Sejarah Osenografi Fisis
J.J. Bhatt, dari Rhode Island Junior College (1978), membagi sejarah Oseanografi menjadi beberapa era, yaitu era klasik, era sebelum Challenger,era Challenger, era setelah Challenger, dan era Glomar Challenger.
Awal dari oseanografi tidak diketahui pasti, karena memang manusia kuno tidak meninggalkan rekaman secara sistematik, baik berupa jurnal ataupun buku harian perorangan. Para arkeolog mencatat orang-orang Polinesia dan India pra sejarah melakukan perjalanan laut yang sulit dalam jarak yang panjang. Para pedagang dari India Timur telah memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang arus-arus monsun, karena perjalanan laut sudah umum di kawasan Samudera Hindia pada sekitar 3000 MS. Menyusul kemudian bangsa Punisia dan Yunani yang kerap melayari perairan Laut Tengah dalam rentang waktu 1500 - 1600 SM.
Sekitar tahun 150 M, Claudius Ptolemy telah membuat peta Samudera Atlantik dan Hindia berupa dua lautan yang tertutup. Bersamaan dengan masanya beberapa instrumen navigasi telah ditemukan, seperti kompas dan astrolabe (alat pengukur tinggi bintang) di Cina. Tahun 800 - 1000 M bangsa Viking telah berlayar hingga Atlantik Utara, menemukan Iceland dan Greenland. Dan tahun 1000 M ahli sejarah mencata Leif putra Eric Si Merah telah mencapai bagian paling utara dari Benua Amerika.
Era sebelum Challenger ditandai oleh dua orang pionir pelayaran jarak jauh yaitu Christopher Columbus (Italia) yang berhasil mencapai Benua Amerika tahun 1492 dan Vasco da Gama (Portugis) berhasil menemukan rute ke India melalui Tanjung Harapan tahun 1498. Tahun 1520, pelaut Spanyol Ferdinand Magellan berlayar hingga samudera Pasifik, dan mengukur kedalaman laut di beberapa tempat menggunakan teknik gelombang bunyi tetapi belum dapat mencapai dasar lautnya William Dampier telah mendeskripsikan aspek meteorologi laut dalam oseanografi secara detail dalam publikasinya A discourse of the Wind tahun 1700. Tahun 1768-1779 Captain James Cook melayari kawasan Pasifik memetakan New Zealand, Laut Selatan, dan pantai barat laut Amerika Utara. Dan pada tahun 1770 Benjamin Franklin untuk yang pertama kalinya membuat peta Arus Teluk (Gulf Stream).
Alexander Von Humboldt (1769-1859) dari Jerman atas inspirasi ekspedisi Cook melakukan lima tahun perjalanan laut melalui Kuba, Meksiko, dan banyak tempat lagi sepanjang pantai Amerika Latin. Ia mempublikasikan perjalanan ilmiahnya dalam 17 volume tulisan The Travels of Humboldt and Bonpland in the Interior of America. Tahun 1818 John Ross dan keponakannya James Ross, sukses mengukur kedalaman Teluk Baffin, Canada, serta mempelajari kondisi dan distribusi alamiah organisme serta sedimen laut. Charles Darwin dengan kapal Beagle-nya tahun 1830 melakukan ekspedisi ke kepulauan Galapagos, menghasilkan konsep-konsep evolusi yang hingga kini masih tertulis dalam buku-buku tentang evolusi makhluk hidup. Edward Forbes mengamati binatang dan tumbuhan dasar laut. Ia membagi populasi laut menjadi delapan zona menurut skala pertumbuhan habitatnya terhadap kedalaman.
Oseanografi fisika menemukan awal kebangkitannya melalui buku teks pertama dalam oseanografi, The Physical Geography of the Sea, yang ditulis oleh letnan Matthew Fontaine Maury dari angkatan laut Amerika tahun 1855. Oleh bangsa Amerika ia dikenal sebagai bapak oseanografi fisis modern.
Langkah besar dalam oseanografi terjadi setelah dipublikasikannya Ekspedisi Challenger oleh William Dittmar (1884) berdasarkan ekspedisi kelautan menggunakan kapal angkatan laut Inggris HMS Challenger yang dipimpin C Wyville Thomson tahun 1872-1876. Ini adalah ekspedisi laut dalam secara global yang pertama kali dilakukan. Darinya berhasil dikoleksi sampel-sampel biologi laut, 77 sampel air samudera, informasi kedalaman dan temperatur laut, serta landasan oseanografi geologi terbentuk karenanya. Ekspedisi ini menjadi inspirasi ekspedisi-ekspedisi selanjutnya dan berdirinya lembaga-lembaga riset samudera. Seiring dengan waktu berbagai deskripsi tentang samudera dan segala sesuatu di bawah permukaan air yang melingkupi bumi kita mulai terungkap.
Di akhir abad 19, oseanografi dari Norwegia Fridjof Nansen berdasarkan ekspedisi Fram-nya di samudera Artik mencoba mengungkap berbagai fenomena di samudera tersebut dan mengamati fenomena angin yang membangkitkan arus permukaan laut. Sumbangan dari Nansen yang hingga kini masih digunakan yaitu tabung khusus untuk sampel air laut dari berbagai kedalaman, kini dikenal dengan nama botol Nansen.
Di awal abad 20 kapal riset Meteor melakukan lebih dari 70.000 sounding dasar samudera, ia melengkapi hasil sounding dari challenger. Tahun 1920-1922 kapal riset Dana mengamati samudera Hindia dan menemukan punggungan tengah samudera Carlsberg di dasarnya. Tahun 1950-an kapal riset Swedia Galatha Triste selain berhasil mengukur kedalaman palung Mindanau juga menemukan kehidupan di laut dalam.
Kapal riset Glomar Challenger yang diluncurkan oleh Institut Oseanografi Scripps di La Jolla California tahun 1968 adalah kapal riset modern yang dilengkapi berbagai sensor untuk mengukur seluruh parameter oseanografi. Kapal ini juga memiliki kemampuan untuk melakukan pengeboran di dasar laut. Antara tahun 1968-1973 Glomar Challenger telah mengebor 450 sumur bor, melego jangkar di 300 lokasi, dan mengurangi lebih dari 275.000 km. Oseanografi kini telah melingkupi multidisiplin keilmuan dan telah menggunakan teknologi tingkat tinggi dalam observasi samudera temasuk menggunakan perangkat penginderaan jauh seperti satelit.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak diantara samudera Fasifik dan Hindia jelas memerlukan riset kelautan untuk mengungkap berbagai fenomena dan mengidentifikasi sumber daya laut yang dimiliki secara akurat. Indonesia telah melengkapi perangkat teknologi dengan kapal-kapal riset. Lembaga-lembaga negara yang berhubungan dengan matra laut seperti Dinas Hidro Oseanografi-Angkatan Laut, LIPI, dan BPPT memang telah memiliki kapal-kapal riset. Tetapi, kapal riset yang ada belum sebanding dengan luasnya kawasan lautan Indonesia.