Bagaimana setting geologi Cekungan Kutai atau Kutai Basin?

Geologi Regional Cekungan Kutai


Cekungan Kutai memiliki luas keseluruhan sekitar 160.000 km2 (Pertamina BPPKA, 1997). Cekungan ini merupakan salah satu cekungan tersier terbesar dan terdalam (12.000 hingga 14.000 meter) di Indonesia. Cekungan Kutai terletak di tepi bagian timur dari Paparan Sunda, yang dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di bagian selatan lempeng Eurasia (Howes, 1977 op.cit. Allen & Chambers, 1998).

Cekungan Kutai (Gambar 2.1) dibatasi di bagian utara oleh suatu daerah tinggian batuan dasar yang terjadi pada Oligosen (Chambers dan Moss, 2000), yaitu Tinggian Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang yang memisahkannya dengan Cekungan Tarakan. Di bagian timur daerah cekungan ini terdapat Delta Mahakam yang terbuka ke Selat Makassar. Di bagian barat, cekungan dibatasi oleh daerah Tinggian Kuching (Central Kalimantan Ranges) yang berumur Kapur (Chambers dan Moss, 2000). Di bagian tenggara, terdapat Paparan Paternosfer yang dipisahkan oleh gugusan Pegunungan Meratus. Di bagian selatan, dijumpai Cekungan Barito yang dipisahkan oleh Sesar Adang.

Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Kutai


Cekungan Kutai dihasilkan oleh proses pemekaran (rift basin) yang terjadi pada Eosen Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian Utara dan Laut Sulawesi (Chambers & Moss, 2000 dalam Rienno Ismail, 2008). Selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal, pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya tumbukan dengan mikro-kontinen, busur kepulauan, penjebakan lempeng samudera dan intrusi granit, membentuk batuan dasar yang menjadi dasar dari Cekungan Kutai. Sedimentasi di Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi dua yaitu, sedimen Paleogen yang secara umum bersifat transgresif dan fase sedimentasi Neogen yang secara umum bersifat regresif (Allen dan Chambers, 1998 dalam Rienno Ismail, 2008).

Fase sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi fase tektonik ekstensional dan pengisian rift pada kala Eosen. Pada masa ini, Selat Makasar mulai mengalami pemekaran serta Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan zona subsidence yang saling terhubungkan, kemudian sedimentasi Paleogen mencapai puncak pada fase pengisian di saat cekungan tidak mengalami pergerakan yang signifikan, sehingga mengendapkan serpih laut dalam secara regional dan batuan karbonat pada Oligosen Akhir. Fase sedimentasi Neogen dimulai pada Miosen Bawah dan masih berlanjut terus sampai sekarang, menghasilkan endapan delta yang berprogradasi dan terlampar di atas endapan fase sedimentasi Paleogen.

Selama Eosen Akhir, sejumlah half graben terbentuk sebagai respon dari terjadinya fase ekstensi regional. Fase ini terlihat juga di tempat lain, yaitu berupa pembentukan laut dan Selat Makasar. Half graben ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-rift pada Eosen Tengah hingga Eosen Akhir dengan variasi dari beberapa fasies litologi.

Pada Eosen Akhir, cekungan mengalami pendalaman sehingga terbentuk suatu kondisi marine dan diendapkan endapan transgresi yang dicirikan oleh serpih laut dalam. Material yang diendapkan berupa endapan turbidit kipas laut dalam dan batuan karbonat pada bagian yang dekat dengan batas cekungan, hal ini berlangsung terus hingga Miosen Awal (Allen dan Chambers, 1998 dalam Rienno Ismail, 2008).

Tektonik inversi terjadi pada Miosen Awal, menyebabkan pengangkatan pada pusat cekungan yang terbentuk selama Eosen dan Oligosen, sehingga cekungan mengalami pendangkalan. Erosi terhadap batuan sedimen Paleogen dan batuan volkanik andesitik menghasilkan luapan sedimen, sehingga terjadi progradasi delta dari Barat ke Timur. Di daerah sekitar Samarinda, ketebalan endapan Miosen Awal dapat mencapai 3500 meter.

