Bagaimana sejarah Pemberontakan PRRI dan Permesta ?

Diantara pergolakan daerah yang muncul pada tahun 1960-an dalam bidang politik adalah adanya pemberontakan PRRI atau permesta dari Sumatera.

Bagaimana sejarah Pemberontakan PRRI dan Permesta ?

Pada tanggal 9 Januari 1958 di Sumatra Barat diadakan pertemuan yang dihadiri oleh Letkol Achmad Husein, Letkol Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dahlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis.

Dari sipil hadir M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Pertemuan itu antara lain membicarakan pembentukan pemerintahan baru.

Dalam sebuah rapat akbar di Padang tanggal 10 Februari 1958, Letkol Achmad Husein memberi ultimatum kepada pemerintah pusat sebagai berikut.

  • Dalam waktu 5×24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada presiden atau presiden mencabut mandat Kabinet Djuanda.

  • Presiden menugaskan Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk zaken kabinet.

  • Meminta kepada presiden supaya kembali pada kedudukannya sebagai presiden konstitusional.

Sidang kabinet menolak ultimatum itu dan tanggal 11 Februari 1958, memecat secara tidak hormat kepada Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek.

Sehari kemudian, KSAD A.H. Nasution membekukan Komandan Daerah Militer Sumatra Tengah dan menempatkannya langsung di bawah KSAD.

image

Pemberontakan PRRI

Puncaknya terjadi pada tanggal 15 Februari 1958 saat Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berikut kabinetnya.

Bertindak sebagai Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegara dengan anggota kabinet M. Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro Djojoadikusumo, dan Simbolon.

Dukungan terhadap PRRI pun datang dari Sulawesi. Pada tanggal 17 Februari 1958 Letkol D.J. Somba (Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah/ KDMSUT) menyatakan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung PRRI.

Pemberontakan Permesta

Di Makassar sendiri, pada tanggal 2 Maret 1957 Panglima TT VII Letkol Ventje Sumual memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini mempunyai wilayah Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Maluku.

Setelah menyatakan bahwa daerah Indonesia bagian timur dalam keadaan bahaya, gerakan ini mengambil alih pemerintahan daerah.

Rangkaian gerakan-gerakan di daerah itu mengakibatkan kehidupan politik nasional dan daerah dalam suasana tegang. Ir. Soekarno dengan didukung Djuanda, Nasution, PNI, dan PKI menghendaki perlakuan yang keras untuk memadamkan gerakan itu.

Sementara itu, Hatta dan Hamengku Buwono IX cenderung mengedepankan perundingan. Situasi semakin gawat, setelah PM Ali Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya kepada presiden tanggal 14 Maret 1957.

Presiden kemudian menyatakan negara dalam keadaan bahaya, dengan demikian angkatan perang leluasa untuk mengambil tindakan. KSAD pun menggelar Operasi 17 Agustus yang merupakan gabungan AD, AL, dan AU dipimpin Kolonel Achmad Yani.

Pada tanggal 29 Mei 1961 seluruh pimpinan dan pasukan PRRI menyerah, demikian pula Permesta.

Sumber: http://www.berpendidikan.com

Penyebab langsung pemberontakan PRRI/Permesta adalah adanya hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama di Sumatra dan Sulawesi mengenai masalah otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer dan dari negara asing .

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan.
Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.

  1. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
  2. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
  3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
  4. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali.
Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.

  1. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
  2. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
  3. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
  4. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
  5. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
  6. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
  7. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.

Sumber : Pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia |