Bagaimana Tinjauan Yuridis Kerja Sama ASEAN di Bidang Ekonomi dari Sudut Pandang GATT/WTO?

Tinjauan Yuridis Kerja Sama ASEAN di Bidang Ekonomi dari Sudut Pandang GATT/WTO

Bagaimana Tinjauan Yuridis Kerja Sama ASEAN di Bidang Ekonomi dari Sudut Pandang GATT/WTO ?

Ketentuan mengenai perdagangan internasional pada awalnya didasarkan pada ketentuan General Agreement on Trade and Tariff (GATT) yang disepakati pada tahun 1947 oleh hampir semua anggota PBB. Pokok pengaturan dari General Agreement on Trade and Tariff (GATT) yaitu tercapainya liberalisme perdagangan yang bebas dan adil dan menghindari kebijakan maupun praktik-praktik perdagangan nasional yang merugikan negara lainnya. Karena General Agreement on Trade and Tariff (GATT) bukanlah suatu organisasi internasional, untuk memperkuat kedudukan GATT, maka pada tanggal 1 Januari 1995, dibentuklah World Trade Organization (WTO) melalui Marrakesh Agreement on Establishing WTO atau lebih dikenal dengan Marrakesh Agreement . WTO merupakan organisasi internasional yang lahir dilatarbelakangi oleh adanya General Agreement on Trade and Tariff (GATT) yang bertujuan sebagai forum guna membahas dan mengatur permasalahan perdagangan internasional melalui perjanjianperjanjian yang disepakati dalam WTO serta memastikan terwujudnya kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.

Perlu diiingat bahwa mayoritas negara ASEAN juga merupakan anggota WTO. Dengan demikian, hal-hal yang disepakati dalam GATT/ WTO, juga mengikat para anggota ASEAN. Berikut tabel keanggotaan ASEAN dan WTO:

image
image

Kerja sama ASEAN di bidang ekonomi merupakan bentuk kerja sama regional yang dalam GATT/WTO dikenal sebagai “ regional integration exception ”. Adanya pengecualian ini, memperbolehkan suatu kawasan regional untuk mengesampingkan prinsip Most Favoured Nation (MFN) yang merupakan prinsip utama WTO dalam perdagangan internasional.

Berdasarkan prinsip MFN, terdapat perlakuan yang sama dan non diskriminatif dalam pelaksanaan kebijakan impor maupun ekspor serta yang menyangkut biaya-biaya lainnya kepada seluruh anggota WTO tidak terkecuali terhadap negara-negara yang tergabung dalam kawasan wilayah intergrasi sekalipun. Hal ini berlaku sebaliknya ketika negara-negara membentuk suatu integrasi ekonomi regional. Terdapat perlakuan yang berbeda terhadap negara-negara yang tidak tergabung dalam kawasan tertentu wilayah dengan negara lain yang tergabung dalam kawasan tersebut. Hal ini dikenal sebagai Prinsip Preferential Treatment . Dalam hal ini, suatu kawasan tertentu, ASEAN misalnya, bersepakat untuk mengurangi hambatan terhadap arus impor seperti hambatan tarif dan nontarif.

Ketentuan mengenai Perdagangan Regional dalam GATT/WTO


Pengaturan mengenai pengelompokan perdagangan regional diatur dalam pasal XXIV GATT. Ketentuan ini kemudian diatur lebih lanjut pada Understanding on the Interpretation Article XXIV of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (selanjutnya, “ Understanding on Article XXIV ”).

Berdasarkan pasal XXIV GATT, negara-negara yang memiliki kedekatan secara geografis diperbolehkan membentuk perdagangan regional dengan bentuk Free Trade Area atau custom union . Hal ini tertuang dalam bunyi pasal XXIV ayat (4) GATT 1947, yakni:

The contracting parties recognize the desirability of increasing freedom of trade by the development, through voluntary agreements, of closer integration between the economies of the countries parties to such agreements. They also recognize that the purpose of a customs union or of a free-trade area should be to facilitate trade between the constituent territories and not to raise barriers to the trade of other contracting parties with such territories.

Adapun pembentukan dari kawasan perdagangan regional tersebut adalah untuk memfasilitasi perdagangan antara wilayah negara-negara anggota dan tidak untuk meningkatkan hambatan perdagangan terhadap perdagangan negara lainya dengan kawasan tersebut. Dengan kata lain, dibentuknya suatu kawasan perdagangan regional tidak boleh menimbulkan dampak yang merugikan perdagangan negara di luar kawasan tersebut.

Untuk pembentukan Custom Unions ataupun Free Trade Area terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yang telah diatur dalam ketentuan Pasal XXIV GATT/WTO.

