Bagaimana Struktur Pemerintah Kerajaan Kutai Pra Islam?

Struktur Pemerintah Kerajaan Kutai Pra Islam

Bagaimana Struktur Pemerintah Kerajaan Kutai Pra Islam ?

Struktur Pemerintah Kerajaan Kutai Pra Islam


Berdasarkan daripada silsilah raja-raja Kutai bahwa peraturan yang pernah berlaku dari kedua kerajaan itu dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahannya adalah monarchi absolute. Sistem pemerintahan monarchi absolute ini pada umumnya juga berlaku pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Dalam sistem pemerintahan yang demikian ini biasa diartikan bahwa kekuasaan raja yang memerintah dalam kerajaan itu ialah bersifat mutlak dan tidak terbatas, yang berarti kekuasaan sepenuhnya berada ditangan raja dan tidak ada seorang dari rakyat yang bisa membantah atau menolak apa saja yang menjadi keputusan raja, semua anggota masyarakat harus tunduk dan mematuhinya.

Bila kita kembali membandingkan antara konsep ajaran agama Islam maka dalam sistem pemerintahan tersebut tentu sangat bertentangan dengan konsepsi pemerintahan dalam Islam, dengan kata lain bahwa ajaran agama Islam tidak menghendaki pemerintahan yang menghapuskan hak-hak seluruh warga masyarakat untuk mengeluarkan pendapat. hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa rakyat diberikan peluang untuk mengeluarkan pendapatnya terutama dalam hal pemerintahan yang berarti Islam menghendaki asas demokrasi dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Imran ayat 159, yang artinya :

… dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakkalah kepada Allah sesungguhnya Allah menyuruh orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Sejak muncul dan berkembangnya Pengaruh Hindu di Kalimantan timur, terjadi perubahan dalam tata pemerintahan, yaitu dari sistem pemerintahan kepala suku menjadi sistem pemerintahan Raja atau feodal.

1. Raja
Raja merupakan sumber dari segala-galanya sebab rajalah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan dasar kekuasaannya merupakan pokok pangkal pikiran oleh karena raja adalah orang yang dapat menjamin kesejahteraan, keselamatan rakyat dan kelestarian kerajaan karena segala yang telah diputuskan oleh raja tidak dapat diganggu-gugat sebab putusan raja adalah adat. Hal ini telah dijelaskan dalam Undang-undang Dasar Panji Salaten pada pasal 14 yang berbunyi sebagai berikut :

“Raja yang mulia, turun temurun, memang asalnya raja. Raja memang tunjukkan kodratnya. Raja bahasanya (katanya) membawah tuah, yang menadi nyawa dalam negeri. Yang berlaut lapang beralam lebar. Yang berkata benar menghukum adil, yang bersabda pandita Ratu. Tahu menimbang jahat dan baik, yang mengusul dengan periksanya. Yang menimbang sama beratnya. Genting akan memutusnya, cacat akan menembusnya. tempat meminta hukum putus, pergi wadah bertanya mulang wadah berberita. Raja umpama pohon waringin, tempat berteduh diwaktu hujan, wadah bernaung dikala panas, batangnya tempat bersandar, menjadi alamat dalam negeri.”

Raja dalam kedudukannya sebagai kepala pemerintahan menyampaikan keputusan-keputusan yang disebut “Sabda Pandita Ratu” dan tak dapat diubahnya lagi tanpa melalui mufakat dengan orang-orang yang arif bijaksana. Demikian dikatakan raja menyampaikan adat diadatkan dengan sabda panditanya, menanggalkan adat dengan mufakat dan membuat adat dengan mufakat.

Menurut Panji Selaten yang berhak menjadi raja ialah:

  1. Putra mahkota
  2. Yang beribukan suri, bernamakan ratu
  3. Sempurna akalnya, sempurna badannya, cukup pancainderanya
  4. Tajam selidiknya, banyak usul serta periksanya
  5. Tiada sasar (gila).

Raja dalam tugasnya sehari-hari harus menjaga :

  1. Rumah beserta isinya
  2. Kebesarannya
  3. Kerajaannya
  4. Isi negerinya
  5. Desa dengan rakyatnya

Disamping tugas-tugas, raja berhak pula menjalankan hukuman-hukuman, terutama hukuman mati. Rakyat yang dapat dihukum mati yaitu :

  1. Salah dalam rumah raja, berbuat zinah
  2. Menduai kerajaan raja
  3. Mengambil hati raja yaitu membuat salah pada anak bini raja
  4. Memotong lidah raja artinya tiada menurut dan tiada taat kepada raja
  5. Menduai raja

Tetapi segala hukuman ini ada keringannya jika yang bersangkutan cepat- cepat keistana dan mohon keampunan, sebab raja harus bersifat kasihan. Raja laki-laki dan raja perempuan ada perbedaan cara perlakuan penyembahannya. Kalau raja laki-laki disembah dihadapannya, sedangkan raja perempuan disembah harus dilindungi tirai.

Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, raja memberikan intruksi kepada Mangkubumi, dan Mangkubumi meneruskannya kepada bawahannya yakni menteri dan Senopati.

2. Mangkubumi.
Seorang yang diangkat sebagai mangkubumi itu biasanya dari keluarga dekat dengan raja seperti paman atau orang yang bijaksana dan pengetahuan yang cukup luas, kritis dalam memberikan penilaian pada setiap persoalan serta dapat dipercaya sepenuhnya. Tugas mangkubumi adalah mewakili raja dalam suatu acara apabila raja berhalangan hadir, memangku jabatan raja untuk menggantikan kedudukan seorang putra mahkota (calon raja) apabila putra mahkota tersebut belum berusia 21 tahun, dan menjadi penasehat raja.

3. Majelis Orang Arif Bijaksana
Majelis ini berisi para bangsawan dan rakyat biasa yang benar-benar mengerti tentang adat-istiadat Kutai. Majelis ini mempunyai tugas untuk membuat rancangan peraturan dan mengajukannya kepada raja. Apabila raja setuju terhadap hasil mufakat dalam majelis, maka peraturan tersebut kemudian diberlakukan kepada seluruh rakyat di Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Peraturan ini biasa dikenal dengan nama “adat yang diadatkan” . Apabila kita bandingkan antara Majelis Orang Arif Bijaksana dengan MPR, sekarang terdapat unsur-unsur persamaan, seperti menetapkan dasar peraturan dalam kerajaan dengan dasar musyawarah untuk mufakat. Hanya satu hal yang membedakan antara kedua majelis tersebut adalah Majelis Orang Arif Bijaksana itu kekuasaannya sangat terbatas, yakni segala keputusan dapat dikatakan berlaku atau sah bila mendapat persetujuan dari raja.

4. Menteri
Menteri adalah seorang pejabat dalam kerajaan yang merupakan perantara kepada Raja, Mangkubumi, Punggawa, Petinggi (kepala kampung) dengan rakyat banyak. sebagaiamana halnya dengan Mangkubumi, banyak seorang menteri juga dianggap dari keluarga dekat dengan raja atau yang masih mempunyai keturunan bangsawan.
Adapun tugas dari pada menteri itu antara lain adalah :

  • Melaksanakan perintah raja dan mangkubumi serta memberikan nasehat kepada raja pada waktu-waktu tertentu serta membantu tugas raja dalam menjalankan hukum dan adat.
  • Bersama-sama dengan senopati, punggawa menjaga agar hukum dan adat istiadat tetap berjalan sebagai pegangan bagi pemerintahan di dalam kerajaan.
  • Tidak boleh bersifat berat sebelah, siuapa saja ynag melanggar hukum harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam negeri.
  • Melaksanakan hukum gantung bagi hulubalang yang telah melakukan penghianatan terhadap kerajaan.
  • Bersama-sama dengan raja dan orang-orang besar lainnya wajib menyelenggarakan kesejahteraan rakyat seluruhnya demi kebesaran dan kejayaan kerajaan.

5. Hulubalang/Senopati
Seorang Hulubalang/senopati mempunyai tugas yang terutama dalam segi pengamanan baik terhadap raja, masyarakat maupun terhadap keamanan seluruh kerajaan.

6. Punggawa
Punggawa adalah pemimpin yang mengepalai suatu atau semacam distrik, yang terdiri dari beberapa kampung yang dipimpin oleh petinggi. Jadi punggawa ini mempunyai tugas hampir sama dengan menteri, yakni mejaga ketentraman serta melaksanakan hukum dan adat istiadat.

7. Petinggi/bKampung
Petinggi adalah merupakan pemimpin yang paling bawah dan yang berhubungan langsung dengan rakyat atau orang banyak dan diangkat dari pemuka-pemuka kampung yang telah banyak berjasa kepada kerajaan.

Oleh karena itu petinggi termasuk orang yang memegang peranan penting Karena mereka menerima instruksi dari punggawa kemudian mereka langsung melaksanakannya bersama-sama dengan rakyat. Sebaliknya segala usul yang datang dari rakyat, disampaikan melalui petinggi dan petinggi yang kemudian melanjutkannya kepada instansi yang lebih tinggi dan akhirnya sampai kepada raja. Karena pentingnya peranan para petinggi sehingga raja memberikan semacam penghargaan kepada mereka dengan gelaran-gelaran tersebut untuk setiap petinggi walaupun mereka dari golongan rakyat biasa.