Bagaimana sejarah Huruf Braille?

sejarah Huruf Braille

Huruf braille diciptakan oleh seorang berkebangsaan Prancis yang mengalami kebutaan saat masih kecil, Louis Braille. Bagaimana kisahnya menemukan huruf ini dan bagaimana perkembangannya hingga digunakan di seluruh dunia?

Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari 1809. Kini, tanggal tersebut diperingati sebagai hari Braille di seluruh dunia. Braille lahir dalam kondisi normal, namun pada usia 3 tahun mengalami kecelakaan yang menyebabkan kedua matanya menjadi buta permanen. Louis Braille ternyata mampu mengatasi keterbatasan fisiknya, bahkan menghasilkan suatu penemuan yang sangat bermanfaat bagi sesama tunanetra.

Ide mengenai huruf braille ini berawal dari seorang perwira, Kapten Charles Barbier yang memperkenalkan bahasa sandi yang digunakan oleh pasukannya untuk menyampaikan pesan rahasia yang disebut night writing. Bahasa sandi ini menggunakan titik-titik dan garis timbul yang dibuat dengan alat semacam paku bernama stylus. Bahasa ini juga bisa digunakan oleh orang buta karena dapat diraba dengan ujung jari. Namun, ternyata masih ada kekurangan metode bahasa ini untuk tunanetra. Bahasa sandi ini hanya mewakili bunyi-bunyian pada suatu kata sehingga dibutuhkan ratusan sandi untuk menulis sebuah buku. Maka, Louis mengembangkan huruf braille yang mewakili huruf dan tanda baca yang dibutuhkan untuk menulis buku. Selain itu, seorang tunanetra lebih peka terhadap titik daripada garis, sehingga untuk memudahkan penggunanya, Louis menciptakan huruf braille dengan 6 titik domino tanpa garis yang divariasi menjadi 63 jenis huruf, angka, tanda baca, dan simbol yang diperlukan dalam tulisan.

Perjuangan belum berakhir karena huruf braille ini sempat dilarang di Prancis. Pada tahun 1834, selesailah huruf braille ciptaan Louis Braille. Louis yang saat itu telah diangkat menjadi guru di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, sebuah lembaga untuk anak-anak tunanetra, mulai memperkenalkan huruf braille kepada murid-muridnya. Mereka menyambutnya dengan gembira. Dr. Pignier, sang kepala sekolah juga mendukungnya, namun orang-orang di luar lembaga tak ada yang menyetujui huruf ini. Mereka yang belum pernah melihat betapa bergunanya huruf braille bagi siswa tunanetra beranggapan bahwa mengajarkan tulisan yang berbeda dari tulisan umum itu tidak masuk akal. Louis Braille tetap tak menyerah, dia bahkan menerjemahkan buku-buku pelajaran di perpustakaan ke dalam huruf braille. Kemudian pada tahun 1841, sekolah diambil alih oleh Dr. Dufau yang menentang dengan tegas huruf braille. Louis Braille pun terpaksa mengajar murid-muridnya secara diam-diam karena larangan ini. Hingga pada suatu ketika seorang guru lain yang bersimpati pada mereka yaitu Dr. Gaudet, berhasil membujuk Dr. Dufau untuk mengizinkan penggunaan huruf braille di sekolah. Pada tahun 1847, Louis kembali menggunakan huruf ciptaannya dengan leluasa di sekolah.

Pada tahun 1851, Dr. Dufau mengajukan kepada pemerintah agar mengakui penemuan Louis Braille dan supaya ia mendapat tanda jasa. Namun, hingga Louis Braille meninggal, ia belum sempat mendapatkan tanda jasa. Baru beberapa bulan setelah kematiannya, huruf braille ini baru diakui pemerintah dan mulai digunakan di beberapa sekolah. Pada akhir abad 19, huruf braille diterima secara universal. Untuk mengenang jasa Louis Braille, sejak tahun 1956 bekas rumahnya yang terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris dijadikan sebagai museum Louis Braille.

Sumber:
sains.me

Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil. Melalui perjalanan yang panjang tulisan Braille sekarang telah diakui efektifitasnya dan diterima sebagai tulisan yang digunakan oleh tunanetra di seluruh dunia. Selain itu huruf Braille bukan saja sebagai alat komunikasi bagi para tunanetra tetapi juga sebagai representasi suatu kompetensi, kemandirian, dan juga persamaan (equality) .