Dalam pembentukan Custom Unions , berdasarkan pasal 1 Understanding on Article XXI , harus memenuhi ketentuanketentuan yang diatur pada Pasal XXIV GATT 1947 ayat 5(a), 6, 7, dan 8 (a). Ketentuan ayat 5 (a) 185 mengatur bahwa bea masuk ataupun peraturan perdagangan yang dikenakan secara keseluruhan tidak boleh lebih tinggi atau lebih ketat dibandingkan penerapan bea masuk dan peraturan perdagangan lainnya yang berlaku sebelum dibentuknya Custom Unions .

Berkaitan dengan ayat ini, pada ayat 6186 mengatur bahwa apabila terdapat pihak yang mengusulkan kenaikan bea masuk yang bertentangan dengan ketentuan ini, maka terhadap pihak tersebut akan dilakukan penghentian atau penarikan konsesi dan dikenakan kompensasi. Syarat lainnya yaitu berdasarkan ayat 7187 , para pihak yang tergabung dalam Custom Unions maupun Free Trade Area diharuskan memberitahukan dan menyediakan informasi yang berkaitan dengan pembentukan kawasan perdagangan regional tersebut kepada pihak-pihak terkait, seperti sesama negara anggota maupun negara lain.

Persyaratan lainnya yaitu berdasarkan ketentuan ayat 8 (a) 188 bahwa dengan dibentuknya Custom Unions ketentuan mengenai tarif maupun hambatan lain harus dihapuskan, dan berlaku sama baik untuk sesama negara anggota maupun negaranegara yang tidak termasuk dalam Custom Unions .

Sedangkan dalam pembentukan Free Trade Area , juga terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yakni berdasarkan ketentuan pasal XXIV ayat 5(b), 6, 7, dan 8(b) . Persyaratan yang diatur dalam ayat 5(b) yaitu bea masuk ataupun peraturan perdagangan yang dikenakan terhadap negaranegara yang tidak termasuk sebagai anggota Free Trade Area , tidak boleh lebih tinggi atau lebih ketat dibandingkan tarif atau peraturan perdagangan yang diterapkan wilaya tersebut sebelum terbentuknya Free Trade Area .

Pembentukan Free Trade Area ini juga harus memenuhi ketentuan yang diatur pada ayat 6 dan 7. Persyaratan lain yakni berdasarkan ketentuan ayat 8(b) yaitu bahwa tarif ataupun hambatan perdagangan lainnya harus dihapuskan terhadap sesama negara anggota yang tergabung dalam Free Trade Area .

Berdasarkan penjelasan di atas yang berpedoman pada ketentuan pasal XXIV GATT/WTO, meskipun perdagangan regional merupakan pengecualian dari prinsip-prinsip GATT/WTO terutama terhadap prinsip MFN, pembentukan kawasan perdagangan regional diperbolehkan oleh GATT/WTO.

Contoh kawasan perdagangan regional yang lahir berdasarkan ketentuan ini adalah North American Free Trade Area (NAFTA), European Free Trade Area (EFTA), Uni Eropa, dan lainnya.

Selain Pasal XXIV GATT/WTO, pembentukan kawasan perdagangan regional juga dapat didasarkan pada Enabling Clause . Dalam kaitan dengan GATT/WTO, pembentukan AFTA tidak didasarkan pada ketentuan yang terdapat pada pasal XXIV GATT/WTO tentang regional trade agreement , namun didasarkan pada PTA yang diperbolehkan berdasarkan Enabling Clause .

Enabling Clause merupakan ketentuan yang memberikan keringanan pada negara-negara berkembang dalam melakukan perdagangan internasional. Pengaturan mengenai Enabling Clause diatur dalam Decision of 28 November 1979 mengenai Differential and More Favourable Treatment Reciprocity and Fuller Participation of Developing Countries .

Dalam perkembangannya Enabling Clause adalah bagian dari GATT 1994 dengan demikian ketentuan ini masih berlaku. Adanya Enabling Clause memperbolehkan adanya sistem pengaturan preferensi ( Preferential Arrangement ) di antara negara-negara berkembang.

Dibandingkan dengan Pasal XXIV GATT/WTO, Enabling Clause lebih mudah dalam persyaratannya. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan bahwa perbedaan perlakuan yang didasarkan klausul ini diperbolehkan dengan tujuan untuk memfasilitasi dan mendukung perdagangan negara berkembang dan tidak menimbulkan hambatan atau kesulitan untuk pihak lainnya. Selain AFTA, pembentukan MERCOSUR juga merupakan hasil dari adanya Enabling Clause .

Berdasarkan penjelasan di atas, maka keberadaan AFTA sebagai kawasan perdagangan regional di Asia Tenggara, maupun perjanjian-perjanjian kerja sama intra ASEAN di bidang sektoral seperti AFAS, ACIA, AICO, dan ASEAN IPR; dan kerja sama eksternal ASEAN dengan mitra-mitranya seperti pembentukan free trade agreement antara ASEAN-China atau ASEAN-Australia New Zealand, diperbolehkan dan sesuai dengan ketentuan GATT/ WTO.