Inversi berlanjut dan mempengaruhi cekungan selama Miosen Tengah dan Pliosen. Seiring berjalannya waktu, inversi semakin mempengaruhi daerah yang terletak lebih ke arah Timur, sehingga mempercepat proses progradasi delta.

Struktur tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai berarah timur laut-barat daya (NE-SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian timur hingga tenggara cekungan (Supriatna dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda tersebut memiliki karakteristik terlipat kuat, antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin yang terisi oleh sedimen silisiklastik Miosen (Satyana dkk., 1999).

Stratigrafi Cekungan Kutai


Menurut Allen dan Chambers (1998), Cekungan Kutai tersusun atas endapan-endapan sedimen berumur Tersier yang memperlihatkan endapan fase transgresi dan regresi laut, yaitu:

  1. Fase Transgresi Paleogen
    Fase sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi fase tektonik ekstensional dan pengisian rift pada kala Eosen. Pada masa ini, Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan zona subsidence yang saling terhubungkan (Chambers & Moss, 2000), kemudian sedimentasi Paleogen mencapai puncak pada fase pengisian pada saat cekungan tidak mengalami pergerakan yang signifikan, sehingga mengendapkan serpih laut dalam secara regional dan batuan karbonat pada Oligosen Akhir.

  2. Fase Regresi Neogen
    Fase ini dimulai pada Miosen Awal hingga sekarang, yang menghasilkan progradasi delta (deltaic progradation) yang masih berlanjut hingga sekarang. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan- lapisan sedimen klastik delta hingga laut dangkal dengan progradasi dari barat kearah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara (lignite). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Samarinda (Supriatna dkk., 1995), stratigrafi Cekungan Kutai (Gambar 2.2) dibagi menjadi (dari tua ke muda): Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan, Formasi Kampung Baru.

Urutan stratigrafinya adalah sebagai berikut:

  • Grup Pamaluan
    Sedimen Oligosen Akhir hingga Miosen Awal yang ekuivalen dengan Formasi Pamaluan terdiri dari serpih karbonat berwarna hitam dan batupasir halus yang diinterpretasikan sebagai endapan laut batial (PND, 2006).

  • Grup Bebuluh
    Pada Miosen Awal, Grup Bebuluh menumpang diatas Formasi Pamaluan dan terdiri dari batugamping bioklastik yang terendapkan di shelf/daerah onshore (Formasi Maruat) dan pada slope sampai bathyal berupa batupasir, batulanau, dan serpih pada sekuen offshore (Formasi Pulau Balang) (PND, 2006). Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.

  • Grup Pulau Balang
    Pada Miosen Awal hingga Miosen Tengah Grup Pulau Balang menindih diatas Grup Bebuluh. Grup ini terdiri atas perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan tuff dasit. Di sungai Loa Haur terdapat adanya Foraminifera besar antara lain Austrotrilina howhici, Brelis Sp, Lepidocycilina Sp, Myogipina Sp yang menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.

  • Grup Balikpapan
    Pada Cekungan Kutai Bawah/Cekungan Makassar Utara, sekuen Miosen Bawah utamanya tersusun oleh endapan karbonat dan serpih laut. Miosen Tengah ditandai dengan pembentukan awal sistem delta ke arah timur yang diatas sedimen shelf sampai slope, dengan adanya karbonat secara lokal pada marine shelf yang dangkal. Pada Miosen Tengah, sedimen delta dari Grup Balikpapan menumpang diatas Grup Bebuluh dan tersusun oleh dua unit, yaitu sekuen paralic-deltaic dari batu pasir masif berseling serpih dan sekuen serpih, batu lanau, batugamping, dan sedikit batu pasir, menunjukkan lingkungan transisi slope-batial pada daerah offshore (PND, 2006). Batupasir gampingan mengandung foraminifera kecil disisipi lapisan tipis karbon menunjukan umur Moisen Akhir bagian bawah hingga Miosen tengah bagian atas.

  • Grup Kampung Baru
    Selama Miosen Akhir hingga Pliosen, bagian timur dari Cekungan Kutai tersusun oleh fasies delta sampai laut dalam yang secara lateral berubah ke lingkungan shelf bagian luar, slope, dan sedimen dasar cekungan pada endapan lowstand. Miosen Akhir hingga Pliosen, Grup Kampung Baru menggantikan Grup Bebuluh dan berlanjut secara progradasi dari barat ke timur. Pada onshore dan dekat offshore tersusun oleh perselingan batupasir, batulanau, serpih, dan batubara, diinterpretasikan sebagai sekuen paralic-deltaic (Formasi Tanjung Batu). Sedangkan jauh di offshore, terdapat serpih dan batulanau dengan batupasir tipis dan batugamping, diinterpretasikan sebagai sekuen laut dalam (Formasi Sepinggan) (PND, 2006).

  • Grup Mahakam
    Grup Mahakam (Formasi Handil Dua dan Attaka) menumpang diatas Grup Kampung Baru. Formasi Handil Dua merepresentasikan onshore sub aerial delta plain dari campuran lingkungan fluvial dan tidal-marine delta dengan litologi berupa interkalasi pasir, lanau, lempung, dan lignit. Di bagian offshore, Formasi Attaka tersusun oleh perselingan lempung fosiliferus, pasir yang belum terkonsolidasi berukuran kasar, dan beberapa perlapisan cangkang bioklastik (shell beds) yang diinterpretasikan sebagai endapan shelf laut dangkal yang terbuka sampai tertutup (Marks et al., 1982).

Petroleum System Cekungan Kutai


Parameter untuk analisis petroleum system terdiri dari batuan induk (source rock), reservoir, lapisan penutup (seal), tipe jebakan (trap), dan migrasi.

  • Batuan Induk (Source Rock)
    Menurut Stevano et.al (2001) daerah Mahakam memiliki tiga jenis batuan yang dapat menjadi batuan induk antara lain: batubara (coal), lempung organic (organic shales) dan marine mudstones. Batubara dan lempung organik dapat berasosiasi dengan lingkungan pengendapan dari fluvial delta-plain sampai delta-front, sedangkan marine mudstone berasosiasi dengan dengan lingkungan dari distal delta-front sampai abyssal plane. Sedimen turbidit juga berpotensi menjadi batuan induk. Kebanyakan sampel dari analisis geokimia yang berbasis pada sumur penelitian (IPP) terlihat memiliki kandungan organic carbon yang sedang sampai baik, serta kandungan hidrokarbon yang di dominasi oleh gas.

  • Reservoir Batuan reservoir utama yang berumur Miosen Akhir hingga Pliosen pada umunya merupakan batupasir yang berasal dari endapan paparan delta, delta front, prodelta/marine, dan fasies prograding lowstand. Secara petrografi, batupasir pada reservoir muda diklasifikasikan sebagai bapupasir dengan kandungan feldspar. Nilai porositas dan permeabilitas menunjukkan penurunan yang linier seiring dengan bertambahnya kedalaman.

  • Lapisan Penutup (Seal) Lapisan penutup yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan Batulanau yang mana dijumpai hampir di semua formasi yang berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai seal karena dapat memenuhi syarat-syarat sebagai seal yaitu memiliki permeabillitas dan porositas yang buruk, sehingga memungkinkan untuk menghentikan migrasi dari hidrokarbon.

  • Tipe Jebakan (Trap) Perangkap yang paling berperan dalam akumulasi hidrokarbon di Cekungan Kutai merupakan perangkap struktural dengan tipe closure empat arah yang diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap struktur. Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada Cekungan Kutai.

  • Migrasi Migrasi secara vertikal dari dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar-sesar ataupun rekah rekah minor pada batuan induk menuju ke reservoar yang berumur Miosen Tengah dan Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang oleh reservoir lapisan kemiringan ke timur menuju jebakan stratigrafi ataupun struktur.