Braille adalah serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabahan jari oleh tunanetra. Braille bukanlah bahasa tetapi kode yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis. Membaca dan menulis Braille masih digunakan secara luas oleh tunanetra baik di negara maju maupun negara-negara berkembang. Maka Huruf Braille adalah huruf yang diberupa serangkaian titik timbul dengan cara penggunaan yang khusus serta digunakan oleh tunantera untuk menggali ilmu pengetahuan mulai dari ilmu umum, sosial, agama melalui A-Qur‟an dan lain sebagainya.

Sejarah Huruf Brille


Pengembangan metode membaca dan menulis dengan perabaan dimulai pada akhir abad ke-17. Telah banyak metode perabaan dicobakan tetapi tidak banyak yang bertahan dan mencapai keberhasilan yang optimal. Pada abad ke-18 ditemukannya tulisan timbul oleh Louis Braille memberikan perubahan monumental bagi kehidupan para tunanetra dan kemajuan di bidang literatur (bacaan), komunikasi, dan pendidikan.

Louis Braille dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1809 di sebuah rumah batu tua yang terletak di kaki bukit barbatu-batu di wilayah pedesaaan Coupvray, kurang lebih 40 kilometer sebelah timur kota Paris. Ayahnya seorang tukang sepatu dan pelana kuda bernama Rene Braille.
Louis Braille sejak kecil teganggu kesehatannya. Ia seorang anak yang lincah, periang, dan cerdas. Suka membantu ayahnya dan sebagai lazimnya anak kecil, suka pula ia bermain-main dengan barang dan peralatan yang terdapat di tempat kerja ayahnya.

Suatu hari, nasib lain menentukan. Pada usia 3 tahun ia menjadi buta karena pada waktu bermain dengan mempergunakan peralatan tukang milik ayahnya dan ia terjatuh. Sebelah matanya luka, infeksi mempengaruhi mata yang sebelah, dan akhirnya ia menjadi buta sama sekali.

Louis Braille memang anak yang sangat cerdas. Kecerdasan menarik perhatian pendeta Abbe Paliuy. Sejak berusia 5 tahun Louis telah menjadi murid pendeta tersebut. Dengan telaten Louis dididik sebagaimana halnya mendidik anak-anak lain. Lima tahun lamanya ia belajar bersama dengan teman-teman sedesanya. Tetapi akhirnya dirasa bahwa pendidikan semacam itu di desanya tidak lagi sesuai dengan keadaan Louis.

Pada tanggal 15 Februari 1819, jadi setelah berusia 10 tahun Louis masuk sekolah tunanentra di Paris, pada usia 17 tahun ia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan nilai paling baik, karenanya ia diminta oleh sekolah untuk menjadi guru pada sekolah tersebut.

Sebagai pemuda yang rajin dan cerdas ia haus akan kemajuan. Ia tidak puas dengan keadaan pendidikan untuk anak tunanetra pada saat itu. Dianggapnya terlampau lamban belajar dengan mempergunakan huruf Roma yang ditimbulkan sangat sukar dan yang paling pokok ialah anak tunanetra sendiri tidak dapat menulis. Pada waktu senggangnya ia selalu mencari jalan untuk menemukan cara membaca dan menulis yang paling tepat.

Demi menyesuaikan kebutuhan para tuna netra, Louis Braille mengadakan uji coba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa kawan tunanetra. Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L‟Institution Nationale des Jeunes Aveugles , Paris, dalam rangka mengajar siswa- siswa tunanetra.

Usaha Louis Braille mendapat tempat dan dukungan Charles Barbier. Charles Barbier adalah seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam. Sehingga Charles Barbier pada tahun 1825 menciptakan tulisan yang dapat dibaca di tempat yang gelap. Tulisan itu terdiri dari 12 titik berjajar dua dari atas ke bawah, dengan mudah dapat dirabah.

Atas dasar penemuan Braille ini, pada tahun 1834 Louis Braille selesai mengembangkan tulisan untuk anak tunanetra. Bertolak dari penemuan Barbier, Louis menyusun tulisan terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga-tiga. Dengan menempatkan titik-titik tersebut dalam berbagai posisi telah disusun seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut dapatlah kini anak tunanetra membaca dan menulis lebih mudah.

Kontroversi mengenai kegunaan huruf Braille di Perancis sempat muncul hingga berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan Braille di tempat Louis mengajar. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tuna netra. Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L‟Institution Nationale des Jeunes Aveugles . Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tuna netra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.

Louis juga mendapat pengakuan akan karyanya dari gurunya yang dulu yaitu Valentine Hauy. Walaupun pengakuan tersebut harus menunggu hingga 2 tahun setelah ia meninggal. Louis meninggal tahun 1852, pada usia 43 tahun.

Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama „tulisan Braille‟. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tuna netra ( The World Council for the Welfare of the Blind ) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai musium. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris. Jadi sejarah adanya huruf Braille ini bermula dari sebuah pengalaman seorang tentara yaitu M. Charles Barbier, kemudian dilanjutkan dengan penemuan Louis Braille, sehingga Braille banyak digunakan oleh tunanetra, sehingga mereka dapat belajar ilmu pengetahuan.

Pada awalnya huruf Braille tidak mendapatkan banyak dukungan karena berbagai kendala. Namun dengan berkembangnya zaman dan usaha, akhirnya huruf Braille ini di akui dan mendapat dukungan luar biasa sehingga sampai sekarang Huruf Braille masih digunakan oleh siswa tunanetra didunia pendidikan.

Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil. Melalui perjalanan yang panjang tulisan Braille sekarang telah diakui efektifitasnya dan diterima sebagai tulisan yang digunakan oleh tunanetra di seluruh dunia. Selain itu huruf Braille bukan saja sebagai alat komunikasi bagi para tunanetra tetapi juga sebagai representasi suatu kompetensi, kemandirian, dan juga persamaan (equality).

Braille adalah serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabahan jari oleh tunanetra. Braille bukanlah bahasa tetapi kode yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis. Membaca dan menulis Braille masih digunakan secara luas oleh tunanetra baik di negara maju maupun negara-negara berkembang. Maka Huruf Braille adalah huruf yang diberupa serangkaian titik timbul dengan cara penggunaan yang khusus serta digunakan oleh tunantera untuk menggali ilmu pengetahuan mulai dari ilmu umum, sosial, agama melalui A-Qur‟an dan lain sebagainya.

Sejarah Huruf Brille


Pengembangan metode membaca dan menulis dengan perabaan dimulai pada akhir abad ke-17. Telah banyak metode perabaan dicobakan tetapi tidak banyak yang bertahan dan mencapai keberhasilan yang optimal. Pada abad ke-18 ditemukannya tulisan timbul oleh Louis Braille memberikan perubahan monumental bagi kehidupan para tunanetra dan kemajuan di bidang literatur (bacaan), komunikasi, dan pendidikan. Louis Braille dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1809 di sebuah rumah batu tua yang terletak di kaki bukit barbatu-batu di wilayah pedesaaan Coupvray, kurang lebih 40 kilometer sebelah timur kota Paris. Ayahnya seorang tukang sepatu dan pelana kuda bernama Rene Braille.

Louis Braille sejak kecil terganggu kesehatannya. Ia seorang anak yang lincah, periang, dan cerdas. Suka membantu ayahnya dan sebagai lazimnya anak kecil, suka pula ia bermain-main dengan barang dan peralatan yang terdapat di tempat kerja ayahnya. Suatu hari, nasib lain menentukan. Pada usia 3 tahun ia menjadi buta karena pada waktu bermain dengan mempergunakan peralatan tukang milik ayahnya dan ia terjatuh. Sebelah matanya luka, infeksi mempengaruhi mata yang sebelah, dan akhirnya ia menjadi buta sama sekali.

Louis Braille memang anak yang sangat cerdas. Kecerdasan menarik perhatian pendeta Abbe Paliuy. Sejak berusia 5 tahun Louis telah menjadi murid pendeta tersebut. Dengan telaten Louis dididik sebagaimana halnya mendidik anak-anak lain. Lima tahun lamanya ia belajar bersama dengan teman-teman sedesanya. Tetapi akhirnya dirasa bahwa pendidikan semacam itu di desanya tidak lagi sesuai dengan keadaan Louis. Pada tanggal 15 Februari 1819, jadi setelah berusia 10 tahun Louis masuk sekolah tunanentra di Paris, pada usia 17 tahun ia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan nilai paling baik, karenanya ia diminta oleh sekolah untuk menjadi guru pada sekolah tersebut.

Sebagai pemuda yang rajin dan cerdas ia haus akan kemajuan. Ia tidak puas dengan keadaan pendidikan untuk anak tunanetra pada saat itu. Dianggapnya terlampau lamban belajar dengan mempergunakan huruf Roma yang ditimbulkan sangat sukar dan yang paling pokok ialah anak tunanetra sendiri tidak dapat menulis. Pada waktu senggangnya ia selalu mencari jalan untuk menemukan cara membaca dan menulis yang paling tepat.

Demi menyesuaikan kebutuhan para tuna netra, Louis Braille mengadakan uji coba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa kawan tunanetra. Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L‟Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswasiswa tunanetra. Usaha Louis Braille mendapat tempat dan dukungan Charles Barbier. Charles Barbier adalah seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier.

Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam. Sehingga Charles Barbier pada tahun 1825 menciptakan tulisan yang dapat dibaca di tempat yang gelap. Tulisan itu terdiri dari 12 titik berjajar dua dari atas ke bawah, dengan mudah dapat dirabah.

Atas dasar penemuan Braille ini, pada tahun 1834 Louis Braille selesai mengembangkan tulisan untuk anak tunanetra. Bertolak dari penemuan Barbier, Louis menyusun tulisan terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga-tiga. Dengan menempatkan titik-titik tersebut dalam berbagai posisi telah disusun seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut dapatlah kini anak tunanetra membaca dan menulis lebih mudah.

Kontroversi mengenai kegunaan huruf Braille di Perancis sempat muncul hingga berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan Braille di tempat Louis mengajar. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tuna netra. Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L‟Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tuna netra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.

Louis juga mendapat pengakuan akan karyanya dari gurunya yang dulu yaitu Valentine Hauy. Walaupun pengakuan tersebut harus menunggu hingga 2 tahun setelah ia meninggal. Louis meninggal tahun 1852, pada usia 43 tahun. Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama "tulisan Braille‟. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tuna netra (The World Council for the Welfare of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai musium. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris.

Jadi sejarah adanya huruf Braille ini bermula dari sebuah pengalaman seorang tentara yaitu M. Charles Barbier, kemudian dilanjutkan dengan penemuan Louis Braille, sehingga Braille banyak digunakan oleh tunanetra, sehingga mereka dapat belajar ilmu pengetahuan. Pada awalnya huruf Braille tidak mendapatkan banyak dukungan karena berbagai kendala. Namun dengan berkembangnya zaman dan usaha, akhirnya huruf Braille ini di akui dan mendapat dukungan luar biasa sehingga sampai sekarang Huruf Braille masih digunakan oleh siswa tunanetra didunia pendidikan.

Penggunaan Huruf Brille


Huruf-huruf Braille disusun berdasarkan pola enam titik timbul dengan posisi tiga vertikal dan titik horisontal (seperti pola kartu domino). Titik-titik tersebut diberi nomor tetap 1, 2, 3, 4, 5, 6 pada posisi sebagai berikut:

  • Susunan titik huruf Braille cara baca Untuk keperluan mambaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Titik satu pada penulisan Braille terdapat pada titik sebelah kiri atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf Braille terdiri dari satu atau kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.

  • Susunan titik huruf Braille cara tulis. Untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan mambaca. Cara menulis huruf Braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis Braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif. Titik satu pada penulisan Braille terdapat pada titik sebelah kanan atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf Braille yang ditulis dari kanan ke kiri. Huruf Braille terdiri dari satu atau kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.

Demikian penggunan huruf Braille untuk siswa tunanetra. Dengan mempergunakan huruf Braille seorang tunantera tidak saja membaca tetapi juga dapat menuliskan apa yang dipikir serta kemudian membacanya kembali. Ketika menggunakan huruf Braille ada beberapa hal yang harus dicatat:

  1. Bahwa dengan demikian terdapat perbedaan pengggunaan huruf untuk orang tunanetra dan orang awas.
  2. Huruf Braille:
  • Lama menuliskannya
  • Memerlukan tempat lebih banyak
  • Tidak dapat diperkecil
  • Memerlukan alat khusus untuk menuliskannya.

Namun dengan berkembangnya zaman, Braille kemungkinan kurang digunakan lagi sebagai metode utama dalam membaca, sebab pembaharuan dan kemungkinan di bidang teknologi memampukan anak membaca dengan menggunakan alat-alat yang mengubah tulisan kedalam bentuk suara dan juga tersedia bahan rekaman. Hal ini didukung oleh filosofi bahwa anak yang sisa penglihatannya seminim mungkin, harus diajarkan menggunakan sebanyak mungkin. Mereka yang buta total Braille tetap jadi metode utama dalam membaca. Braille tetap berguna juga untuk komunikasi sesama tunanetra dan lagi tidak semua tunanetra memiliki alat-alat teknologi tersebut yang relatif mahal. Metode mula-mula menulis Braille dengan menggunakan mesin tik Braille dengan menggunakan reglet dan pen (Stylus).

