Pertengahan 2021 seorang influencer Gita Savitri menyuarakan keputusannya untuk melakukan childfree di media sosial, Gita mengungkapkan bahwa alasan dari keputusan tersebut ialah dia tidak ingin memiliki kecenderungan egoistik terhadap anak.
Gita menilai selama ini alasan mayoritas masyarakat mengenai keberadaan anak mereka cenderung selfish, dimana mereka menjadikan anak mereka sebagai jaminan dan benefit di masa tua. Bahkan Gita sempat bertanya-tanya mengenai keputusan suami istri yang memilih melakukan program anak disaat pendapatan finansial mereka belum stabil.
Keputusan childfree ini kemudian menimbulkan banyak stigma pro dan kontra, sebagian masyarakat mendukung keputusan childfree karena melihat jumlah penduduk Indonesia yang banyak sementara mobilitas ekonomi rendah. Sebagian masyarakat menolak untuk setuju dengan keputusan tersebut karena menilai bahwa perilaku itu menyimpang dari fitrah agama.
Fenomena ini sudah banyak terjadi sebelumnya. Fenomena modernisasi yang diiringi dengan menurunnya angka fertilitas mayoritas telah diadopsi oleh masyarakat di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa seperti Perancis dan Finlandia.
Menurut Youidic sekalian, bagaimana pendapat kalian jika childfree ini dilakukan oleh masyarakat Indonesia? Akankah keputusan ini dapat menekan angka penduduk, serta mengurangi tingkat kekerasan dan depresi mental pada anak atau justru menambah masalah baru karena mengakibatkan berakhirnya masa bonus demografi di Indonesia?
Summary
https://kumparan.com/grady-nagara/menilik-childfree-dari-sisi-kebijakan-publik-1wMOzjidUSI/full
https://uns.ac.id/id/uns-update/childfree-dari-kacamata-psikolog-uns.html
Jurnal Yusi Widarahesty dan Rindu Ayu. “Fenomena Penurunan Angka Kelahiran di Jepang Pasca Perang Dunia II Sampai 2012” Vo. 02 No. 03
Childfree, Tamparan Keras Bagi Dunia Parenting | Republika Online