Teori new public service merupakan salah satu teori birokrasi.
Adalah merupakan bentuk antithesa (penentangan) terhadap pemikiran bahwa peranan birokrasi hendaknya diserahkan kepada mekanisme pasar. Menurut teori ini bagaimanapun juga birokrasi merupakan organisasi yang memiliki peranan dan corak kerja yang berbeda dengan sektor swasta sehingga peranannya tidak mungkin digantikan dengan organisasi swasta (private sector). Baik buruknya organisasi birokrasi bukan terletak pada apakah mereka memenuhi standart nilai-nilai pasar atau tidak, melainkan pada persoalan apakah mereka bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyat. Sehingga peranan birokrasi justru harus dikembalikan kepada fitrahnya yaitu sebagai pelayan publik. Birokrasi adalah alat rakyat belaka, dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu sah, dan legitimate secara normative dan konstitusional. Tokoh dari teori ini adalah Denhardt & Denhardt (2000)
Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering”, terbit tahun 2003. Paradigma New Public Service dimaksudkan untuk meng ”counter” paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni paradigma New Public Management yang berprinsip “run government like a businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.
Teori New Public Service memandang bahwa birokrasi adalah alat rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu rasioanal dan legimate secara normatif dan konstitusional. Seorang pimpinan dalam birokrasi bukanlah semata-mata makhluk ekonomi seperti yang diungkapan dalam teori New Public Management, melainkan juga makhluk yang berdimensi sosial, politik, dan menjalankan tugas sebagai pelayan publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang demokratis, konsep “The New Public Service (NPS)” menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi birokrasi pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini membutuhkan keberanian dan kerelaan aparatur pemerintahan, karena mereka akan mengorbankan waktu, dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif yang ditawarkan konsep ini adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam pengelolaan tata pemerintahan. Meskipun tidak mudah bagi pemerintah untuk menjalankan ini, setelah sekian lama bersikap sewenang-wenang terhadap publik. Di dalam paradigma ini semua ikut terlibat dan tidak ada lagi yang hanya menjadi penonton. Gagasan Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. “Citizens First” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah (Denhardt & Gray, 1998).
Akar dari New Public Service dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl, dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
- Teori tentang demokrasi kewarganegaraan. Perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik.
- Model komunitas dan masyarakat sipil. Akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun sosial trust, kohesi sosial, dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
- Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru. Administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
- Administrasi negara postmodern Mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective.
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya New Public Service, nampak bahwa New Public Service mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma New Public Service memiliki perbedaan karakteristik dengan Old Public Administration dan New Public Management.
Dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan pada teori demokrasi yang mengajarkan adanya egaliter dan persamaan hak di antara warga negara, karena pada dasarnya rakyat (demos) itulah yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi (kratein), berkonsekuensi logis pada konsep bahwa sejak dalam statusnya yang di alam kodrati, sampaipun ke statusnya sebagai warga negara, manusia-manusia itu memiliki hak-hak yang karena sifatnya yang asasi tidak akan mungkin diambil-alih, diingkari dan/atau dilanggar (inalienable, inderogable, inviolable) oleh siapapun yang tengah berkuasa. Bahkan, para penguasa itulah yang harus dipandang sebagai pejabat-pejabat yang memperoleh kekuasaannya yang sah karena mandat para warga negara melalui suatu kontrak publik, suatu perjanjian luhur bangsa yang seluruh substansi kontraktualnya akan diwujudkan dalam bentuk konstitusi.
Dalam model ini kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat. Kepentingan publik bukan dirumuskan oleh elite politik seperti yang tertera dalam aturan. Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Peranan pemerintah adalah melakukan negosiasi dan menggali berbagai kepentingan dari warga negara dan berbagai kelompok komunitas yang ada. Dalam model ini, birokasi publik bukan sekedar harus akuntabel pada berbagai aturan hukum, tetapi juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, norma politik yang berlaku, standar profesional, dan kepentingan warga negara. Itulah serangkaian konsep pelayanan publik yang ideal masa kini di era demokrasi.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service sebagaimana didiskusikan di atas adalah bahwa pelayanan publik harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung dalam pelayanan public tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.Hukum administrasi negara bidang pelayanan publik seharusnya diselenggaraan seirama dengan tuntutan pelayanan publik yang responsif tersebut.
Di samping itu, pelayanan publik model baru harus bersifat nondeskriminatif sebagaimana dasar teoritis yang digunakan, yakni teori demokrasi yang menjamin adanya persamaan di antara warga negara, tanpa membeda-bedakan asal usul warga negara, kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang kepartaian. Ini berarti setiap warga negara diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik untuk menerima pelayanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar dari sifat nepotisme dan primordialisme.
Kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yakni sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan, strategi, dan masyarakat pengguna layanan. Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik akan memberikan prosedur pelayanan yang terstandar dan memberikan mekanisme kontrol di dalam dirinya (built in control). Dengan demikian segala bentuk penyimpangan yang terjadi akan mudah diketahui. Sistem pelayanan harus sesuai dengan kebutuhanmasyarakat penggunanya. Ini berarti organisasi harus mampu merespons kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna layanan dengan menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat.
Referensi:
Denhardt, Janet Valerie and Denhardt, Robert B., 2003. The New Publik Service: Serving Not Steering , ME Sharpe Inc., New York
Center For Population And Policy Studies. 2001. Public Service Performance, Bureucratic Corruption in Indonesia , Gajah Mada University, Yogyakarta.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2005. “Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia”, dalam makalah yang disampaikan dalam rangka Pelatihan HAMoleh Pusat Studi HAM Universitas Surabaya.
Endang larasati. 2005. Akuntablitas Dalam New Public Service Paradigma Di Indonesia. Artikel . E-print Universitas Diponegoro.