Penggunaan Braille sebenarnya sama antara huruf abjad dengan huruf Al-Quran. Namun yang membedakan memang rumus atau kode huruf abjad dengan huruf hijaiyah berbeda, karena untuk membaca dan menulis kembali pengetahuan bagi tunanetra. Huruf Brille merupaka modal utama dan dasar untuk menulis dan membaca bagi tunanetra. Meskipun berkembangnya zaman banyak alat elektronik seperti alat perekam, dan lain-lain yang juga dapat membantu siswa tunanetra mendapatkan ilmu pengetahuan, namun jika siswa tunanetra ingin menulisknannya kembali, maka harus menggunakan huruf Braille. Oleh karena itu, huruf Braille merupakan modal utama belajar bagi siswa tunanetra.

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/5919/5/Bab%202.pdf

1 Like

Huruf braille merupakan huruf yang digunakan oleh penyandang tunanetra untuk membaca dan menulis. Dari namanya, kita bisa menebak siapa penemu huruf braille ini. Huruf braille diciptakan oleh seorang berkebangsaan Prancis yang mengalami kebutaan saat masih kecil, Louis Braille. Bagaimana kisahnya menemukan huruf ini dan bagaimana perkembangannya hingga digunakan di seluruh dunia?

Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari 1809. Kini, tanggal tersebut diperingati sebagai hari Braille di seluruh dunia. Braille lahir dalam kondisi normal, namun pada usia 3 tahun mengalami kecelakaan yang menyebabkan kedua matanya menjadi buta permanen. Louis Braille ternyata mampu mengatasi keterbatasan fisiknya, bahkan menghasilkan suatu penemuan yang sangat bermanfaat bagi sesama tunanetra.

Ide mengenai huruf braille ini berawal dari seorang perwira, Kapten Charles Barbier yang memperkenalkan bahasa sandi yang digunakan oleh pasukannya untuk menyampaikan pesan rahasia yang disebut night writing . Bahasa sandi ini menggunakan titik-titik dan garis timbul yang dibuat dengan alat semacam paku bernama stylus. Bahasa ini juga bisa digunakan oleh orang buta karena dapat diraba dengan ujung jari. Namun, ternyata masih ada kekurangan metode bahasa ini untuk tunanetra. Bahasa sandi ini hanya mewakili bunyi-bunyian pada suatu kata sehingga dibutuhkan ratusan sandi untuk menulis sebuah buku. Maka, Louis mengembangkan huruf braille yang mewakili huruf dan tanda baca yang dibutuhkan untuk menulis buku.

Selain itu, seorang tunanetra lebih peka terhadap titik daripada garis, sehingga untuk memudahkan penggunanya, Louis menciptakan huruf braille dengan 6 titik domino tanpa garis yang divariasi menjadi 63 jenis huruf, angka, tanda baca, dan simbol yang diperlukan dalam tulisan.

Perjuangan belum berakhir karena huruf braille ini sempat dilarang di Prancis. Pada tahun 1834, selesailah huruf braille ciptaan Louis Braille. Louis yang saat itu telah diangkat menjadi guru di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles , sebuah lembaga untuk anak-anak tunanetra, mulai memperkenalkan huruf braille kepada murid-muridnya. Mereka menyambutnya dengan gembira. Dr. Pignier, sang kepala sekolah juga mendukungnya, namun orang-orang di luar lembaga tak ada yang menyetujui huruf ini. Mereka yang belum pernah melihat betapa bergunanya huruf braille bagi siswa tunanetra beranggapan bahwa mengajarkan tulisan yang berbeda dari tulisan umum itu tidak masuk akal.

Louis Braille tetap tak menyerah, dia bahkan menerjemahkan buku-buku pelajaran di perpustakaan ke dalam huruf braille. Kemudian pada tahun 1841, sekolah diambil alih oleh Dr. Dufau yang menentang dengan tegas huruf braille. Louis Braille pun terpaksa mengajar murid-muridnya secara diam-diam karena larangan ini. Hingga pada suatu ketika seorang guru lain yang bersimpati pada mereka yaitu Dr. Gaudet, berhasil membujuk Dr. Dufau untuk mengizinkan penggunaan huruf braille di sekolah. Pada tahun 1847, Louis kembali menggunakan huruf ciptaannya dengan leluasa di sekolah.

Pada tahun 1851, Dr. Dufau mengajukan kepada pemerintah agar mengakui penemuan Louis Braille dan supaya ia mendapat tanda jasa. Namun, hingga Louis Braille meninggal, ia belum sempat mendapatkan tanda jasa. Baru beberapa bulan setelah kematiannya, huruf braille ini baru diakui pemerintah dan mulai digunakan di beberapa sekolah. Pada akhir abad 19, huruf braille diterima secara universal.

Untuk mengenang jasa Louis Braille, sejak tahun 1956 bekas rumahnya yang terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris dijadikan sebagai museum Louis Braille.