat pada protein major histocompability complex (MHC).

Terdapat 2 kelas MHC, yang masing-masing dapat dikenali oleh 1 dari 2 subtipe sel T. MHC kelas I diekspresikan oleh seluruh sel somatik, untuk mempresentasikan antigen pada sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes, CTL) dengan petanda permukaan CD8 yang dapat menyebabkan kematian sel terinfeksi atau patogen. Sedangkan MHC kelas II diekspresikan oleh magropag dan beberapa sel lain untuk mempresentasikan antigen pada sel T helper (Th) dengan petanda permukaan CD4.

Bersama dengan sinyal kostimulator, antigen yang terikat pada MHC kelas II akan mengatifkan sel Th. Kemudian sel Th akan berdiffrensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 akan memicu kerja CTL, berlawanan dengan sel Th2. Aktivasi sel Th juga menyebabkan sekresi interleukin-2 (IL-2) dan ekspresi reseptor spesifik Il-2 pada permukaan sel Th. IL-2 bekerja autokrin dengan memicu sel T agar lebih aktif melakukan proliferai dan memproduksi berbagai sitokin yang dapat memicu pertumbuhan perkembangan sel B, magropag dan sel lainnya.

Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin
Gambar Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin

Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1 sebagai autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat ikatan APC dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua sitokin lain juga dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja secara sinergis dengan IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T menjadi sel T memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder.
Respon Imun Spesifik Primer Humoral

Terdapat perbedaan respon imun spesifik primer humoral ynag ditimbulkan oleh antigen protein dan antigen polisakarida. Saat rangsangan oleh antigen protein, reseptor Ig pada permukaan sel B akan mengenali dan berinteraksi dengan epitop dari antigen, baik secara langsung ataupun dengan bantuan sitokin ( Il-2, Il-4, dan Il-6) yang dihasilkan sel Th.

Sel B yang telah teraktivasi akan berdifrensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder. Sel plasma inilah yang menghasilkan antibodi spesifik. Perangsangan oleh antigen polisakarida turut mencetuskan reaksi serupa. Akan tetapi tidak terjadi reaksi imunitas humoral yang dibantu oleh sel T Pada pusat germinal (germinal center). Perbedaan lainnya adalah plasma yang timbul akibat perangsangan oleh antigen protein akan bermigrasi dan tersimpan pada sumsum tulang, sedangkan sel plasma yang timbul akibat perangsangan oleh antigen polisakarida akan tersimpan pada limpa.

Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein
Gambar Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein

Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen polisakarida (PS)
Gambar Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen polisakarida (PS)

Respon Imun Spesifik Sekunder


Sebagai bentuk memori imunologik, respon imun spesifik primer memicu difrensiasi sel limposit baik sel B maupun sel T menjadi sel B memori dan sel T memori. E, dua subtipe sel tersebut berperan pentimg dalam respon imun spesifik sekunder.

Respon Imun Spesifik sekunder Humoral

Sebagai respon terhadap adanya infeksi primer, terjadi difrensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memori pada germinal center jaringan limpoid. Kemudian sel plasma bermigrasi kedalam sumsum tulang dan sel memori bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ketika sel memori beredar kembali ke jaringan limpoid yang mengandung antigen serupa, siklus difrensiasi menjadi sel plasma berlangsung lebih cepat. Diproduksilah antibodi dengan afinitas dan jumlah yang lebih tinggi.

Berbeda dengan respon imun humoral primer yang awalnya menghasilkan IgM dilanjutkan dengan IgG, respon imun humoral sekunder sejak awal menghasilkan IgG dalam kadar lebih tinggi. Respon humoral ini dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur kadar antibodi spesifik dalam serum. Respon imun spesifik primer humoral akan menurun seiring dengan proses metabolisme antibodi yang sudah terbentuk pascakontak dengan antigen. Meskipun demikian, pemberian booster atau infeksi alamiah diharapkan dapat meningkatkan simpanan/depo antigen pada germinal center, sebagai pemicu peningkatan respon imun humoral berupa sel plasma dan sel B memori.

Respon Imun Spesifik Sekunder Selular.

Sel T memori dapat diaktifkan melalui 3 jalur:

  1. Aktivasi oleh patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.

  2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai imunitas silang atau heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi patogen berlangsung lebih cepat atau merugikan seperti kasus imunopatologi.

  3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh patogen lain yang sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.

Selain memiliki perbedaan penyebab aktivasi, beberapa karakteristik sel T memori menyebabkan respon imun primer berlangsung lebih cepat dibanding dengan respon imun sekunder.

Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru/mirip infeksi. Jenis infeksi seperti ini tidak menyebabkan seseorang sakit, tetapi menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan vaksin, akan terlihat seperti terkena infeksi dan menyebabkan gejala ringan, seperti demam. Gejala ringan seperti ini adalah normal dan diharapkan sebagai respon tubuh membangun kekebalan. Setelah infeksi tiruan hilang, tubuh akan mendapat pasokan “memori” T- limfosit, serta B-limfosit yang akan ingat bagaimana untuk melawan penyakit yang di masa depan. Namun, biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan B-limfosit setelah vaksinasi.

Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh
Gambar Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh

Sumber : Restuti Hidayani Saragih, Julahir H.Siregar, Imunisasi pada orang dewasa, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FK USU