Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan. Namun, bagaimana mungkin kerajaan besar tersebut dapat terpecah
Pengganti Sultan Agung cenderung berpihak pada VOC
Setelah Sultan Agung wafat, Mataram kemudian diperintah oleh raja yang pro dengan kompeni yaitu Susuhunan Amangkurat I. ia memerintah pada tahun 1645-1677. Sebagai penguasa Mataram yang baru, Sultan Amangkurat I membuat kebijakan- kebijakan yang kontrofersial yaitu pertama, tidak lagi menghargai para ulama bahkan berusaha untuk menyingkirkannya. Pada masanya ribuan ulama Syahid dibunuh Sultan Amangkuran I. kedua, menghapus lembaga-lembaga agama yang ada di Kesultanan, seperti menghapus Mahkamah Syariah yang telah dibentuk oleh Ayahnya. Ketiga, membatasi perkembangan islam dan melarang kehidupan Agama mencampuri masalah kesultanan. Keempat, membangun kerjasama dengan penjajah Belanda yang menjadi musuh bebuyutan Ayahnya.
Perpecahan yang terjadi di dalam kesultanan Mataram
Cara Amangkurat I dalam memerintah yang tidak memperhatikan nilai-nilai kearifan itu telah mendatangkan kemarahan masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, Raden Kajoran, seorang ulama bangsawan yang hidup dalam pedesaan, melakukan perlawanan. Ia menyusun kekuatan dari para santri dan rakyat pedesaan. Raden Kajoran mendapat dukungan dari Raden Anom, anak Sultan Amangkurat I dan Trunojoyo bangsawan dari Madura. Kekuatan semaki kuat ketika Karaeng Galesong bangsawan dari Gowa. Namun perkembangan selanjutnya, Adipati Anom melakukan pengkhianatan. Ia keluar dari aliansi, karena ia sudah di ampuni oleh ayahnya. Pada tahun 1677, aliansi Raden Kajoran berhasil mengepung pusat pemerintahan Amangkurat I di Pleret. Sedangkan Amangkurat I dan anaknya berhasil melarikan diri ke Batavia dan meminta bantuan kepada Belanda. Dalam perjalanan menuju Batavia, Amangkurat I jatuh sakit dan meninggal.
Sebelum Amangkurat I wafat, ia sudah menetapkan Adipati Anom sebagai Sultan Mataram yang baru. Setelah dilantik, Adipati Anom diberi gelar Sultan Amangkurat II ia segera melanjutkan kerjasamanya dengan Belanda untuk merebut kembali tahta Mataram dalam perjanjian di Jepara yang mana Belanda mengiginkan wilayah timur karawang dan upah dalam bentuk uang. Setelah perjanjian Jepara ditandatangani, Amangkurat II dan Belanda melakukan penyerangan ke Mataram dan berhasil memukul mundur aliansi Raden Kajoran. Dengan demikian, Sultan amangkurat II berhasil merebut kembali tahta Mataram.
Dipecahnya Mataram menjadi 2 Kerajaan
Walaupun Sultan Amangkurat II meduduki Mataram dan mengembalikan fungsi ulama, tetapi persoalan Mataram belum selesai. Sejak 1743 Mataram hanya memiliki wilayah-wilayah Begelen, Kedu, Jogjakarta, Surakarta. Tragisnya lagi, Mataram terpecah menjadi dua kerajaan, sesuai dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Kedua kerajaan tersebut adalah Kerajaan Surakarta dengan rajanya Susuhunan (Pakubuwono III) dan Yogyakarta dengan rajanya Pangeran Mangkubumi (Hamengku Buwono I). Selanjutnya pada tahun 1757, Kerajaan Surakarta dipecah lagi menjadi dua yaitu, wilayah yang dirajai Pakubuwono III dan wilayah yang dirajai oleh Mangkunegara I. Demikian juga pada tahun 1813 oleh Inggris, Yogyakarta dipecah menjadi dua, yaitu wilayah Kesultanan yang dirajai oleh Sultan Hamengku Buwono III dan Kadipaten Pakualaman yang dipimpin oleh Bendara Pangeran Natakusuma atau dikenal dengan Pangeran Pakualam I.
Referensi
Sejarah Kerajaan Mataram Islam